Rabu 15 Apr 2020 18:09 WIB

Sejak Awal, Muhammadiyah Tanggulangi Covid-19

Sejak 5 Maret 2020, langsung dibentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi virus corona atau Covid-19 yang melanda banyak negara termasuk Indonesia menjadi keprihatinan semua pihak. Berbagai upaya dilakukan guna menanggulangi penyebaran virus tersebut, tak hanya oleh pemerintah, melain­kan juga segenap elemen masyarakat.

 

Tak ketinggalan, Muhammadiyah mengerahkan elemen-elemen yang mereka miliki demi membantu pencegahan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Termasuk, mengerahkan RS-RS mereka di seantero Indonesia untuk menangani pasien Covid-19.

Seperti ditegaskan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, sejak awal pandemik Covid-19 merebak, pihaknya sudah mengajak masyarakat ikut jadi pejuang melawan wabah itu. Ia melihat, tenaga medis dan rumah sakit sebagai benteng terakhir perlawanan.

"Jika para tenaga medis tersebut berguguran, maka tidak ada lagi yang dapat diharapkan untuk membendung wabah global yang telah menelan banyak korban, termasuk di Indonesia tersebut," kata Haedar, Senin (13/4).

Ia menekankan, ikut melakukan usaha-usaha untuk memutus rantai penularan merupakan tindakan yang hebat dan mulia. Karenanya, Muhammadiyah sejak 5 Maret 2020 lalu langsung membentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC).

Awalnya, papar dia, gugus tugas ini ditugaskan menyiapkan Rumah Sakit Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (RSMA) agar siap menerima pasien gejala-gejala Covid-19. Tapi, MCCC ternyata mampu dibentuk sampai tingkatan provinsi, kabupaten, dan kota.

Inisiasinya, Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, MCCC memiliki cakupan yang makin luas, tidak cuma memersiapkan RS-RS dalam penanganan pasien-pasien Covid-19.

MCCC juga membuat panduan pencegahan Covid-19. Kemudian, panduan itu diterjemahkan majelis-majelis dan lembaga-lembaga lewat imbauan dan tuntutan kepada warga persyarikatan dan Amal Usaha Muham­madiyah (AUM) untuk menerapkan pencegahan.

Selain itu, jelas Haedar, MCCC turut bermitra dengan gugus tugas Covid-19 pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Untuk memperluas edukasi, materi dihadirkan pula lewat info­grafis, artikel, video, dan dialog lewat televisi dan radio.

Agenda seperti rapat-rapat dan dialog-dialog dominan secara daring karena tuntutan social dan physical distancing. Kegiatan bersifat tatap muka dan harus langsung secara fisik terbatas seperti disinfeksi AUM dan tempat umum.

Sejak MCCC dibentuk, jumlah RSMA yang ditunjuk melakukan penanganan pasien Co­vid-19 terus bertambah. Diawali 15 rumah sa­kit, ditambah menjadi 20 dan 35, kini sudah ada 64 RSMA yang diamanatkan tangani pa­sien-pasien Covid-19.

Dikomandoi MCCC, pengoperasian RSMA-RSMA itu ada di bawah koordinasi Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah. Menghadapi kelangkaan APD dan lonjakan biaya, disiasati Muhammadiyah dengan proposal penggalangan dana.

MPKU turut memersiapkan RSMA yang tangani Covid-19 dengan pelatihan khusus agar tenaga kesehatan siap. Mulai simulasi penanganan pasien, pemakaian dan pelepasan APD lengkap, rukti jenazah, dan teknik dekontaminasi ruangan.

Lalu, pelatihan pengambilan sampel swab tenggorokan, skrinning dan deteksi ini, pendampingan rohani, dan pelatihan manajemen stres. Antisipasi, mereka lakukan pemeriksaan radiologi thorax sesuai indikasi, rapid test dan swab.

Pemaknaan semua gerakan Muhammadiyah ‘Aisyiyah tersebut merupakan wujud dari tauhid, iman, takwa, dan amal shaleh yang bersifat kontekstual. Dapat diartikan, usaha langit yang membumi.

Pemakaman jenazah

Pada bagian lain, Haedar turut menyayangkan penolakan jenazah pasien Covid-19. Ia menegaskan, pasien meninggal akibat Covid-19 merupakan saudara kita semuanya yang harus diperlakukan dengan penuh penghormatan.

"Mereka berhak dimakamkan di manapun di negerinya sendiri. Bumi ini di manapun merupakan milik Allah SWT untuk kepentingan bersama umat manusia," kata Haedar.

Ia menekankan, jenazah korban Korona atau Covid-19 bahkan karena darurat kesehatan dimakamkan secara terbatas tanpa diantar keluarga dan kerabat. Karenanya, Haedar menegaskan jika mereka layak diperlakukan de­ngan mulia.

Haedar menuturkan, Tarjih Muhammadiyah menilai pasien Covid-19 meninggal dunia sebelumnya telah berikhtiar dengan penuh keimanan untuk mencegah dan atau mengobatinya. Jadi, mendapat pahala seperti pahala orang mati syahid.

Ia mengingatkan, Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda orang syahid itu ada lima. Terkena wabah penyakit, karena sakit dalam perutnya, tenggelam, tertimpa reruntuhan bangunan, dan orang syahid di jalan Allah.

Untuk itu, jika pemerintah dan pihak-pihak terkait telah tetapkan makam bagi jenazah Covid-19 sesuai protokol, sebaiknya warga tidak menolak penguburan. Apalagi, meminta jenazah yang sudah dimakamkan dibongkar dan dipindahkan. “Hal itu tidak mencerminkan umat beragama dan warga bangsa yang cinta sesama," ujar Haedar.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pada 31 Maret 2020 telah pula mengeluarkan Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19 berisikan 19 keputusan-keputusan. Di antaranya, tentang pasien Covid-19 yang meninggal.

Lalu, usaha aktif pencegahan sebagai jihad, pengobatan sebagai ikhtiar yang jadi kewajiban, perenggangan sosial, shalat lima waktu, ibadah di rumah dan di luar rumah, pemberian layanan medis, shalat Jumat dan tentang azan.

Selain itu, mencakup pelaksanaan ibadah-ibadah selama Ramadhan dan Syawal, tentang zakat, infak dan sedekah, menggalakkan perbuatan baik dan tolong menolong, perawatan jenazah, sampai anjuran ibadah-ibadah selama wabah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement