REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Dessy Suciati Saputri, Muhammad Nursyamsi
Indonesia masuk dalam daftar negara dengan rasio tes Covid-19 sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah total penduduk. Berdasarkan data yang dirilis situs Worldmeter, dari setiap satu juta penduduk, Indonesia hanya menguji 36 orang.
Posisi Indonesia hanya lebih baik dari Ethiopia, Bangladesh, dan Nigeria. Dari setiap satu juta penduduk, Ethiopia melakukan tes Covid-19 terhadap 16 warga.
Sementara, Bangaldesh hanya melakukan pengujian terhadap 18 warga dan Nigeria sebanyak 19 warga. Sebagai perbandingan, Worldmeter menyajikan data pengujian yang dilakukan Korea Selatan (Korsel), Singapura, dan Malaysia.
Dari setiap satu juta penduduk, Korsel melakukan tes Covid-19 terhadap 8.996 orang. Sedangkan, Singapura menguji 6.666 warga dan Malaysia 1.605 warga
The Straits Times sempat mewawancarai juru bicara Pemerintah Indonesia untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengenai kecilnya tingkat pengujian Covid-19 di Tanah Air. Dia mengatakan, pemerintah tidak melakukan pengujian berdasarkan ukuran populasi.
"Tapi berdasarkan penelusuran kontak kasus positif serta berdasarkan kunjungan ke fasilitas kesehatan oleh orang-orang dengan gejala Covid-19," ucap Yuri, dilaporkan pada Senin (6/4).
Yuri mengatakan, pemerintah juga telah melakukan tes cepat Covid-19. Namun jumlah tersebut, dan jumlah tes konfirmasi setelah prosedur terkait, tidak menambah penghitungan nasional Covid-19.
Dia menekankan bahwa tes cepat, yang tidak seampuh tes reaksi rantai polimerase standar (PCR), digunakan hanya untuk membantu penyaringan awal orang-orang yang mungkin terinfeksi Covid-19. Mereka yang melakukan tes cepat dan hasilnya negatif, harus mengulang prosedur setelah periode waktu tertentu.
Sementara, siapa pun yang melakukan tes cepat dan hasilnya positif, harus dikonfirmasi menggunakan tes PCR. Per 6 April, Indonesia memiliki 2.491 kasus Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 209 jiwa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal pekan ini meminta agar pelaksanaan tes PCR dan juga rapid test dapat diprioritaskan kepada masyarakat yang berisiko tinggi. Baik tenaga kesehatan dan juga masyarakat yang masuk dalam ketegori PDP maupun ODP.
“Saya betul-betul minta agar tes PCR, pelaksanaan rapid test ini diberikan prioritas untuk orang-orang yang berisiko tinggi. Baik itu dokter dan keluarganya sekali lagi, untuk yang PDP, untuk yang ODP,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas laporan tim gugus tugas covid-19, Senin (6/4).
Jokowi juga meminta agar pemeriksaan tes untuk mendeteksi adanya virus corona yang dilakukan di laboratorium-laboratorium dilakukan secara cepat. Sehingga, dapat segera diketahui siapa saja yang positif terjangkit virus ini.
“Sekali lagi kecepatan pemeriksaan di laboratorium agar didorong lagi, ditekan lagi agar lebih cepat. Dan kita harapkan dengan kecepatan itu kita bisa mengetahui siapa yang telah positif, dan siapa yang negatif,” ucapnya.
Sudah datang alat Lab Test PCR - Roche Swiss dgn kapasitas 10.000 test PCR/hari, 1 alat pcr utk 500 test/day, dan didistribusikan ke 12 Propinsi #BersatuMelawanCovid19 @BNPB_Indonesia @KemenkesRI @KemenBUMN pic.twitter.com/WI0dtTJZ2F
— Agus Wibowo (@aw3126) April 7, 2020
Alat tes impor
Untuk memperbanyak dan memperluas jangkauan tes, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja mendatangkan PCR atau alat tes swab untuk Covid-19 dari perusahaan farmasi asal Swiss, Roche. Satu alat tes swab asal Swiss tersebut telah tiba di Indonesia pada Selasa (7/4).
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan satu alat PCR yang sudah tiba akan diberikan kepada RS Pertamina Jaya yang difungsikan sebagai RS khusus penanganan Korona. Sementara 17 PCR lainnya yang awalnya akan tiba akhir bulan ternyata sudah tiba hari ini.
Erick akan mendistribusikan 17 PCR lainnya ke sejumlah RS BUMN yang ada di daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan daerah lain yang membutuhkan.
"Yang satu ini diuji coba dulu di sini (RS Pertamina Jaya). Tujuh belas lagi nanti akan didistribusikan bersama Gugus Tugas Penanganan Korona ke sejumlah daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua. seperti Jatim, Jateng, Jabar, dan lain-lain," ujar Erick di Jakarta, Rabu (8/4).
Erick menilai, keberadaan alat tes swab sangat penting dalam mendeteksi pasien yang terpapar virus Covid-19. Erick mengatakan masih banyak RS di daerah yang belum memiliki alat tersebut. Erick juga telah mendapatkan rekomendasi dari para ahli mengenai kualitas alat tes swab dari Swiss. Hal ini untuk mendapatkan kualitas terbaik.
Di kesempatan lain, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan alat PCR mempunyai tingkat presisi yang jauh lebih akurat untuk mendeteksi virus Covid daripada rapid test. Arya menyebut terdapat dua alat RNA Extractor Automatic dengan total kapasitas 1.000 spesimen per hari yang sudah berada di Indonesia.
Dengan demikian, satu alat memiliki kapasitas 500 spesimen per hari. Selain itu, kata Arya, BUMN juga telah mendatangkan 18 lightcycle untuk detector PCR dengan kapasitas 500 tes per hari.
"Dengan alat ini kalau sudah terinstal (semua) maka satu hari akan bisa mencapai 9 ribu sampai 10 ribu tes per hari. Kecepatan mengetahui positif atau negatif juga sangat tinggi," kata Arya.
Dengan begitu, lanjut Arya, bisa mencapai 300 ribu tes per bulan. Arya berharap tambahan alat PCR yang didatangkan BUMN dapat membantu percepatan pendataan masyarakat yang positif terpapar virus corona. Arya menyampaikan upaya BUMN mendatangkan alat tes swab merupakan perintah dari Presiden Jokowi.
"Kita tahu saat ini di dunia, hampir semua negara 'bertempur' mencari alat, obat, bahan baku, dan PCR tentu yang paling banyak dicari karena bisa mengetahui positif atau tidak," ungkap Arya.