Kamis 23 Apr 2020 13:37 WIB
Mudik

Mudik dari Budaya Betawi Hingga Ritus Sosial Dunia

Mudik dari Budaya Betawi

Istana Gubenur Jendral (kini Istana Negara) di Batavia (Jakarta) pada tahun 1880-1900.
Foto: gahetna.nl
Istana Gubenur Jendral (kini Istana Negara) di Batavia (Jakarta) pada tahun 1880-1900.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Mudik itu jelas asal-usunya dari kosa kata milik masyarakat Betawi, yakni beratti menuju ke ‘udik’ (hulu, kampung yang di utara). Lawan kata ‘udik’ adalah ‘milir’ (menuju ke hilir, menuju ke selatan atau laut) atau juga untuk kembali berangkat kerja mencari sesuap ‘nasi’.

Kata ‘mudik’ ini kemudian diserap secara sosial ketika terjadi geliat urbanisasi Indonesia mulai masif di awal 1960-an. Masyarakat kala itu, makin berbondong-bondong pergi ke tanah Betawi untuk mencari penghidupan. Dan ini makin menggila pasca Orde Baru, yakni di awal tahun 1970-an di mana ada proyek modernisasi besar-besaran. Di antara kota besar lainnya, tanah Betawai dengan kota Jakartanya, paling di serbu para pendatang dari kampung-kampung yang ada di Jawa dan wilayah Nusantara lainnya.

‘’Saya alami sendiri ketika mulai sekolah menengah di awal 1960-an. Tak hanya Jakarta, fenomena ‘mudik’ juga berlaku di kota besar lainnya di Indonesia. Selaku orang Madura, keriuhan mudik terlihat jelas sewaktu naik perahu dari Surabaya ke Sumenep jelang lebaran,’’ kata Prof  DR Abdul Hadi WM, Guru Besar Ilmu Peradaban Islam universitas Paramadina Jakarta.

Menurutnya, mudik sebagai akibat dari urbanisasi adalah imbas peninggalan tata kelola perkotaan kolonial yang lestari sampai sekarang. Kota dijadikan pokok pembangunan.

“Masyarakat desa tersedot ke sana, dan kemudian terjadi fenomana pulang kampung setiap ada perayaan hari besar keagamaan. ‘mudik’ menjadi semacam ritus sosial,’’ katanya lagi.

IND-490124-BATAVIA: Aankomst van Soetan Sjahrir in Batavia. Sjahrir zal gesprekken voeren met de Nederlandse premier Willem Drees. ANPFOTO/ANETA. 24-01-1949

  • Keterangan foto: Kedatangan Sutan Sjahrir di Batavia (Jakarta) dari Jogjakarta, pada 24 Januari 1949. Sjahrir akan mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Belanda Willem Drees. (koleksi Gahetna)

Dan fenomena mudik sebagai ritus sosial, tegas Abdul Hadi, bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara di seluruh dunia pun begitu, misalnya di Cina sewaktu perayaan tahun baru imlek, hingga Amerika juga ada mudik sewaktu perayaan ‘thanks giving day’. Dan sama dengan Eropa, Amerika juga ada fenomena mudik pada liburan Natal di akhir tahun.

’’Maka mudik ini fenomena sosial manusia di seluruh dunia beserta agama kepercayaannya. Mereka yang terkena urban akan kembali ke kampung asalnya menjenguk keluarga mereka,’’ kata Abdul Hadi.             

                        *****

Di berbagai negara ‘mudik’ dipandankan dengan istilah berbeda-beda sesusai dengan tradisi mereka. Di Malaysia ada tradisi ‘balik kampung’ di hari raya lebaran. Persis dengan Indonesia ‘balik kampung’ ini dilakukan sejak seminggu sebelum lebaran tiba.

Di Turki tradisi ini pun ada. Di sana mudik diistilahkan dengan ‘Seker Bayrm’. Selain melakukan silaturami dengan keluarga dan kerabat, mudik dilakukan oleh masyarakat Turki juga untuk berziarah. Bahkan, tradisi berziarah saat mudik ini membuat banyak bermunculan pasar-pasar bunga di berbagai daerah di Turki menjelang datangnya arus mudik.

Pada masyarakat di Mesir pun ada sejenis ‘mudik’.  Sama dengan kebiasaan di negara Timur Tengah, mudik cenderung dilakukan pada hari raya Idul Adha. Di sana perayaan hari besarnya bukan Idul Fitri tapi hari raya qurban tersebu.

Di India yang merupakan  negara dengan mayoritas penduduk beragama Hindu juga ada mudik. Tradisi ini dilakukan oleh penduduk India yang Muslim yang populasi juga mencapai lebih dari dua ratus juta. 

Namun sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragana Hindu, puncak mudik di sana terjadi pada pada saat perayaan "Diwali". Hari besar umat Hindu ‘Diwali’ memang dirayakan secara besar-besaran di negara tersebut.

Di Arab Saudi, juga ada mudik yang dilakukan pada hari Raya Idul Fitri. Seperti lazimnya di Indonesia, menjelang hari raya Idul Fitri, banyak perantau mulai pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Sedangkan rumah-rumah di kampung halaman juga dihias dan dekorasi dengan meriah. Berbagai festival juga kerap diselenggarakan di daerah-daerah sehingga perayaan Idul Fitri dan tradisi mudik di Arab Saudi menjadi sangat meriah.Misalnya ada festival budaya Arabia misalnya balap unta yang diselenggarakan setiap tahun di dekat Jeddah.

  • Keterangan foto: Bocah terlantar di Jakarta sebagai potret kemiskinan warga kota ini pada tahun 1947. (koleksi gahetna.nl)

                           ******

Alhasil, mudik itu fenomena dunia dengan berbagai ragamnya. Uniknya khusus orang Betawi di zaman dahulu mudik juga dipakai sebutan untuk orang pergi dari kampung ke kampungl lain, meski dengan jarak tak terlalu jauh dan masih di tanah Betawi.

Dan sebutan merantau bagi mereka juga pergi atau tinggal tak terlalu jauh dari orang tuanya, misalnya 'merantau' dari kampung yang ada di bilangan di Kebun Jeruk untuk merantau ke Condet. Atau mudik dari Condet ke Kebun Jeruk.

‘’Lu mau merantau ke mane tong,’’ tanya seorang babe ke anak lakinya.

‘’Ke condet be,’’ jawabnya.

‘’Ye ude kalo mudik di mari ye,’’ kata babenya lagi.

‘’Kalau dari condet ke kebon jeruk tu milir namanye be’’

‘’Oh iye ye.. Pitung dulu juga merantau atau milir ye dari Rawa Belong di dekat stasiun Palmerah ke Marunda ye”

Ya itulah mudik. Apa bedanya dengan balik kampung? Katenye sih menurut babe entu, mudik pan buat sementare, balik kampung untuk selamanye. Ah ude de, rungsing pale gue...!

Koloniale geschiedenis. Indonesië (voorheen Nederlands-Indië): Indonesische bedienden met hun kinderen. Jakarta (Batavia), Java, 1890-1910.

  • Keterangan Foto: Para pembantu atau pelayan Indonesia dengan anak-anak mereka di Jakarta (Batavia), Jawa, 1890-1910. Mereka jelas punya kebiasaan 'mudik' atau pulang kampung di kala Lebaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement