REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut berencana membantu warganya yang terjerat utang ke bank emok, istilah yang populer di Jawa Barat untuk rentenir. Warga yang memilik utang ke bank emok diminta melapor ke ketua rukun warga (RW) atau rukun tetangga (RT) setempat.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan dana sekira Rp 10 miliar untuk membantu warga yang terjerat bank emok. Warga yang terjerat utang ke bank emok akan segera didata dan mendapat bantuan untuk pelunasan utang.
"Kita tentukan untuk yang pinjam maksimal Rp 1 juta," kata dia saat dihubungi wartawan Rabu (8/4).
Ia menjelaskan, mekanisme penyerahan bantuan itu akan dilakukan jika warga yang terjerat utang sudah melapor ke RT atau RW. Nantinya, rentenir yang memberi pinjaman dan hendak menagih, dapat menghubungi camat setempat. Setelah dikroscek dan dicatat di atas materai, utang warga akan langsung dibayar.
Helmi mengatakan, hingga saat ini belum ada data pasti jumlah warganya yang terjerat utang ke bank emok. Karena itu, saat ini pihaknya terus melakukan pendataan.
Ia mengimbau, warga tak lagi mudah untuk meminjam uang ke bank emok. Sebab, bank emok berstatus ilegal dan memiliki bunga pinjaman yang besar.
"Banyak sekali yang terjerat. Tapi kita belum dapat jumlah pastinya mangjanya ingin kita data," kata dia.
Ke depannya, warga yang membutuhkan uang meminjam ke bank resmi atau lembaga yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut dia, meminjam ke lembaga resmi dapat lebih terjamin keamanannya.
Program Pemkab Garut itu diapresiasi sejumlah pihak. Namun, persoalan teknis penyaluran bantuan itu dikritisi sejumlah pejabat RW dan desa di Kabupaten Garut.
Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pasawahan, Kecamatan Tarogong Kaler, Sigit Zulmunir menilai kebijakan itu tidak memiliki konsep yang jelas. Menurut dia, selama ini pemerintah hanya berbicara di media tanpa menjelaskan teknisnya kepada pihak desa.
"Pemerintah jangan hanya pencitraan akan memberikan bantuan tapi teknisnya tidak disampaikan. Orang di desa jadi pusing karena instruksinya tidak jelas," kata dia.
Ia mencontohkan, berbagai program Pemkab Garut menanggulangi pandemi corona misalnya, mulai dari dana gotong royong per RW, bantuan bagi ODP, pembagian masker gratis, hingga pembentukan gugus tugas Covid-19 tingkat desa, tak ada yang jelas petunjuk teknisnya. Alhasil, banyak warga yang datang ke desa untuk menagih bantuan, tapi nyatanya anggaran dari pemerintah belum turun.
"Mohon pemerintah jangan bikin kegaduhan baru. Kalau mau kasih bantuan, langsung saja. Jangan ngomong didahulukan, tapi buktinya tidak ada," kata dia.
Sementara itu, Ketua RW 19, Desa Godog, Kecamatan Karangpawitan, Ridwan Mustopa mengapresiasi sejumlah Pemkab Garut yang ada. Namun, dari sejumlah program yang baik, banyak yang akhirnya tak juga berjalan.
Ihwal rencana pemerintah membayar utang warga ke bank emok, menurut dia, petunjuk teknisnya juga belum jelas. "Pendataannya mesti bagaimana? Nanti malah pengurus yang disalahkan karena tidak tepat dalam mendatanya," kata dia.