Kamis 02 Apr 2020 20:36 WIB

Ketegasan IDI Soal Pentingnya Larangan Mudik

IDI tegaskan upaya mudik akan meningkatkan pertumbuhan angka corona.

Arus mudik di Stasiun Gambir. Pemerintah masih belum memutuskan kebijakan apa yang akan diambil terkait mudik di masa pandemi Covid-19.
Foto: Fakhri Hermansyah
Arus mudik di Stasiun Gambir. Pemerintah masih belum memutuskan kebijakan apa yang akan diambil terkait mudik di masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Rahayu Subekti, Sapto Andika Candra, Antara

Kasus positif dan angka kematian akibat Covid-19 terus bertambah jumlahnya di Tanah Air. Belum ada tanda-tanda kurva penderita Covid-19 di Indonesia menurun.

Baca Juga

Upaya untuk mengontrol laju pertumbuhan penderita Covid-19 belum membuahkan hasil. Apalagi menjelang Ramadhan dan Lebaran, momen migrasi terbesar di Indonesia, muncul kekhawatiran pemudik bisa membawa virus corona jenis baru ke kampung halaman.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan untuk mencegah kasus positif terinfeksi virus corona SARS-CoV2 penyebab Covid-19 bertambah perlu melakukan restriksi transportasi massal. Artinya melarang alat transportasi massal darat, laut, udara beroperasi sementara waktu untuk menghentikan pergerakan manusia, utamanya menjelang mudik Lebaran.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Terpilih Muhammad Adib Khumaidi menjelaskan, kasus Covid-19 saat ini terus bertambah dan terjadi di hampir merata di semua provinsi. "Covid-19 terjadi di 32 provinsi, yang belum melaporkan (Covid-19) tinggal Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Gorontalo. Kenapa kasusnya hampir merata di semua provinsi? Karena pergerakan manusia masih ada dan tidak ada restriksi transportasi," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (2/4).

Karena itu, ia meminta pemerintah menetapkan kebijakan melarang penerbangan domestik dan internasional atau bus keluar Jakarta atau sebaliknya. Begitu pula dengan kereta api. Tanpa ketegasan penegakan aturan larangan pengoperasian transportasi massal itu, dia melanjutkan, maka kasus akan terus terjadi.

Ia meminta pemerintah bisa tegas melakukannya. Apalagi ia menyebutkan saat ini menjelang mudik Idul Fitri 2020 dan mulai banyak warga pulang kampung.

"Karena kalau imbauan saja tidak efektif, perlu restriksi tidak ada yang bisa keluar atau penerbangan ke lokasi mudik. Kalau kebijakan mau dibuat ini tidak lama kok dampaknya, tapi harus bahu-membahu," katanya.

Ia mengusulkan pemerintah mewujudkan larangan restriksi kendaraan umum ini menjadi gerakan nasional supaya masyarakat memenuhinya. Ia khawatir kalau gerakan ini tidak segera dilakukan, penyebaran kasus tidak akan bisa dibendung karena masyarakat masih menjalin kontak.  

"Jadi perlu ada ketegasan. Karena selama pergerakan masih ada ya persebaran kasus masih terjadi dan sulit memutus mata rantai penularan," katanya.

Pemerintah memang belum mengatur lebih lanjut mengenai kemungkinan larangan mudik. Pemerintah baru sebatas menghapuskan program mudik Lebaran gratis yang tiap tahun pasti diadakan.

Pandemi corona yang telah mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan di kota besar padahal telah mengakibatkan migrasi kembali ke kampung halaman. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah memang belum melarang mudik.

"Jadi sekarang kita mengimbau kesadaran (masyarakat) bahwa kalau Anda mudik, nanti bawa penyakit. Hampir pasti bawa penyakit," kata Luhut usai melakukan rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Kamis (4/2).

Luhut menegaskan pemerintah tidak mau nantinya justru mudik akan membahayakan nyawa masyarakat di saat situasi pandemi corona. Untuk itu, meski pemerintah belum memastikan pelarangan, Luhut menegaskan pemerintah tetap menganjurkan agar masyarakat tidak melaksanakan mudik.

Kepada masyarakat yang tidak mudik pemerintah mempertimbangkan memberikan kompensasi. Luhut memastikan Kementerian Sosial (Kemensos) akan menyiapkan bantuan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu. Terutama bantuan bagi masyarakat pekerja informal di tengah imbauan pemerintah untuk tidak mudik.

Dia menegaskan semua pihak dapat berkontribusi untuk mendisiplinkan kesadaran masyarakat agar tertib tanpa melakukan mudik. "Kalau kita tadi bisa mendisiplinkan rakyat dan bantuan media juga memberikan berita yang pas. Dengan menjaga jarak itu sangat membantu," ungkap Luhut.

Agar masyarakat tidak mudik, Luhut memastikan pemerintah dan aparat akan mengupayakan penertiban. Luhut menegaskan, pemerintah akan berusaha agar mudik tahun ini sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, khususnya terkait dengan jaga jarak.

"ini berdampak ke harga angkutan karena bisa satu bus kapasitas 40 menjadi 20. Jadi harga bisa melonjak, teknis di lapangan akan segera diputuskan dengan kementeiran terkait," ungkap Luhut.

Kepada media, Presiden Joko Widodo mengungkap sejumlah opsi yang akan dilakukan pemerintah agar masyarakat tidak mudik.  Pertama, presiden membuka opsi untuk menggeser hari libur nasional Lebaran dan cuti bersama. Tanggal merah akan digeser ke waktu yang belum ditentukan, usai wabah Covid-19 berakhir.

Kedua, Jokowi meminta pengawasan warga pendatang di daerah untuk diperketat. Warga dari zona merah penyebaran Covid-19 tidak dilarang untuk mudik, namun konsekuensinya mereka harus berstatus orang dalam pemantauan (ODP) begitu tiba di kampung halaman. Ketiga, presiden menekankan pentingnya penyaluran jaring pengaman sosial bagi masyarakat.

Sesuai dengan protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), maka warga berstatus ODP ini wajib melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Mereka juga wajib memantau perkembangan kesehatannya dan melapor kepada petugas kesehatan apabila muncul gejala. Para pemudik yang berstatus ODP ini juga akan diawasi oleh dinas kesehatan setempat.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyebutkan, kebijakan Pemerintah tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah nomor 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).  "Pemerintah pusat akan menggencarkan kampanye secara besar-besaran untuk tidak mudik agar bisa menahan laju penyebaran virus corona atau Covid-19. Kampanye ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan publik figur," jelas Fadjroel.

Presiden Jokowi, ujar Fadjroel, juga mengingatkan pemerintah daerah tujuan untuk membuat kebijakan khusus terkait para pemudik ini sesuai protokol kesehatan WHO dengan sangat ketat. Mengutip data Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, pada tahun 2019 lalu pemudik yang pulang ke Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan daerah lain, berjumlah 20.118.531 orang.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi Ridwan Djamaluddin  menjelaskan Presiden Joko Widodo meminta agar kebijakan terkait mudik itu komprehensif dan tidak parsial atau sepotong-sepotong. Kebijakan yang terkait itu, antara lain, melalui berkoordinasi penuh dengan jajaran pemerintah daerah, terutama daerah yang paling banyak kebanjiran pemudik dari kawasan Jabodetabek.

Cara lain yang akan digunakan pemerintah, yakni memastikan pemudik yang akan pulang dalam kondisi "bersih". "Salah satu yang sempat didiskusikan adalah memastikan bahwa sebelum dia (pemudik) pulang, dia sudah harus tes. Apakah rapid test atau tes yang lain. Cara seperti ini yang akan kita upayakan supaya betul-betul dia tidak membawa penyakit," katanya.

Pemerintah juga akan mengupayakan prinsip jaga jarak secara disiplin dalam kegiatan mudik. "Jadi bus tidak penuh sesak, kereta tidak penuh sesak, jalanan juga lancar supaya tidak ada penutupan. Itu nanti masih akan dibahas detailnya," ujarnya.

Ridwan menambahkan, lantaran ada fenomena eksodus atau maraknya orang-orang keluar Jakarta saat ini, pemerintah telah menyiapkan skema jaring pengaman sosial yang akan dikoordinasikan oleh Menteri Sosial. "Intinya sudah disiapkan insentif bagi orang-orang yang akan tinggal di Jakarta, berupa kebutuhan pokok dan beberapa lagi yang lain," katanya.

photo
photo
Penyemprotan Disinfektan - (Republika/Mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement