REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Industri pariwisata mengalami penurunan signifikan akibat virus corona (Covid-19). Sehingga, dibutuhkan strategi untuk menumbuhkan kembali industri yang menjadi andalan di Indonesia.
Pusat pun, meminta semua pemerintah daerah untuk bersinergi merumuskan kebijakan sekaligus membuat mitigasi agar siap ketika pandemi usai. Hal ini mengemuka dalam rapat koordinasi melalui video confrence antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI bersama Kepala Dinas Pariwisata Provinsi seluruh Indonesia akhir pekan lalu.
Sekretaris Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf) Giri Adnya mewakili Menteri Parekraf memberikan arahan bahwa pemerintah daerah diminta untuk membuat rencana mitigasi dampak corona bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di daerah.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik, dalam rapat tersebut, pihak kementerian menyebut ada tiga poin dalam rencana mitigasi dampak corona sesuai dengan standar World Tourism Organization (UNWTO).
Dedi menjelaskan, tahap I masa tanggap darurat di bulan Mei sampai 29 Mei. Lalu, tahap II pemulihan pasca pandemik covid-19 berlangung pada Juni sampai Desember 2020. Kemudian, tahap normalisasi berlangsung pada Januari hingga Desember 2021.
Dedi mengatakan, hal ini menjadi semacam panduan di luar dari kebijakan pembenahan di berbagai sektor. Tapi semua bergantung situasi yang berkembang. "Tentu kami berharap pandemi pandemi ini berakhir dengan cepat. Pemerintah pusat dan daerah sedang mengupayakannya,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (30/3).
Dedi mengaku, dalam rapat koordinasi tersebut, ia sudah menyampaikan program dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya kebijakan yang diambil Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Di antaranya membuat sistem informasi terintegrasi berkaitan penanganan virus corona bernama Pikobar.
Kebijakan lain, kata dia, adalah mengusulkan insentif dan keringanan pembayaran pajak bagi dunia usaha pariwisata koordinasi dengan kabupaten/kota. Lalu, realokasi anggaran untuk penanganan corona sesuai arahan dari pemerintah pusat, termasuk percepatan bantuan keuangan kepada masyarakat yang mengalami krisis ekonomi.
Selain itu, kata dia, masih berkaitan dengan percepatan pemulihan pandemi, ia meminta pihak kementerian membuat rumusan pembatasan arus aktivitas masyarakat. Dedi menyarankan akses Jakarta yang masuk menuju Jawa Barat melalui jalan tol dan juga akses pintu masuk ke Jawa Tengah dan Jawa Timur perlu dikaji.
“Perlu adanya ketegasan dari Pemerintah Pusat mengenai pergerakan orang yang melintasi kawasan Jawa Barat untuk meminimalisir tersebarnya Virus Corona di Jawa Barat dan semua wilayah di Indonesia,” paparnya.
Dalam rapat koordinasi itu diketahui bahwa berdasarkan data Kemenparekaf per 25 Maret, penurunan industri pariwisata berlangsung sangat signifikan. Beberapa indikatornya adalah tingkat hunian kamar mengalami penurunan.
Rata-rata, penurunan di tingkat huni kamar mencapai 25 persen sampai 50 persen. Selain itu, harga penjualan kamar turun 10 persen sampai 25 persen sehingga total pendapatan hotel turun 25 sampai dengan 50 persen.
Okupansi hotel di Bali, turun 20 persen sampai 40 persen sebelum imbauan pembatasan aktivitas dari pemerintah pusat. Setelah imbauan berjalan, angkanya hanya berada angka 8 sampai 33 persen.
Mall dan ritel di Jakarta Bekasi dan Banten omzet turun hingga 80 persen. Pengunjung, hanya 10 sampai 15 persen. Penurunan jumlah penonton bioskop di beberapa kota Besar, seperti Jakarta turun 60 persen, Tangerang 35 persen, Bandung, Bogor, Bekasi Bali, Yogyakarta, Semarang 30 persen.
Setelah imbauan pembatasan dari pemerintah pusat, industri selam 100 persen pembatalan paket, wahana rekreasi turun 90 persen, industri event 84 persen pembatalan, brio perjalanan terjadi penurunan 94,1 persen.