Selasa 14 Apr 2020 21:30 WIB

Pengamat: Pemerintah Pelru Petakan Penerima Program Bantuan

Dampak dari wabah Covid-19 ini juga dirasakan oleh kelompok menengah.

[Ilustrasi] Warga menunjukan bantuan paket perlengkapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dari Palang Merah Indonesia (PMI) di kawasan Cempaka Putih Barat, Jakarta, Senin (13/4/2020). PMI Pusat secara bertahap akan membagikan 500 ribu bantuan paket PHBS dan melakukan penyemprotan disinfektan untuk membantu masyarakat yang terdampak COVID-19 agar bisa menerapkan hidup bersih dan sehat selama pandemi
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
[Ilustrasi] Warga menunjukan bantuan paket perlengkapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dari Palang Merah Indonesia (PMI) di kawasan Cempaka Putih Barat, Jakarta, Senin (13/4/2020). PMI Pusat secara bertahap akan membagikan 500 ribu bantuan paket PHBS dan melakukan penyemprotan disinfektan untuk membantu masyarakat yang terdampak COVID-19 agar bisa menerapkan hidup bersih dan sehat selama pandemi

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim mengatakan pemerintah sudah melakukan beberapa langkah untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, ia menyarankan, pemerintah memetakan penerima program bantuan sebagai dampak dari penyebaran Covid-19. 

"Sudah ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Pemerintah kan sudah membuat stimulus fiskal yang isinya memang membantu mengatasi situasi ini dengan yang namanya jaring pengaman sosial atau social safety net," katanya di Solo, Selasa (14/4).

Baca Juga

Menurut dia, yang menjadi persoalan adalah jaring pengaman sosial tersebut selama ini basisnya seperti Program Keluarga Harapan (PHK). Masing-masing keluarga miskin memperoleh bantuan uang sebesar Rp 600 ribu/bulan.

"PKH ini diteruskan bagus tetapi sebenarnya ini yang terkena tidak hanya kelompok yang paling bawah," katanya.

Ia mengatakan dampak dari wabah Covid-19 ini juga dirasakan oleh kelompok menengah, termasuk karyawan perusahaan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "Maka di sini pemerintah seharusnya membuat hotline khusus agar data didapatkan, kemudian dapat dipetakan, dan dana bantuan dapat tepat sasaran," kata dia. "Dalam hal ini kelompok-kelompok masyarakat yang seperti ini segera melapor ke pemerintah, ke Dinas Sosial, ke BPS sehingga didata semua, kemudian dipetakan, lalu dana-dana yang dari Jakarta itu dikumpulkan untuk dibagi ke mereka nantinya," katanya.

Ia mengatakan pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga dapat mengambil peran. "Apabila database yang dibuat pemerintah akurat dan solid akan lebih mudah ke depannya. Kelompok masyarakat yang peduli seperti LSM dan gerakan kampus dapat ikut mengambil peran," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, pandemi COVID-19 dapat menyebabkan resesi di Indonesia. "Situasi global memang begini dan memang prediksinya kalau sampai akhir tahun tetap seperti ini, maka ekonomi kita akan terjadi resesi. Pertumbuhan bisa di bawah 1 persen bahkan bisa 0 persen. Meski demikian, jika pandemi COVID-19 hanya sampai bulan Juni, maka Juli sudah bagus, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan oleh Kementerian Keuangan bisa mencapai 2,3 persen," katanya.

Karena itu, ia menilai pada masa-masa sulit seperti ini Negara harus langsung turun tangan. Apalagi, dikatakannya, saat ini banyak persoalan yang muncul di masyarakat.

"Tujuannya adalah agar masyarakat tidak dibiarkan saja dan mengalami kebingungan. Kuncinya negara hadir, jangan sampai masyarakat dibiarkan begini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement