Selasa 07 Apr 2020 04:19 WIB

Pemerintah Perlu Antisipasi Jika Terjadi Panic Buying

Masyarakat melakukan panic buying sebagai respons kemungkinan terjadinya lockdown

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Warga mengantre untuk membeli beras dan gula pasir saat digelar operasi pasar murah di halaman Kantor Bulog Divre Jatim, Surabaya, Jawa TImur, Sabtu (21/3/2020). Pasar murah tersebut digelar guna mengantisipasi adanya
Foto: Antara/Zabur Karuru
Warga mengantre untuk membeli beras dan gula pasir saat digelar operasi pasar murah di halaman Kantor Bulog Divre Jatim, Surabaya, Jawa TImur, Sabtu (21/3/2020). Pasar murah tersebut digelar guna mengantisipasi adanya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah perlu mengantisipasi jika fenomena panic buying atau belanja berlebihan hingga pada tahap selanjutnya terus terjadi di tengah pandemi Covid-19. Pernyataan ini disampaikan peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti.

Menurut Ira, pascadikonfirmasinya dua pasien pertama yang positif tertular Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo, krisis ini telah menimbulkan banyak kekhawatiran di masyarakat. Salah satu dampak dari kekhawatiran ini adalah fenomena panic buying.

Baca Juga

"Masyarakat sebagai konsumen melakukan panic buying sebagai respons dari adanya kemungkinan lockdown atau karantina wilayah dan ketidakpastian ketersediaan barang di pasar," kata Ira di Jakarta, Senin (6/4).

Ira menyebutkan berdasarkan riset Nielsen, ada beberapa tahap panic buying atas pandemi Covid-19. Tahap I dan II merupakan kondisi kepanikan untuk membeli produk kesehatan dan perlindungan diri seperti suplemen kesehatan, masker, dan hand sanitizer.

Kelangkaan barang-barang tersebut di pasar akibat panic buying telah menyebabkan kenaikan harga sampai 10 kali lipat di banyak kota di Indonesia. Contohnya seperti Depok, Denpasar, Jakarta, Medan, Pontianak, Samarinda, Purwakarta, dan di hampir seluruh kota di Indonesia.

Fase berikutnya yaitu Tahap III juga dialami Indonesia di mana konsumen menyasar bahan makanan dan produk kesehatan. Indonesia harus siap kalau Tahap IV terjadi.

"Pada tahap ini, ketersediaan barang baik online dan offline menipis. Hal ini harus diantisipasi oleh pemerintah dengan memastikan ketersediaan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat lewat perdagangan nasional maupun internasional," kata Ira.

Menyikapi kemungkinan krisis tersebut, pemerintah idealnya perlu fokus pada kebijakan yang mengutamakan ketersediaan barang di pasar. Pemerintah juga hendaknya mengutamakan kelancaran arus barang serta proses distribusinya.

Ira menambahkan pandemi Covid-19 paling merugikan masyarakat kalangan bawah. Hal ini juga dapat dilihat dari data harga pangan contohnya beras. Sejak 31 Desember 2019, tidak ada perubahan harga di pasar modern pada beras kualitas bawah II maupun super I yang masing-masing masih Rp 15.650 per kilogram dan Rp 20.750 per kilogram (data 06 April 2020).

Namun ada kenaikan harga cukup signifikan di pasar tradisional. Sejak 31 Desember hingga hari ini, beras kualitas bawah II naik 6,51 persen sedangkan beras kualitas super I naik 5,50 persen. "Hal ini menunjukkan konsumen pasar tradisional, terutama yang mengonsumsi barang inferior, beras kualitas bawah II, lebih rentan terhadap perubahan harga," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement