REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni menyetujui usulan Menteri Hukum dan HAK Azasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly terkait pembebasan narapidana korupsi dan narkotika yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga masa hukuman. Pembebasan untuk mencegah penyebaran Corona.
"Saya dengan itu setuju untuk pencegahan daripada wabah Covid-19 ini," ujar Legislator asal Tanjung Priok ini saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (2/4).
Sahroni menegaskan, kesetujuannya bukan tanpa alasan. Ia mengatakan, kondisi Lembaga Pemasyarakatan Indonesia terus mengalami kelebihan kapasitas.
Hingga akhir 2019, jumlah lapas dan rutan di seluruh Indonesia mencapai 528 dengan kapasitas 130.512 orang. Namun jumlah penghuni lapas dan rutan sebanyak 269.846 orang. Dengan begitu tingkat kepadatannya mencapai 107 persen.
Padahal, rata-rata tren pertumbuhan jumlah penghuni lapas dan rutan per tahun sebanyak 20 ribu orang.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan penambahan kapasitas per tahun sebanyak 6.165 orang. Dengan kondisi tersebut, Sahroni menilai penularan virus Covid-19 sangat mengkhawatirkan.
Sehingga, ia menilai perlu adanya pembebasan dengan mempertimbangkan syarat dan prioritas. "Lebih tepatnya dari kelebihan kapasitas di lapas, misal di Jakarta yang paling banyak itu menjadi prioritas, juga daerah-daerah lain yang melebihi kapasitas. Kemanusiaan yang utama saat ini," ujarnya.
Sebelumnya, Yasonna mengusulkan narapidana (napi) kasus korupsi dan narkotika ikut dibebaskan melalui pemberian asimilasi dan hak integrasi. Hingga Rabu (1/4), program pencehahan virus korona atau Covid-19 di lembaga pemayarakatan itu telah membebaskan 13.430 napi dari 30 ribu yang ditargetkan bebas.
Selama ini, napi korupsi dan narkotika tidak termasuk napi yang mendapat asimilasi dan hak integrasi karena terganjal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Karena itu, Yasonna akan mengusulkan revisi PP tersebut dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo.
"Jadi kami akan laporkan ini ke ratas nanti agar revisi ini sebagai tindakan emergency bisa dilakukan," ujar Yasonna dalam rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4).