REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- “Tidak ada mukjizat di sini!” seruan itu terdengar dari seorang tokoh wilayah di Jayapura dalam video yang viral pekan ini. Kata-kata itu keluar seturut kemarahannya melihat warga salah satu kampung di Jayapura masih tampak bermain bola saat Pemerintah Kota Jayapura sudah menetapkan regulasi jaga jarak fisik.
Sang tokoh mengingatkan, bahkan di Italia yang menjadi lokasi pusat gereja Katolik saja korban jiwa akibat merebaknya Covid-19 terus bertambah dalam ratusan. “Jadi, jangan ada yang merasa kuat, merasa paling sehat,” kata dia melanjutkan.
Adegan itu sekutip gambaran ketatnya kebijakan-kebijakan pemerintah di Papua dan Papua Barat menghadapi ancaman Covid-19. Sejak 26 Maret lalu, bandara-bandara serta pelabuhan-pelabuhan di Papua mulai tak menerima angkutan penumpang dari luar daerah. Penutupan itu berlaku hingga 9 April nanti.
Kebijakan itu diberlakukan begitu diketahui ada satu pasien positif Covid-19 di Merauke. Hingga Kamis (2/4) ini, jumlah itu bertambah menjadi 10 kasus di Papua dan 2 kasus di Papua Barat.
Setiap kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat juga menerapkan karantina wilayah. Yang terkini, Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah Papua, Ricky Ham Pagawak, secara resmi menutup akses jalan keluar dan masuk ke wilayah itu pada Selasa (31/3).
Dua jalan utama yang ditutup itu masing-masing di Kampung Tikapura Distrik Kelila dan Kampung Wunan Distrik Ilugwa. Distrik Kelila dan Ilugwa menghubungkan wilayah itu dengan Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.
Penutupan itu dilakukan mulai 31 Maret hingga 30 April 2020 mendatang dipimpin langsung Bupati Ricky Ham, ditandai dengan diturunkannya palang yang disaksikan masyarakat, muspida, anggota DPR Mamberamo Tengah di Kampung Tikapura, Distrik Kelila.
"Satu nyawa masyarakat Papua sangat berarti maka saya sebagai bupati mengambil langkah penutupan akses jalan masuk maupun keluar Mamberamo Tengah di dua distrik ini sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona. Kalau jalan masuk ditutup, itu berarti masyarakat diisolasi (karantina). Di situ juga dibangun pos penjagaan untuk melakukan pengawasan," ujarnya dilansir Antara.
Ditanyai terkait kebijakan pusat yang meminta daerah tak melakukan karantina mandiri, Ricky Ham tak ambil pusing. “Satu nyawa orang Papua sangat mahal bagi kami orang Papua. Apa pun yang terjadi di Papua maka kami para bupati/wali kota dan gubernur akan bertanggung jawab terhadap masyarakat,” katanya dalam video yang juga viral belakangan.
Dengan kebijakan isolasi tersebut, pemerintah daerah menyediakan bahan makanan selama satu bulan untuk masyarakat Mamberamo Tengah. "Untuk tahap pertama, kami menyiapkan 60 ton beras, 2.000 karton mi instan, dan 200 karton minyak goreng dengan isi 24 botol per kartonnya. Bahan makanan ini sudah mulai kami distribusikan ke Distrik Kobakma dan Ilugwa, besok ke Distrik Megambilis. Sedang Ilugwa dan Kelila Tengah menunggu stok beras di Wamena. Kalau sudah ada, tinggal disalurkan," kata Bupati Ricky.
Sehari sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Tolikara juga menutup akses keluar-masuk warga. “Selama 14 hari masyarakat Tolikara tidak boleh dari dan ke Karubaga. Berhenti demi keselamatan kita bersama. Anggapan kami biasa-biasa, tapi sangat menakutkan juga virus corona ini,” kata Wakil Bupati Tolikara, Senin (30/3).
Selama tiga pekan mendatang Pemkab Tolikara memerintahkan tidak ada ibadah bersama-sama di gereja. "Untuk beberapa minggu ke depan, saya imbau warga Nasrani di seluruh Tolikara pada hari Sabat tidak beribadah di gereja, tetapi ibadah di rumah masing-masing. Kita masing-masing memiliki Alkitab, jadi baca dan merenungkan di rumah saja," katanya, Rabu (1/4).
Kebijakan-kebijakan karantina di wilayah-wilayah lain juga diterapkan dengan ketat. Akhir pekan lalu, ratusan penumpang KM Tidar tertahan di Manokwari karena Pelabuhan Nabire menolak kapal yang merka naiki pada Jumat (27/3).
"Kita tampung mereka di Manokwari karena pertimbangan kemanusiaan. KM Tidar saat itu tidak bisa masuk, lalu mereka dibawa kembali dan diturunkan di Manokwari," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Barat, Derek Ampnir, di Manokwari, seperti dilansir Antara, Rabu (1/4).
Derek menyebutkan bahwa ratusan warga ber-KTP Nabire itu sudah melalui pemeriksaan kesehatan. Mereka semua dinyatakan sehat, termasuk beberapa bayi dan anak dalam rombongan itu. Sebagian dari musafir itu juga nekat menembus perjalanan melalui jalur darat dengan menyewa kendaraan gardan ganda. "Kemarin sudah ada empat mobil, hari ini kabarnya sudah tiba di Nabire. Kami terpaksa sewa mobil, patungan satu orang Rp 1 juta. Satu mobil Hilux bisa untuk 10 orang," kata seorang warga yang enggan menyebutkan namanya.
Pemerintah Kota Sorong, Papua Barat, juga secara resmi menyatakan tanggap darurat virus corona setelah dua warga setempat dinyatakan positif Covid-19 dengan menutup bandara dan pelabuhan bagi transportasi penumpang. Status tanggap darurat virus corona tersebut secara resmi diumumkan oleh Wali Kota Sorong Lambert Jitmau setelah melakukan pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan di daerah tersebut, Ahad lalu. Lambert tak memedulikan jika nantinya ia ditindak pemerintah pusat karena menerapkan kebijakan tersebut.
Yang dilakukan para kepala daerah di Papua dan Papua Barat itu bukannya tanpa pertimbangan. Salah satu faktor utama kerisauan mereka bahwa fasilitas kesehatan di Papua dan Papua Barat tak akan mampu menangani jika wabah merebak di sana.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengungkapkan, di wilayahnya saat ini bahkan tak ada satu pun tenaga dokter spesialis paru-paru. Covid-19 diketahui merupakan penyakit yang utamanya menyerang organ dalam tersebut.
Selain itu, seperti dilasnir jubi.co.id, menurut Gubenur Papua Barat, alat pelindung diri dan fasilitas kesehatan sangat terbatas. Sementara itu, dr Adhe Ismawan, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Manokwari, mengatakan, di Manokwari hanya ada 2 (dua) tenaga dokter spesialis penyakit dalam, bukan paru-paru.
Tanpa fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang memadai tersebut, pemerintah daerah tak punya banyak pilihan selain melakukan pembatasan dengan sangat ketat. Sebab, seperti kata pace di depan tadi, “Tak ada mukjizat di sini.” n