REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai Gubernur Jakarta Anies Baswedan berbicara dengan Wakil Pesiden Maruf Amin kemarin, kini giliran Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melakukan telekonferensi dengan Wapres, Jumat (3/4).
Dari komunikasi keduanya dengan Maruf, ada satu benang merah yang sama yakni jumlah positif Corona Covid-19 di lapangan bisa jauh lebih besar dari data yang diungkapkan oleh pemerintah.
Lewat sarannya ke Maruf Amin, Emil, sapaan akrab gubernur Jabar, berharap pemerintah pusat agar memperbanyak dan mempercepat tes masif kepada masyarakat. Hal itu penting untuk mengetahui seberapa jauh penyebaran Covid-19 di seluruh daerah.
Ia tidak yakin dengan sejumlah provinsi yang data positifnya kecil karena memang belum ada tes cepat. "Memperbesar pengetesan ini harus menjadi strategi nomor satu hari ini, kami tidak yakin provinsi lain terlihat kecil-kecil, menurut pandangan saya mereka belum rapid tes besar-besaran, problemnya adalah alat tesnya tidak memadai, bahkan yang swab jumlahnya terbatas," ujarnya.
Emil mendorong perbanyak tempat mengetes PCR yang akurat, seperti yang dilakukan Korsel. Ia mencontohkan, korsel penduduknya 51 juta, dan warga yang dites mencapai 300 ribu. Sementara DKI juga kurang lebih 15 ribu dan Jabar 15 ribu. "Kita baru mungkin di level 40 ribuan, hari ini," ujarnya
"Jadi semakin kita banyak tes, semakin kita tahu virus-virus ini sedang beredar dimana saja. maka saya meyakini, sebenarnya hari ini kasus kita berlipat-lipat, tapi karena kecepatan tes tidak sebanyak kita harapkan, maka data itu datang seolah-olah sedikit," kata Emil menambahkan.
Belum lagi keterbatasan tes Swab. Karena mereka yang positif lewat rapid test mesti mejalani tes swab untuk memastikan kasus Corona.
Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meyakini jumlah positif Corona jauh lebih besar dari data yang ada. Bahkan Anies melihat, dengan kondisi penyebaran Covid-19 di Jakarta, diproyeksikan ada 8.000 orang yang berpotensi positif. Namun mereka belum mendapatkan tes atau belum keluar hasil tes Covid-19-nya.
Per tanggal 2 April 2020 di Jakarta terdapat 885 kasus positif Covid-19. Kemudian ada 561 pasien yang masih dalam perawatan, ada 181 orang yang isolasi mandiri. Dengan 53 orang dinyatakan sembuh dan 90 orang dinyatakan meninggal.
Artinya, jelas Anies, case fatality rate atau angka fatalitas per kasus Covid-19 di Jakarta yang meninggal cukup tinggi di angka 10 persen. Kemudian kalau diproyeksikan menggunakan angka 400 orang yang meninggal dan dimakamkan dengan prosedur Covid-19, maka jumlahnya mencapai 4.000 kasus.
"Bila yang meninggal (diperkecil) 5 persen maka artinya kita ada 8.000 kasus Pak di Jakarta ini," ujar Anies kepada Wapres saat video konferens, Kamis (2/4).
Perbandingan yang Anies buat ini berdasarkan fakta di lapangan. Banyak warga yang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) meninggal dunia sebelum hasil resmi keluar dari instansi yang berwenang.
Ia memaparkan pada Kamis siang saja jumlah yang meninggal dunia yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19 mencapai 38 orang.
Bila melihat dari pelajaran di tempat lain, kasus yang konfirmasi selalu lebih kecil jumlahnya dibanding yang kenyataanya. Biasanya setelah satu bulan kemudian baru tahu sesungguhnya berapa jumlah yang terjadi saat ini. "Jadi jumlah yang di tes positif hasilnya positif itu tergantung kecepatan kita melakukan testing. Karena yang di tesnya sedikit, maka jumlah yang konfirmasi positif jadi sedikit juga," terangnya.
Sebaliknya, lanjut Anies, kalau yang di tesnya itu banyak, dan orang-orang yang mungkin relevan dengan interaksi mereka positif, mungkin akan menemukan angka lebih tinggi. "Ini agak-agak menghawatirkan. jadi kalau kalau kita perhatikan masih meningkat terus," katanya.