Sabtu 04 Apr 2020 15:07 WIB

DPR Minta Perppu Covid-19 tak Dimanfaatkan Penumpang Gelap

Penumpang gelap seperti memasukan usaha yang bermasalah sebelum wabah Covid-19.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengingatkan pemerintah agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 tak boleh dimanfaatkan oleh para penumpang gelap. Mekeng menekankan, paksanaan program ini harus dilakukan secara hati-hati dan aturan yang jelas, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun aturan pelaksananya. 

"Jangan sampai program ini dimanfaatkan oleh penumpang gelap (free rider) dengan mencari celah dan kesempatan untuk memasukan usahanya dalam program ini, padahal usaha tersebut memang sudah bermasalah sebelum wabah Covid-19 ini," kata Mekeng dalam keterangannya, Jumat (3/4).

Baca Juga

Mekeng khawatir ada pihak mencari celah dan kesempatan untuk memasukan usahanya dalam program yang mendapat keringanan dalam Perppu ini. Padahal, usaha tersebut memang sudah bermasalah sebelum wabah Covid-19 ini.

Menurut Mekeng, Perppu ini mengatur tentang program pemulihan ekonomi nasional dengan tujuan  melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya. 

Ia mengusulkan, agar program pemulihan berjalan dengan baik dan tepat, maka dalam melakukan program harus didampingi oleh independent financial advisor, baik lokal maupun asing. Hal itu untuk menutup celah bagi para penumpang gelap bermain curang dengan mengakali kinerja perusahaannya.

Ketua Komisi XI pada periode sebelumnya ini melihat Perppu yang diterbitkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk menaikan defisit anggaran sampai dengan titik 5,05 persen. Namun sebelum menggunakan alternatif menaikan defisit anggaran, pemeritah seharusnya melakukan realokasi dan pemotongan anggaran di Kementerian dan Lembaga (K/L). 

"Hal itu sebagai bentuk kebijakan pengetatan ikat pinggang dari pemerintah dan bukan ajang bagi pemerintah untuk jor-joran melakukan belanja yang tidak prioritas," ujarnya. 

Kendati demikian, Mekeng mengapresiasi langkah cepat dan tanggap dari pemerintah dengan menerbitkan Perppu tersebut. Penerbitan Perppu itu dinilainya sebagai suatu langkah pemerintah untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat serta usaha pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat wabah Covid-19.

"Isinya memberikan kelonggaran dan kepastian kepada pengambil kebijakan (stake holder) bahwa kebijakan yang diambil tidak dapat dipidanakan dan tidak merupakan objek gugatan dalam peradilan tata usaha negara," ujar politikus Partai Golkar itu. 

Dia menilai, klausul tersebut memberikan kepastian hukum dan keamanan serta kenyamanan bagi para pengambil keputusan di kemudian hari sehingga keputusan dapat diambil sesegara mungkin dan setepat mungkin. Hal ini mejadi penting agar di masa mendatang, bisa dilihat bahwa kebijakan yang diambil saat itu dalam kondisi tidak normal dan genting dan tidak membandingkan dengan kondisi normal.

"Namun tetap menjadi perhatian bagi pengambil keputusan bahwa keputusan yang diambil harus sesuai dengan norma umum, baik asaz kemanfaatan maupun azas kepatutan dengan tetap menjaga good governance dalam pengambilan keputusan," ujar Mekeng menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement