Senin 13 Apr 2020 11:05 WIB

Permenhub Soal Ojek Daring Diminta Direvisi

Tanpa penindakan hukum, pelaksanaan PSBB menjadi tidak ada gunanya.

Petugas Satpol PP memberikan imbauan kepada pengemudi ojek daring saat giat Patroli Praja Peduli pada hari kedua berlangsungnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Kalibata, Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Satpol PP Jakarta Selatan melaksanakan giat patroli tersebut bertujuan untuk pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Petugas Satpol PP memberikan imbauan kepada pengemudi ojek daring saat giat Patroli Praja Peduli pada hari kedua berlangsungnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Kalibata, Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Satpol PP Jakarta Selatan melaksanakan giat patroli tersebut bertujuan untuk pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengimbau pemerintah mencabut dan merevisi Permenhub Nomor 18 tahun 2020. Menurut dia, regulasi terkait angkutan roda dua dalam peraturan tersebut berbenturan dengan peraturan lain yang juga telah diterapkan pemerintah berkenaan dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Dalam pelaksanaan di daerah PSBB seperti DKI Jakarta, jelas permenhub ini sesat karena membuat pelaksanaan Pergub No 33 Tahun 2020 bermasalah dan membuat aparat menjadi ambigu dalam melakukan penindakan hukum," kata dia, Ahad (12/4).

Keputusan pemerintah melalui berbagai kebijakan, seperti UU No 6 Tahun 2018, Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2020, Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2020, Peraturan Menteri Perhubungan No 18 Tahun 2020, Peraturan Gubernur DKI No 33 Tahun 2020, sudah cukup untuk sementara di tengah keterlambatan dan kepanikan pemerintah yang seharusnya tidak perlu terjadi. Dia berpendapat autran tersebut sudah membuat penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta berjalan baik selama tiga hari ini. Terlebih, kebijakan itu juga disusul oleh wilayah penyangga lain di sekitar DKI Jakarta.

Menurut dia, PSBB sebagai perluasan pembatasan jaga jarak diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai langkah positif pemerintah. Dia mengatakan, permenhub tersebut saling berbenturan dengan peraturan menteri kesehatan. Dia mengungkapkan, penjeblosan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh plt menteri perhubungan melalui peraturan menteri perhubungan. Pasal 11 ayat (1) huruf d menyebutkan: “dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan ............” Menurut dia, hal ini sangat menyesatkan.

"Sementara, di pasal 11 ayat (1) huruf c: 'angkutan roda dua (2) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang'," katanya.

Di lain sisi, peraturan menteri perhubungan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (10) huruf a yang menyatakan penumpang kendaraan umum maupun pribadi harus mengatur jarak. Peraturan Menteri Perhubungan No 18 Tahun 2020 jelas juga melanggar UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Peraturan menteri perhubungan ini juga melanggar PP No 21 Tahun 2020.

Dia mengatakan, padahal tanpa penindakan hukum, pelaksanaan PSBB menjadi tidak ada gunanya. Pasalnya, penularan Covid-19 masih dapat berlangsung melalui angkutan penumpang kendaraan roda dua, baik komersial maupun pribadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement