REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai masyarakat tidak bisa bekerja sendirian untuk menerapkan social distancing dalam skala besar. Ketua Umum PP IAKMI Ede Surya Darmawan mengatakan, penerapan pembatasan sosial ini membutuhkan dukungan birokrasi dan dunia usaha.
Tujuannya, penerapan social distancing dilakukan secara benar oleh masyarakat. Ede mengatakan, selama ini, pemerintah mengimbau agar masyarakat tetap di rumah, baik dalam hal bekerja maupun belajar. Masyarakat boleh keluar apabila keperluannya benar-benar mendesak.
Namun, di saat yang sama masih ada masyarakat yang harus bekerja di luar. Selain itu, bus antarkota, khususnya dari Jakarta masih tetap berjalan. Hal ini justru akan semakin meningkatkan risiko penyebaran Covid-19 dari Jakarta ke daerah lain.
"Kalau tidak, kita ingin social distancing, tapi bus antarkota masih jalan," kata Ede, dalam konferensi pers dalam jaringan (daring), Kamis (2/4).
Ia menjelaskan, berdasarkan permodelan yang dipresentasikan BNPB, Indonesia sebenarnya berada pada posisi undetectable tinggi. Dengan kata lain, banyak kasus positif yang sebenarnya tidak terdeksi.
Terkait hal tersebut, Ede menganjurkan agar seluruh masyarakat saling menjaga. "Kita semua wajib waspada, saling menjaga, sehingga tidak ada yang tertular dan menularkan. Social distancing secara besar ini harus diterapkan dengan baik," kata dia lagi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Kepres Nomor 11/2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Selain itu, pemerintah juga membuat peraturan soal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ede menegaskan, apabila ingin menerapkan PSBB maka pemerintah harus menerapkannya secara total. Seluruh pemangku kepentingan harus saling berkoordinasi agar masyarakat bisa sepenuhnya membatasi diri dari aktivitas di luar.