REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dadang Kurnia
Banyak tempat publik di Tanah Air kini memiliki bilik disinfektan. Tujuan menyemprotkan hujan disinfektan atau antiseptik itu adalah untuk meminimalisir paparan manusia dengan virus corona jenis baru atau Covid-19.
Pertanyaannya, seberapa efektif sebenarnya penggunaan disinfektan serta hand sanitizer untuk menghalau Covid-19 menempel di manusia. Ketua Tim Pakar Gugus Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan cara paling efektif untuk melindungi diri adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air yang mengalir. Upaya mencuci tangan akan lebih maksimal bila dibarengi tidak menyentuh area wajah, yaitu mulut, hidung, mata.
Bagaimana dengan penggunaan bilik disinfektan? Bilik-bilik disinfektan kini mudah ditemukan. Mereka yang akan masuk ke suatu tempat akan diminta masuk dulu ke bilik untuk disemprotkan cairan disinfektan.
Prof Wiku tidak merekomendasikan penggunaan bilik tersebut. Alasannya, bisa menimbulkan iritasi ke kulit, mulut, dan mata.
"Penggunaan disinfektan dengan ruang, chamber, atau penyemprotan secara langsung ke tubuh manusia tidak direkomendasikan karena berbahaya bagi kulit, mulut, dan mata, dapat menimbulkan iritasi," kata Wiku dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Jakarta, Senin (30/3).
Penggunaan sinar atau radiasi (ultraviolet) dalam konsentrasi berlebihan untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit. Wiku mengatakan ada bahaya jangka panjang dalam penggunaan sinar seperti itu yaitu berpotensi menimbulkan kanker kulit.
Menurut Wiku, metode pencegahan penularan virus corona yang aman adalah sering mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir, menghindari menyentuh area wajah dengan tangan kotor, langsung mandi ketika sampai di rumah. Pakaian yang digunakan lalu dicuci dengan sabun cuci dan menyemprotkan cairan disinfektan hipoklorit saat menyetrika.
Prof Wiku mengatakan, penggunaan cairan disinfektan digunakan spesifik pada benda-beda. Seperti lantai, kursi, meja, gagang pintu, tombol lift, pegangan di eskalaitor, ATM, etalase, dan wastafel. Jangan langsung lap setelah cairan disinfektan disemprotkan. "Biarkan satu menit dulu, lalu lap dengan sarung tangan," ujar Wiku.
Ia menegaskan pula bahaya penggunaan hand sanitizer yang berlebihan. "Hand sanitizer tidak berlebihan agar tidak sebabkan iritasi kulit. Hati-hati karena mengandung alkohol terutama bagi perokok atau mereka yang kerja di dapur. Gunakan sabun air mengalir bila tidak ada opsi baru hand sanitizer," katanya.
Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan MSi mengungkapkan, World Health Organization (WHO) telah memberi peringatan terkait bahaya pemakaian alkohol dan chlorine pada tubuh. Menurutnya, informasi tersebut mengingatkan bahan kimia perlu ditangani dengan benar.
"Dalam hal ini, pengetahuan mengenai kimia sangat diperlukan, mengingat banyak masyarakat awam yang membuat disinfektan maupun antiseptik sendiri," ujar Fredy di Surabaya, Senin (30/3).
Fredy mengingatkan, jika pemakaian alkohol dan chlorine dilakukan oleh orang yang tidak punya kompetensi dan kapabilitas yang cukup, dalam meramu dan menggunakan secara benar, maka akan sangat berbahaya. Baik bagi diri sendiri, orang lain, dan juga lingkungan dalam waktu dekat dan bisa jadi jangka panjang.
Dosen yang bergelut di bidang kemo dan biosensor ini menjelaskan lebih dalam apa itu antiseptik dan disinfektan. Berdasarkan istilah WHO, antiseptik adalah salah satu jenis disinfektan yang menghancurkan atau menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup tanpa mengakibatkan cedera.
“Termasuk dalam klasifikasi ini adalah polyvidone iodine, chlorhexidine, dan alkohol,” ujar Fredy.
Sedangkan, disinfektan berfungsi menghancurkan dan menghambat mikroorganisme patogen pada keadaan nonspora atau vegetatif. Bahan-bahan berbasis kedua material yang disebut, yaitu chlorine dan etanol, yang banyak tersedia di pasaran.
WHO, kata Fredy, sudah jelas tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, chlorine, dan H2O2 pada bilik sterilisasi. Fredy menjelaskan, bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik, bahkan mengakibatkan mutasi bakteri, dapat dilihat Material Safety Data Sheet (MSDS). Pendapat ini mempertimbangkan dampak negatif pada satu hingga dua tahun ke depan.
Fredy menerangkan, bilik sterilisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu bilik itu sendiri dan bahan disinfektan yang digunakan. “Tujuan dari bilik ini adalah membunuh mikroorganisme yang menempel di badan atau di pakaian seseorang secara seketika,” kata dia.
Padahal, kata dia, disinfektan hanya akan memengaruhi yang ada dalam ruangan bilik, walaupun residunya pun dapat keluar dalam jumlah besar. Namun yang menjadi pokok masalah bahaya dari bilik ini adalah bahan kimia yang digunakan.
Fredy melanjutkan, dari semua bahan kimia yang umum tersedia sebagai disinfektan berdasarkan Centers of Disease Control and Prevention (CDCP) dan WHO, hampir semua senyawa tersebut memiliki efek yang cukup signifikan. Apalagi bila digunakan kepada manusia secara langsung.
“Ada dua senyawa yang aman digunakan, yaitu ozon dan chlorine dioxide, namun tetap dengan ukuran yang telah ditentukan dan cara pemakaian yang benar,” kata Fredy.
Bilik sterilisasi menggunakan ozon dan chlorine dooxide memiliki potensi untuk digunakan mengatasi kasus Covid-19 dengan aman. Namun, syarat bilik sterilisasi harus dibuat dan dikontrol kualitasnya oleh tenaga ahli yang kompeten.
“Kontrol kualitas dari bilik yang dimaksud adalah terkait dosis dan cara penggunaan yang benar. Bahan-bahan disinfektan lain selain ozon dan chlorine dioxide tidak direkomendasi karena dapat mengakibatkan efek samping yang fatal dalam jangka waktu dekat maupun panjang,” kata Fredy.
Fredy mengatakan, dengan kondisi pandemi seperti saat ini, tentu saja semua cara perlu untuk dikerahkan dalam mengatasinya. “Saya harap hal ini dapat mengingatkan masyarakat bahwa boleh mengatasi masalah, tetapi jangan sampai menimbulkan masalah baru agar masyarakat tetap sehat selamat,” ujar Fredy.
Ketua Departemen Farmasetika Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya (Unair), Retno Sari menyatakan, penyemprotan di bilik sterilisasi utamanya yang dimiliki Pemkot Surabaya menggunakan benzalkonium chloride. Prinsipnya dia merupakan kelompok senyawa ammonium quarterner yang bersifat surfaktan.
"Surfaktan artinya dia akan mempengaruhi permukaan. Biasanya kalau sabun itu termasuk surfaktan. Bahan aktif sabun itu termasuk surfaktan. Artinya kalau kita mencuci tangan dengan sabun, itu bahan-bahan yang lemak protein itu akan berikatan kemudian dia akan terjadi menggumpal kemudian akan merusak," kata Retno.
Retno Sari menjelaskan, virus merupakan makhluk hidup atau not living organism yang tidak ada dinding selnya namun ada lapisan proteinnya. Sehingga kalau protein itu terkena bahan yang sifatnya mempengaruhi sifat permukaannya, maka dia akan menggumpal dan rusak.
"Jadi bahan yang digunakan selama ini untuk bilik itu tentu saja dengan kadar yang aman. Kalau ada yang menyampaikan ada efek samping dan sebagainya semua bahan akan digunakan tidak sesuai dengan kadarnya itu pasti ada efek sampingnya," kata Retno Sari.
Retno Sari menegaskan, kandungan yang ada di dalam cairan disinfektan, baik yang disemprot maupun yang terdapat di dalam bilik sterilisasi itu aman. Namun demikian, kata dia, proses disinfeksi berbeda dengan sterilisasi. Kalau sterilisasi, maka harus benar-benar steril dan mikrobanya harus 0. Sedangkan disinfeksi, hanya menurunkan jumlah bakteri virus sampai dia tidak membahayakan kesehatan.
"Meski bahan yang digunakan sama, baik yang di bilik sterilisasi maupun yang disemprot, namun tetap menganjurkan masyarakat untuk mandi dan cuci tangan jika sampai di rumah," kata dia.
Guru besar Unair, Profesor Nidom, menyatakan, bahan disinfektan yang digunakan, utamanya di jajaran Pemkot Surabaya sudah aman. Sebab, benzalkonium chloride yang terkandung dalam disinfektan itu masuk dalam golongan ammonium quartener. Menurutnya, itu aman untuk manusia karena levelnya tingkat rendah.
“Insya Allah aman untuk manusia, intinya aman asal campurannya benar,” kata Nidom.
Meski benzalkonium chloride ini juga dimanfaatkan untuk penyemprotan kandang binatang, namun Nidom memastikan, di dalam aturan umum disinfektan itu tidak ada masalah jika digunakan untuk manusia. Tapi, yang terpenting adalah tujuannya untuk membunuh mikroorganisme.