Kamis 23 Apr 2020 22:26 WIB

Kasus Covid-19 di China Diduga Empat Kali Lipat Lebih Besar

Menurut penelitian Universitas Hong Kong kasus Covid-19 lebih besar dari angka resmi.

Seorang warga berjalan didekat patung yang menggunakan masker di antara toko ritel yang ditutup di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Para pemimpin Cina telah membuka kembali pabrik-pabrik dan toko-toko dalam upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian. Tetapi di pusat perbelanjaan dan dealer mobil yang merupakan salah satu sektor yang mendorong petumbuhan cina masih sepi konsumen.
Foto: AP/Ng Han Guan
Seorang warga berjalan didekat patung yang menggunakan masker di antara toko ritel yang ditutup di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Para pemimpin Cina telah membuka kembali pabrik-pabrik dan toko-toko dalam upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian. Tetapi di pusat perbelanjaan dan dealer mobil yang merupakan salah satu sektor yang mendorong petumbuhan cina masih sepi konsumen.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Marsyafina, Dwina Agustin

Lebih dari 232 ribu orang mungkin telah terinfeksi pada gelombang pertama Covid-19 di China daratan, atau empat kali lipat dari angka resmi. Diketahui, China kini telah melaporkan lebih dari 83 ribu kasus positif Covid-19.

Baca Juga

Menurut penelitian oleh akademisi di sekolah kesehatan masyarakat Universitas Hong Kong yang diterbitkan di Lancet, jumlah sebenarnya akan jauh lebih besar jika definisi kasus Covid-19 yang kemudian digunakan telah diterapkan sejak awal. Komisi Kesehatan Nasional China mengeluarkan tujuh versi definisi kasus untuk Covid-19 antara 15 Januari dan 3 Maret, dan penelitian menemukan bahwa perubahan ini memiliki pengaruh besar pada berapa banyak infeksi yang terdeteksi sebagai kasus.

Studi Hong Kong menganalisis data hingga 20 Februari diambil dari misi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke Wuhan. Diperkirakan, bahwa masing-masing dari empat perubahan pertama meningkatkan proporsi kasus yang terdeteksi dan terhitung, antara 2,8 dan 7,1 kali.

"Jika versi kelima dari definisi kasus telah diterapkan sepanjang wabah dengan kapasitas pengujian yang cukup, kami memperkirakan bahwa pada 20 Februari 2020, akan ada 232 ribu kasus yang terkonfirmasi di China sebagai lawan dari 55.508 kasus yang dikonfirmasi yang dilaporkan," kata penelitian tersebut.

Seiring pengetahuan ilmiah dan kemampuan laboratorium berkembang, definisi kasus yang dikonfirmasi telah meluas hingga mencakup kasus dengan gejala yang lebih ringan, atau tanpa kaitan epidemiologis dengan Wuhan atau kasus lain yang diketahui. Laporan itu mengatakan perubahan-perubahan definisi kasus Covid-19 harus diperhitungkan ketika melihat tingkat pertumbuhan epidemi dan dua kali lipat.

China terus menghadapi keraguan atas pelaporan kasusnya. Pekan lalu China mengungkapkan jumlah kematian di Wuhan, tempat virus itu diyakini berasal, ternyata 50 persen lebih tinggi dari yang dilaporkan pertama.

Pada hari Rabu (22/4), Menter Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan AS percaya bahwa Partai Komunis China yang berkuasa gagal melaporkan wabah virus corona baru secara tepat waktu. AS dan Australia telah menyerukan penyelidikan internasional dalam penanganan wabah ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian mengatakan, pemerintah Beijing tidak pernah menutup-nutupi informasi seputar wabah virus corona di China, Jumat (17/4). Dia mengaku, mereka tidak akan mengizinkan dan tidak pernah melakukan hal tersebut.

Zhao mengatakan, revisi jumlah kasus di Wuhan, tempat epidemi pertama kali muncul pada akhir 2019, adalah hasil dari verifikasi statistik. Hal itu dapat terjadi ketika memastikan keakuratan dan revisi adalah praktik umum di internasional.

Pernyataan itu muncul setelah Otoritas Kesehatan Wuhan merevisi jumlah kematian kumulatifnya sebesar 50 persen menjadi 3.869. Laporan terbaru itu dilakukan setelah penyelidikan lokal menemukan 1.290 kematian tambahan akibat Covid-19.

Dikutip dari CNBC, laporan itu untuk memperbaiki pelaporan, keterlambatan, dan kelalaian yang salah. Penyelidikan menyisir melalui sistem pemakaman dan medis. Pemerintah Wuhan mengakui angka awal tidak lengkap karena wabah telah melanda kota dan beberapa pasien meninggal di rumah.

Dengan penambahan itu, China melaporkan korban meninggal dunia menjadi 4.632 orang. Sedangkan total kasus yang dikonfirmasi telah direvisi dari 82.367 menjadi 82.692.

Pandemi Covid-19 juga menghantam ekonomi China yang menyusut untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade dalam kuartal pertama tahun ini. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengalami kontraksi 6,8 persen, menurut data resmi yang dirilis pada hari Jumat (17/4) dilansir di BBC.

"Kontraksi PDB pada Januari-Maret akan diterjemahkan menjadi kerugian pendapatan permanen, tercermin dalam kebangkrutan di perusahaan kecil dan kehilangan pekerjaan," kata Yue Su di Economist Intelligence Unit.

Perekonomian China terhenti selama tiga bulan pertama tahun ini karena penutupan besar-besaran dan karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus pada akhir Januari. Akibatnya, para ekonom memperkirakan angka yang suram, tetapi data resmi sedikit lebih buruk dari yang diharapkan.

Penjualan ritel anjlok 15,8 persen bulan lalu karena banyak pembeli tinggal di rumah. Sementara pengangguran mencapai 5,9 persen di bulan Maret, sedikit lebih baik dari tertinggi sepanjang masa di Februari sebesar 6,2 persen.

Tahun lalu, China melihat pertumbuhan ekonomi yang sehat sebesar 6,4 persen pada kuartal pertama, periode ketika negara itu terkunci dalam perang dagang dengan AS. Adapun, dalam dua dekade terakhir, China telah melihat pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 9 persen per tahun, meskipun para ahli secara teratur mempertanyakan keakuratan data ekonominya.

photo
Badai di Hubei Mulai Reda - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement