REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pandemi virus corona atau Covid-19 juga berdampak pada aktivitas guru mengaji konvensional di Kota Bandar Lampung. Sudah sebulan lebih, ibu-ibu di Perum Wana Asri, Kemiling, tidak dapat lagi bertatap muka di ruangan untuk belajar mengaji Alquran.
Herlina (52 tahun), guru ngaji di tempat itu, terpaksa menghentikan pertemuan tatap muka sejak Provinsi Lampung mulai mewabah Covid-19 yang ditandai seorang pasien di Kota Bandar Lampung terpapar positif. Anak sekolah diliburkan, pegawai bekerja di rumah, kegiatan majelis taklim di masjid juga ditiadakan sampai batas waktu tidak ditentukan.
Larangan kontak langsung atau menjaga jarak untuk menghindari penularan virus corona, menjadi hal terpenting. Apalagi, tidak mengetahui seseorang yang dihadapi membawa penyakit atau tidak, apakah dari keluarganya atau dari orang lain yang saling berunut riwayatnya.
Herlina menggantikan dengan mengaji lewat online atau daring (dalam jaringan). Dari 14 muridnya yang biasa mengaji sepekan tiga kali pada petang hari, hanya tujuh orang yang sanggup dan antusias melanjutkan belajar mengaji lewat handphone android. Sedangkan tujuh orang lainnya belum sanggup karena berbagai alasan.
Memang, tidak semua ibu-ibu yang belajar memiliki telepon android, apalagi memahami mengoperasikannya. Namun, dengan keinginan yang kuat, murid Herlina antusias tetap melanjutkan belajar mengaji meski tanpa bertemua langsung. Bagi yang tidak memiliki HP android, terpaksa meminjam telepon anaknya, dan sekaligus mengoperasikannya.
"Kami belajar ngaji menggunakan aplikasi skype bisa tujuh orang, kalau aplikasi zoom banyak yang tidak bisa menggunakannya. Sesekali juga menggunakan video call di grup WA (whatsapp)," kata Herlina, ibu dua anak tersebut, yang sehari-hari ibu rumah tangga, Senin (20/4).
Ia telah mengabdikan dirinya sebagai guru ngaji sejak lima tahun lalu. Saat itu, mengajar sebagai guru di Rumah Quran First Bandar Lampung. Setelah beberapa lama, atas permintaan beberapa ibu-ibu, ia melanjutkan mengajar mengaji mandiri di sebuah rumah warga Perum Wana Asri awal tahun 2017.
Menjadi pengajar Alquran secara mandiri di satu rumah dengan muridnya dari sedikit menjadi 14 orang. Bahkan, ada permintaan dari ibu-ibu lainnya untuk menambah murid lagi ia tidak sanggup sendirian, karena keterbatasan waktu dan fisik. "Yang mau belajar dari ibu-ibu ada saja, tapi kadang tidak sanggup lagi," ujarnya.
"Tidak terasa sudah tiga tahun saya mengajarkan Alquran kepada ibu-ibu. Ada yang masih terbata-bata sekarang lancar, ada yang sudah bisa baca tapi belum tahu tajwidnya, sekarang lumayan," kenangnya.
Selama mengajar dari awal, ia tidak menerima bayaran, apalagi mematok bayaran kepada anak muridnya. Namun, sebagai bentuk apresiasi muridnya yang memberikan infaq, yang ia terima. "Tidak ada bayaran, gratis. Kalau ada yang memberi saya terima, kalau tidak ada tidak mengapa," ujarnya.
Selain menjadi guru mengaji mandiri di rumah warga, Herlina membagi hari dan waktu sepekan tersebut untuk menjadi guru ngaji di sebuah Rumah Quran lainnya, juga tak jauh dari rumahnya. Di Rumah Quran tersebut ia memilik lebih dari 15 murid, dengan satu pertemuan berkisar 7-8 murid.
"Kalau di Rumah Quran lembaga jadi ada honornya. Satu pertemuan Rp 25 ribu, seminggu dua kali pertemuan," kata Herlina, istri seorang pegawai swasta.
Saat ini, semua pengajian yang ia jalani setelah dilakukan di rumah menggunakan telepon android, dihentikan total karena memasuki bulan Ramadhan 1441 H. "Saya harus fokus dengan ibadah Ramadhan, bulan penuh rahmat dan maghfiroh," ujarnya.