REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sebagian besar pekerja di Jakarta dan kota satelit menerapkan bekerja dari rumah (work from home/WFH). Akibatnya, volume sampah rumah tangga meningkat.
Hal itu salah satunya terjadi di Kota Depok. Sampah rumah tangga mengalami penambahan volume 100 ton per hari.
"Peningkatan jumlah sampah ada semenjak kebijakan WFH," kata Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, Iyay Gumelar di Kantor DLHK Kota Depok, Senin (13/4).
Peningkatan volume sampah rumah tangga disebabkan oleh aktivitas masyarakat lebih banyak di rumah. Sehingga produksi sampahnya juga tidak seperti hari-hari biasanya.
"Sebelum pendemi Covid-19, sampah rumah tangga di Kota Depok dalam sehari 600 ton, namun setelah masyarakat menjalankan WFH dalam sehari mencapai 700 ton," ungkap Iyay.
Menurut Iyay, setiap hari ada 1.400 ton sampah warga Depok yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung. Namun, kondisi TPA Cipayung sudah overload dan solusinya adalah dengan pemindahan pembuangan sampah ke TPA Regional Lulut-Nambo di Kabupaten, Bogor, Jawa Barat yang sudah direncanakan sejak 2018 lalu.
"Kondisi ini sudah overload, makanya kita sangat berharap sekali segera dapat melakukan pemindahan pembuangan sampah ke TPA Regional Lulut-Nambo. Tapi kembali tertunda karena situasi pandemi Covid-19. Mungkin pembahasan akan dilanjutkan usai pandemi Covid-19 berlalu," jelasnya.
Dia mengutarakan, pihaknya saat ini melakukan pengurangan volume sampah dengan memanfaatkan bank-bank sampah dan UPS (Unit Pengelolaan Sampah) yang ada di Kota Depok. Tercatat ada 600 bank sampah dan 32 UPS yang aktif di Kota Depok. "Keberadaan bank sampah dan UPS bisa mengurangi sampah 20 persen dari jumlah yang akan dibuang ke TPA Cipayung," terang Iyay.