REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Sebanyak 800 tenaga medis RSUD Kota Bogor telah mengikuti rapid test (tes cepat) Covid-19. Hasilnya, 51 di antaranya dinyatakan reaktif (positif) corona atau Covid-19.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Kota Bogor, Ilham Chaidir menjelaskan, 51 tenaga medis tersebut baru mengikuti rapid test. Karena itu, dia menegaskan, mereka harus ditindaklanjuti dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) swab.
"Agak diluruskan ya, yang benar adalah dari 800 yang diperiksa rapid test 51 nakes (tenga medis) hasilnya reaktif, besok kita cek PCR swab. InsyaAllah Jumat sudah ada hasilnya," kata Ilham saat dikonfirmasi, Selasa (21/4).
Ilham menegaskan, hasil rapid test belum dapat dijadikan patokan untuk mendiagnosa pasien positif atau negatif Covid-19. Pasalnya, banyak kasus yang ditemukan bahwa hasil rapid test tidak akurat. "Banyak yang reaktif false. Jadi harus dikonfirmasi swab dua kali. Semoga negatif semua ya," kata Ilham.
Ilham menjelaskan, rapid test masih menuai pro-kontra lantaran hasilnya menunjukkan false positive (positif palsu) dan false negative (negatif palsu). Karena itu, tegas dia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merujuk kesembuhan dan diagnosa terkiat Covid-19 menggunakan tes swab.
Meskipun demikian, dia menegaskan, akan mengkarantina para tenaga tenaga medis tersebut. Demikian, resiko persebaran Covid-19 dapat lebih diminimalisir. "Jadi masih belum bisa dikatakan positif Covid-19. Namun kita lakukan karantina," ucap dia.
Ilham menambahkan, jika hasil swab tenga medis positif, mereka bisa saja terpapar saat merawat orang tanpa gejala (OTG). Bahkan bisa saja, lanjut dia, mereka terpapar di luar aktivitas tenaga medis.
"Di luar atau ketika pulang, karena pasti di Kota Bogor sudah red zone (zona merah). Jadi banyak ODP (orang dalam pemantauan) dan OTG. Makanya kenapa PSBB sangat penting dilakukan dan dipatuhi," tegas dia.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim tak terkejut dengan adanya hasil reaktif positif Covid-19 usai rapid test. Dedie menyatakan, hasil tersebut harus dibuktikan dengan tes swab. "Masih perlu ditindaklanjuti dengan swab test," ucap Dedie.
Dedie menambahkan, kasus petugas medis Kota Bogor bisa saja mirip dengan kejadian yang dialami di Jawa Tengah lantaran pasien tak jujur sehingga menularkan para tenaga medis dan non medis rumah sakit. Karena itu, Dedie menyatakan, kejujuran pasein terkait Covid-19 sangat menentukan persebaran Covid-19, termasuk penularan terhadap tenaga medis.
"Menurut Gubernur (Jawa Tengah) setiap pasien harus jujur dengan kondisi medisnya saat berhadapan dengan petugas front liner," ucap dia.
Saat ini, Dedie menyatakan, perlakuan kepada tenga non medis dan medis rumah sakit agak berbeda dengan pekerja dan ASN bidang lain. Sebab, ditengah pandemi Covid-19 tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk menangani pasien. "Karena itu, rencananya RSUD, kita fokuskan untuk tangani Covid-19 dan mengurangi rawat jalan (pasien) non Covid-19," kata Dedie.