REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Ketika wabah Covid-19 memasuki Kota Pekanbaru, Riau, warga harus menyesuaikan aktivitas untuk menghindari risiko penularan penyakit yang disebabkan oleh virus corona tipe baru ini. Tidak seperti warga pada umumnya, orang-orang yang bekerja sebagai tenaga kesehatan dan penggali kubur harus mengerahkan upaya ekstra untuk menghindarkan diri dari risiko tertular virus sekaligus menanggulangi wabah maupun dampaknya.
Wabah membuat Subhan bersama rekan-rekannya yang bekerja sebagai penggali kubur harus selalu siaga dengan alat pelindung diri berupa setelan hazmat warna putih dan masker medis di Tempat Permakaman Umum (TPU) Tengku Mahmud Palas, Kecamatan Rumbai. Permakaman di pinggiran Kota Pekanbaru itu dikelilingi kebun kelapa sawit. Letaknya jauh dari permukiman penduduk. Lahan seluas 10 hektare tersebut separuhnya digunakan sebagai tempat pemindahan makam dari pusat kota, sementara sisanya ditanami singkong dan pisang oleh warga sekitar.
Sejak awal bulan April 2020, pemerintah kota menyiapkan area seluas dua hektare di bagian ujung TPU Tengku Mahmud Palas untuk memakamkan pasien yang terinfeksi atau diduga terinfeksi virus corona. Tidak seperti permakaman lama yang jalannya sudah beraspal, jalan menuju permakaman yang baru masih jalan tanah yang susah dilalui kendaraan saat hujan turun.
"Semuanya serba mendadak. Tanggal 9 April saya dihubungi kantor untuk siapkan lahan untuk pemakaman khusus corona. Waktu itu malam Jumat, jenazah pertama dimakamkan, belum ada persiapan sama sekali," kata Subhan.
Ia mengatakan, para penggali kubur tidak punya banyak waktu untuk menyiapkan lahan permakaman tersebut. Bekas tanaman singkong masih berserakan di sana sampai sekarang.
Subhan, yang sejak 1996 bekerja di bagian pemakaman di Kota Pekanbaru, ditunjuk menjadi koordinator penggali kuburan di TPU Tengku Mahmud Palas. Ia dibawahi empat pekerja.
Menurut Subhan, penggali kubur sekarang harus siaga 24 jam karena mereka bisa kapan saja menerima panggilan untuk mengurus pemakaman jenazah pasien Covid-19 atau pasien yang diduga terserang penyakit tersebut. Subhan pernah terpaksa terjaga selama dua hari karena ada jenazah yang harus dimakamkan pada dini hari.
"Saya menggali sendirian karena kawan-kawan lainnya saya telepon enggak ada yang bangun. Pakai pacul dan lampu motor untuk penerangan, saya gali lubang kuburan jam 03.00 WIB," katanya.
Pasien yang sudah positif Covid-19 atau diduga terserang penyakit itu sesuai protokol kesehatan harus dimakamkan dalam waktu maksimal empat jam setelah jenazah keluar dari rumah sakit guna meminimalkan risiko penularan virus corona. Pemakaman pasien dilangsungkan tanpa persiapan dari pihak keluarga pasien sehingga semua makam baru tidak ada nisannya.
Kini sudah ada beberapa puluh makam baru di TPU Tengku Mahmud Palas. Semuanya makam pasien dalam pengawasan (PDP) terkait penularan Covid-19 yang meninggal dunia di Pekanbaru.
Sejak 9 April hingga 28 April sudah ada 44 makam baru di sana, yang artinya dalam sehari Subhan dan kawan-kawannya rata-rata harus menggali dua sampai tiga liang lahat. "Pernah dalam satu hari tujuh jenazah dimakamkan. Itu kita kerja sampai subuh," kata Subhan, yang baru kali ini menyaksikan wabah begitu cepat merenggut nyawa orang.
Ia merasakan kengerian saat pertama kali menangani pemakaman pasien Covid-19. Namun, rasa ngeri itu menghilang bersama peningkatan ritme kegiatan pemakaman.
Setiap hari para penggali kubur harus menyiapkan hingga tujuh liang lahat untuk berjaga-jaga karena kasus infeksi virus corona diperkirakan masih akan mengalami peningkatan. Mereka secara sukarela menandai setiap makam baru agar ahli waris dan pelayat tidak kebingungan mencari makam anggota keluarga atau kerabat mereka.
"Perasaan ngeri ada, tapi namanya juga sudah wabah. Saya mau lari juga mau ke mana karena tugasnya memang gali kuburan," kata Subhan seraya tersenyum.