REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D mengatakan butuh kajian mendalam terkait ada tidaknya korelasi antara perkembangan virus corona baru (Covid-19) dengan iklim suatu wilayah.
"Artinya ini butuh kajian yang detail. Kita juga harus me-review hasil penelitian di tempat lain karena ada yang menyatakan tidak ada pengaruh terhadap iklim, sama saja," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/4).
Sebagai contoh, kata dia, dalam jurnal Swiss Medical Weekly terdapat salah satu artikel yang dipublikasikan pada 16 Maret 2020. Penelitian itu membahas potensi dampak musim terhadap pandemi virus corona.
Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa virus corona musiman menunjukkan variasi dan pemodelan musiman yang kuat dan konsisten sehingga membutuhkan variasi yang kuat dalam transmisibilitas sepanjang tahun.
"Perlu dicatat, bagaimanapun Covid-19 tampaknya menyebar di iklim tropis seperti Singapura sehingga musim dingin tidak merupakan kondisi yang diperlukan dari penyebaran Covid-19," katanya.
Selain itu, kata dia, tren di berbagai daerah di seluruh Asia Timur menyiratkan bahwa musim saja tidak mungkin untuk mengakhiri penyebaran Covid-19.
Ia mengatakan bahwa hal itu juga dapat dikaitkan dengan kondisi Indonesia, sebab iklim di Tanah Air tidak jauh berbeda dengan Singapura di mana tetap saja pandemi Covid-19 meluas dan menjangkit.
Oleh karena itu, ia menilai pemerintah perlu mengkaji lebih dalam terkait dengan ada tidaknya kaitan antara virus corona jenis baru tersebut dengan iklim.
Menurut dia, hasil modeling yang disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tersebut perlu dipertanyakan apakah berdasarkan kajian dari internasional atau tim saja.
"Sebab saya melihat kesimpulan dari penelitian yang sudah ada, yaitu tidak berpengaruh terhadap kondisi, baik di Singapura, termasuk di daerah Asia yang lain," katanya.