Senin 13 Apr 2020 14:41 WIB

'Pasal Jerat Penghalang Pemakaman Pasien Corona tak Tepat'

Dia tidak sepakat juga jika harus setiap persoalan digunakan hukum pidana.

Anggota TNI Korem 074/Warastratama mempraktekan prosedur memakai dan melepas alat pelindung diri (APD) saat pelatihan menggunakan APD di Rumah Sakit Tentara (RST) Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Senin (13/42020). Kegiatan pelatihan yang diikuti perwakilan Kodim Soloraya tersebut untuk memberikan pengetahuan cara penggunaan APD dengan benar dalam rangka menyiapkan personil TNI membantu penanganan pemakaman jenazah suspect COVID-19.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Anggota TNI Korem 074/Warastratama mempraktekan prosedur memakai dan melepas alat pelindung diri (APD) saat pelatihan menggunakan APD di Rumah Sakit Tentara (RST) Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Senin (13/42020). Kegiatan pelatihan yang diikuti perwakilan Kodim Soloraya tersebut untuk memberikan pengetahuan cara penggunaan APD dengan benar dalam rangka menyiapkan personil TNI membantu penanganan pemakaman jenazah suspect COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Riau, DR Erdianto Effendy SH, MHum berpendapat kurang tepat pihak kepolisian menerapkan pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 dan pasal 212 dan pasal 214 KUHP terkait aksi warga yang menolak pemakaman korban COVID-19.

"Sebab pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 menyasar orang yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Apakah proses pemakaman bagian dari kegiatan penanggulangan wabah," kata Erdianto, Senin (13/4).

Tanggapan tersebut disampaikannya terkait seorang perawat berusia 38 tahun yang bekerja di RSUP Kariadi, Semarang, meninggal dunia. Perawat tersebut sebelumnya dinyatakan positif Covid-19. Pemakaman perawat itu sempat ditolak oleh warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, hingga akhirnya dipindahkan.

Menurut dia, pasal berikutnya yang juga terkait penerapan Pasal 212 menyasar mereka yang melawan petugas, apakah menolak proses pemakaman dapat ditafsir melawan petugas. Ia mengakui dirinya tidak sepakat juga jika harus setiap persoalan digunakan hukum pidana, karena tidak semua persoalan kehidupan harus diselesaikan dengan hukum pidana.

"Sebaiknya dalam kasus-kasus penolakan pemakaman pasien positif COVID-19 diselesaikan dengan sarana lain seperti pemahaman agama dan nilai-nilai Pancasila untuk menghormati kemanusiaan," kata dia.

Sebelumnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merasa kaget saat mendengar informasi terkait sekelompok warga Ungaran menolak pemakaman jenazah perawat positif Covid-19 di Ungaran, daerah Sewakul, Kabupaten Semarang, Kamis (9/4).

Selain meminta maaf atas kasus penolakan jenazah perawat positif Covid-19 di Semarang itu, Ganjar juga tidak ingin peristiwa penolakan pemakaman jenazah tersebut kembali terulang.

Apalagi perawat, katanya, merupakan pahlawan kemanusiaan yang rela berkorban dan harus dihormati jasa perjuangannya. Ganjar juga mengingatkan bahwa Majelis Ulama pun sudah berfatwa bahwa mengurus jenazah itu wajib hukumnya, sedangkan menolak jenazah itu dosa.

"Semestinya kita memberi hormat dan penghargaan kepada seluruh tenaga medis di mana pun berada serta mendoakan agar mereka selalu diberikan kekuatan dan kesehatan," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement