REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani di wilayah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten sejak awal April telah melakukan panen raya padi secara serempak dengan luasan total sawah sekitar 3.039 hektare. Dua varietas padi hasil penelitian Balitbangtan, yaitu Inpari 32 dan Inpari 42 mendominasi pertanaman padi di Kabupaten Pandeglang yang ditanam sejak Januari 2020.
Salah satunya, panen dilakukan oleh para petani yang tergabung dalam kelompok tani Mekar Bakti di Desa Panimbang Jaya, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Penyuluh pertanian setempat Joharyadi mengatakan, produktivitas hasil panen yang diperoleh dari Inpari 32 adalah 8 – 9 ton per ha. Sedangkan untuk Inpari 42 produktivitasnya mencapai hingga 10 ton per ha. “Hasil 10 ton ini adalah hasil real di lapangan, bukan hasil ubinan," Joharyadi dalam keterangan pers Kementerian Pertanian, Jumat (24/4).
Johardi menyampaikan, berdasarkan pemantauan BPTP Banten sebelumnya, benih ini telah menyebar pada berbagai lokasi di Provinsi Banten. “Kedua benih ini popular di Banten karena unggul dalam ketahanan terhadap penyakit dan tekstur nasi yang sedang hingga pulen" ujarnya.
Pola tanam yang diterapkan oleh para petani setempat, kata dia, sebagian besar dilakukan dengan sistem jajar dengan jarak 30 cm x 30 cm, meskipun ada juga petani yang melakukannya dengan sistem tegel.
Ketua Kelom Tani, Endang menyampaikan, hasil panen padi ini cukup besar, bahkan melebihi kapasitas penggilingan beras lokal. “Kelebihan hasil ini biasanya akan dijual kepada pembeli/pengusaha beras dari Karawang," ujarnya.
Endang melihat bahwa di waktu mendatang alat dan mesin pertanian akan memainkan peranan penting bagi kelompok tani di wilayah ini. Hal ini terutama akan membantu petani dalam mengatasi minimnya tenaga kerja saat menghadapi tanam dan panen serentak.
Kepala Balitbangtan, Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry pada kesempatan terpisah menyampaikan rasa bangga kepada petani Pandeglang atas provitas yang dicapai serta memberi apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mengawal diseminasi varietas-varietas unggul hasil Balitbangtan untuk sampai kepada petani.
“Salah satu indikator keberhasilan program pemuliaan adalah diadopsinya varietas unggul yang dihasilkan, oleh petani. Meskipun peneliti pemulia memiliki kemampuan untuk memilih varietas-varietas terbaik, namun selera petani terhadap varietas unggul dapat berbeda dan sangat beragam antar daerah,” Lanjutnya.
Menurut Fadjry, beragamnya preferensi ini membutuhkan ketersediaan pilihan varietas yang lebih beragam juga dari peneliti pemulia. Untuk itu para peneliti/pemulia Balitbangtan terus didorong untuk berinovasi menciptakan varietas unggul baru guna menjawab tantangan peningkatan provitas padi pada berbagai agroekosistem.
“Sebisa mungkin untuk dapat melibatkan petani dalam memberikan masukan-masukan terhadap kegiatan pemuliaan yang dilakukan agar varietas yang dihasilan sesuai dengan preferensi petani. Hal ini juga membuat proses adopsi inovasi Balitbangtan lebih cepat prosesnya," ujarnya.