Selasa 21 Apr 2020 17:51 WIB

Pelonggaran Karantina Bukan Berarti Corona Sudah Berakhir

WHO mengingatkan pandemi corona masih akan terus berlangsung.

Warga mengenakan masker dalam toko buku di Roma, Italia, Senin (20/4). Italia secara perlahan mulai mengangkat kebijakan karantina atau lockdown setelah kasus corona menurun.
Foto: EPA-EFE/Angelo Carconi
Warga mengenakan masker dalam toko buku di Roma, Italia, Senin (20/4). Italia secara perlahan mulai mengangkat kebijakan karantina atau lockdown setelah kasus corona menurun.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Rizky Jaramaya, Puti Almas, Antara

Tren penurunan kasus Covid-19 di sejumlah negara membuat kebijakan karantina atau lockdown akan diangkat. Italia, salah satu negara yang paling terdampak, akan mulai melonggarkan kebijakan lockdown.

Baca Juga

Pelonggaran bertahap di Italia diputuskan akhir pekan ini. Perdana Menteri Giuseppe Conte, Selasa (21/4), mengatakan perkiraannya Italia bisa mulai keluar dari kebijakan karantina total perlahan pada 4 Mei.

Karantina wilayah telah diberlakukan sejak 9 Maret dalam upaya menangani krisis akibat epidemi virus corona atau Covid-19. Pemberlakuan lockdown telah membuat sebagian besar kegiatan bisnis di Italia tutup dan orang-orang tidak diperbolehkan keluar dari rumah, kecuali ada tujuan penting.

Penghentian berbagai kegiatan menimbulkan gangguan serius bagi negara dengan ekonomi terbesar ketiga di zona euro itu.

"Andaikan saya bisa mengatakan, ayo kita buka lagi semuanya. Langsung. Kita buka mulai besok... Tapi keputusan seperti itu tidak bertanggung jawab. Akan membuat kurva penularan naik tanpa terkendali dan sia-sialah usaha kita selama ini," tulis Conte di Facebook.

"Kita harus bertindak atas dasar rencana (pembukaan kembali ) nasional, yang bagaimanapun harus melihat semua kekhasan di wilayah."

Setelah pemerintah pada 22 Maret menutup berbagai kegiatan bisnis yang dianggap tidak terlalu penting bagi rantai pasokan, semakin banyak pihak di kalangan industri yang meminta agar beberapa kegiatan dibuka lagi supaya bencana ekonomi bisa dicegah.

Conte mengatakan pelonggaran aturan pembatasan akan dilakukan berdasarkan kajian yang menyeluruh dan data keilmuan. Kelonggaran bukan untuk memenuhi pendapat sebagian kalangan masyarakat atau memenuhi permintaan menyangkut beberapa kategori produksi, perusahaan individual atau daerah-daerah tertentu.

Jumlah pengidap baru Covid-19 di Italia turun menjadi sebesar 2.256 orang pada Senin (20/4). Jumlah itu merupakan angka terendah dalam satu bulan belakangan ini, kata Badan Perlindungan Sipil. Angka kematian di Italia tercatat 24.114, tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dikutip dari Reuters.

Israel juga mulai mengangkat kebijakan lockdown. Ada beberapa langkah yang sudah diambil oleh PM Israel Benjamin Netanyahu terkait pelonggaran lockdown.

Dilansir dari Times of Israel, langkah tersebut di antaranya, meningkatkan proporsi bekerja mulai dari 15 persen hingga 30 persen. Lalu mengenalkan sertifikasi Purple Bagde di tempat kerja. Program ini mengharuskan tempat kerja untuk beroperasi harus melakukan upaya menjaga kesehatan pekerjanya. Seperti, keharusan penggunakan masker wajah, pengecekan temperatur, dan upaya sterilisasi rutin di tempat kerja.

Kebijakan lockdown yang dilonggarkan berarti sejumlah toko akan dibuka kembali di Israel. Tapi pengunjungnya tetap akan dibatasi. Semenyata mal dan pasar masih harus tetap ditutup.

Transportasi publik di Israel artinya mengalami penyesuaian saat lockdown diangkat. Pengangkatan kebijakan lockdown membuat warganya boleh berolahraga keluar rumah, jaraknya namun dibatasi hanya boleh 500 meter dari rumah.

Ibadah di tempat umum juga dibolehkan. Aturannya hanya boleh dilakukan dengan jarak dua meter antara satu dengan lainnya dan mengenakan masker.

Pelonggaran tersebut memberi lihat bahwa Israel melakukan pengangkatan lockdown secara berhati-hati. Langkah physical distancing masih terus dijunjung Israel sebagai upaya terbaik untuk menghindari penyebaran corona, dikutip dari Times of Israel.

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus kembali memperingatkan negara-negara yang hendak atau mulai melonggarkan penerapan karantina wilayah (lockdown). Menurutnya, tindakan tersebut bukan berarti epidemi Covid-19 telah berakhir.

"Kami ingin menekankan kembali bahwa pelonggaran pembatasan bukanlah akhir dari epidemi di negara mana pun," ujar Ghebreyesus saat pengarahan pers di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss.

Dia mengatakan lockdown dapat membantu menghilangkan panas dari epidemi suatu negara. "Tapi mereka tidak dapat mengakhirinya sendiri. Negara-negara sekarang harus memastikan mereka dapat mendeteksi, menguji, mengisolasi, dan merawat setiap kasus serta melacak setiap kontak," ucapnya.

Sebelumnya WHO telah menyarankan agar negara-negara tidak terlalu dini melonggarkan atau mencabut pembatasan sosial yang telah diterapkan untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun WHO menetapkan seperangkat kriteria jika sebuah negara hendak melakukan pelonggaran.

Terdapat enam poin yang harus dipenuhi. Pertama sebelum melonggarkan atau mencabut pembatasan sosial, sebuah negara harus mengonfirmasi bahwa penularan virus telah dikontrol. Kedua, negara harus memastikan sistem kesehatan mampu mendeteksi, menguji, mengisolasi, dan merawat setiap kasus Covid-19.

Ketiga, negara harus memastikan risiko wabah diminimalisasi, terutama di tempat seperti fasilitas kesehatan dan panti jompo. Keempat, negara harus menerapkan tindakan pencegahan di tempat kerja, sekolah, dan tempat penting lainnya.

Kelima, negara harus dapat mengelola risiko kasus impor Covid-19. Kemudian terakhir, negara harus sepenuhnya mendidik, melibatkan, dan memberdayakan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan 'norma baru' kehidupan sehari-hari.

WHO terus mengingatkan pandemi corona belum berakhir. Upaya sejumlah negara melonggarkan kebijakan karantina tidak bisa disebut bahwa corona sudah berakhir.

Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan situasi wabah bisa menjadi semakin buruk dibandingkan saat ini, di mana hingga sekitar 2,5 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan lebih dari 166 ribu kematian yang tercatat. Meski tidak menjelaskan secara rinci alasan dari dugaan tersebut, ia sempat merujuk pada penyebaran penyakit di Afrika, di mana sistem kesehatan negara-negara di benua tersebut belum berkembang.

“Percayalah pada kami, yang terburuk masih ada di depan. Mari mencegah tragedi, ini adalah virus yang masih belum dipahami banyak orang,” ujar Tedros, Selasa (21/4).

photo
Besaran dan Perincian Insentif Kartu Prakerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement