Senin 06 Apr 2020 15:33 WIB

Polri Usut 18 Kasus Terkait Kebutuhan Pokok Selama Covid-19

Kasus tersebut terkait penimbunan dan kenaikan harga.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menangani sebanyak 18 kasus terkait bahan kebutuhan pokok selama merebak pandemi virus corona penyebab Covid-19 di Tanah Air. Kasus tersebut terkait penimbunan dan kenaikan harga.

"Satgas pangan sudah melakukan penyidikan 18 kasus baik itu penimbunan, meningkatkan harga Alat Pelindung Diri maupun yang lainnya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yowono saat konferensi pers "Penegakan Hukum Terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Pencegahan COVID-19" di Jakarta, Senin (6/4).

Baca Juga

Ia mengatakan dalam mengungkap kejahatan terkait bahan kebutuhan pokok tersebut, Polri bekerja sama dengan pemerintah daerah. Begitu mendapatkan adanya informasi penimbunan dan sebagainya, langsung ditindaklanjuti oleh Satgas pangan.

Selain penindakan di sektor bahan pokok, Polri juga terus aktif melakukan edukasi ke masyarakat luas. Tercatat sebanyak 26.695 edukasi terkait Covid-19 dilakukan di berbagai daerah.

"Publikasi Humas Mabes Polri ada 51.977 kegiatan," kata Argo.

Kemudian terkait pembubaran massa atau kerumunan masyarakat selama pandemi COVID-19, Polri mencatat sebanyak 10.873 kali dilakukan dan penegakan hukum (Gakkum) 18 orang di Polda Metro Jaya.

Argo mengatakan Polri juga aktif menindak dan menangani kasus hoaks atau informasi bohong sebanyak 76 kasus hingga 5 April 2020. Rinciannya enam kasus di Bareskrim dan Kalimantan Timur enam kasus.

Seterusnya Polda Metro Jaya 11 kasus, Kalimantan Barat (4), Sulawesi Selatan (4), Jawa Barat (6), Jawa Tengah (3) dan Jawa Timur 11 perkara. Di Lampung ada lima kasus, Sulawesi Tenggara (1), masing-masing tiga kasus di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Kepulauan Riau (1),Bengkulu dan Maluku masing-masing dua kasus.

Di NTB empat kasus, Sulawesi Tengah, Aceh, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Sulawesi Barat masing-masing satu kasus.

"Penyidik mempunyai wewenang tersendiri mengenai tersangka ditahan atau tidak di sana," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement