REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) terus menyempurnakan data penerima dan penyaluran bantuan sosial. Tujuannya, supaya bansos tepat sasaran, tidak tumpang tindih, dan berkeadilan. Dengan begitu, dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 pun bisa tertangani.
Menurut Ketua Divisi Logistik Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, Jabar Arifin Soedjayana melaporkan, Pemprov Jabar hingga kini sudah menyalurkan sekitar 20.600 paket Bansos bagi warga terdampak Covid-19 di seluruh Jabar.
Arifin mengatakan, bantuan sosial (bansos) senilai Rp 500 ribu perkeluarga dari Pemprov Jabar merupakan salah satu dari sembilan pintu bantuan kepada warga terdampak pandemi Covid-19.
Sembilan pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial (bansos) dari presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa (bagi kabupaten), Kartu Pra Kerja, bantuan tunai dari Kemensos, bansos provinsi, serta bansos dari kabupaten/kota.
Pemprov Jabar menggagas Gerakan Nasi Bungkus atau Gasibu yang bertujuan untuk memastikan semua masyarakat Jabar dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya. Meski begitu, bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah berbeda nilai, jenis, waktu penyebaran dan mekanismenya.
Arifin mengatakan, pihaknya terus menyempurnakan data penerima Bansos. Selain itu, penyaluran Bansos pun dilakukan. Pada tahap pertama penyaluran fokus di wilayah Bodebek dan Bandung Raya. Kendati begitu, Pempovi Jabar mengebut verifikasi dan validasi data di seluruh kabupaten/kota.
"Sambil menunggu evaluasi data, data yang sudah fix, dan sudah dipadankan dengan Disdukcapil, dengan dari RT/RW. Itu juga sudah disalurkan. Mungkin hanya 5 kabupaten/kota lagi yang masih melakukan pemadanan data," papar Arifin.
Menurut Arifin, terdapat sejumlah paket bansos dikembalikan karena kesalahan administrasi, seperti Nomor Induk Keluarga (NIK) yang tidak sesuai dengan KTP. Agar penyaluran berjalan optimal dan tepat sasaran, ketua RT/RW dilibatkan untuk memberikan pernyataan bahwa warga bersangkutan berhak mendapatkan bansos.
"Kalau saya melihat wajar, karena data sambil di-update terus. Mereka yang meninggal, mereka yang pindah, mereka tidak sama di NIK dan KTP. Kemudian, kita melihat realita di lapangan yang realistis," kata Arifin.
Pemprov Jabar pun, kata dia, akhirnya berkonsultasi menambahkan syaratnya. Apabila NIK tidak sama, lalu dikuatkan dari keterangan RT/RW. "Itu lebih ke kesalahan administrasi, bukan kesalahan penerima. Itu yang sudah coba kita lakukan," katanya.
Selain itu, Pemprov Jabar membuka fitur aduan di aplikasi PIKOBAR. Warga Jabar yang terdampak Covid-19, tapi tidak terdata, dapat mengadu melalui fitur tersebut.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jabar Setiaji melaporkan hingga Selasa (28/4) aduan yang masuk mencapai 40.478. Aduan tersebut nantinya akan diverifikasi kepada Ketua RW melalui aplikasi Sapa Warga.
Aplikasi Sapa Warga, dikembangkan Pemprov Jabar untuk memangkas jarak komunikasi masyarakat dengan pemerintah. Semua Ketua Rukun Warga (RW) dapat mengakses aplikasi Sapa Warga dan menjadi penanggungjawab.