REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Perajin tahu di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sejak tiga pekan terakhir terancam gulung tikar. Hal ini akibat penyebaran virus corona atau COVID-19.
"Kami merasa bingung omzet menurun drastis setelah adanya pandemi wabah COVID-19 itu," kata Mad Soleh (55), seorang perajin tahu di kediamannya di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Jumat (24/4).
Soleh cukup terpukul karena penjualan menurun hingga mencapai 80 persen dari hari biasanya. Ia juga terpaksa memberhentikan empat pegawainya itu.
Biasanya, omzet mencapai Rp 5 juta, namun kini hanya Rp 1 juta per hari. Selain itu, ditambah harga kedelai impor terjadi kenaikkan hingga mencapai Rp 10.000 per kg dari sebelumnya Rp 8.000 per kg. Karena itu, dirinya terpaksa memproduksi sendiri dan menjualnya ke Pasar Rangkasbitung dan Pandeglang.
"Kami yang penting usaha bisa bertahan dan dikerjakan sendiri, termasuk menjualnya," katanya.
Begitu juga Udin (50), perajin tahu warga Rangkasbitung, mengaku dirinya menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19 tersebut. Sebab, omzet menurun dan tidak sebanding dengan biaya produksi dan upah kerja. Saat ini, dirinya sudah tidak memiliki modal, terlebih harga kedelai melonjak dan membutuhkan modal dua kali lipat.
"Kami saat ini untuk menafkahi keluarga terpaksa menjadi seorang penarik ojek, sambil menunggu masa pandemi COVID-19 berakhir," katanya.
Sementara itu, sejumlah pedagang tahu goreng di Rangkasbitung mengaku bahwa mereka sudah tidak berjualan setelah adanya pandemi COVID-19. Hal ini membuat mereka mengalami kerugian dan tidak sebanding dengan modal.
"Kami berjualan tahu goreng mengeluarkan modal Rp 450 ribu, tetapi pendapatan Rp150 ribu, sehingga mengalami kerugian," kata Ujang (45) seorang pedagang tahu di Pasar Rangkasbitung.