Jumat 27 Mar 2020 21:16 WIB

Taman Jurug Menanti Kelahiran Bayi Unta

Di tengah pandemi corona, Taman Jurug menanti kelahiran bayi unta

Rep: Binti Sholikah/ Red: Christiyaningsih
Unta peliharaan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Salsa memilih bendera negara Perancis dan Kroasia saat memprediksi pertandingan final Piala Dunia 2018. Di tengah pandemi corona, Taman Jurug menanti kelahiran bayi unta. Ilustrasi.
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Unta peliharaan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Salsa memilih bendera negara Perancis dan Kroasia saat memprediksi pertandingan final Piala Dunia 2018. Di tengah pandemi corona, Taman Jurug menanti kelahiran bayi unta. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Sudah hampir dua pekan ini Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) di Solo tidak menerima pengunjung. Di tengah sepinya pengunjung karena pandemi corona, TSTJ kini tengah menanti kelahiran bayi unta. Kehamilan unta tersebut sudah masuk hari perkiraan lahir (HPL).

Saat ini, TSTJ memiliki empat ekor unta yang terdiri dari tiga ekor unta betina dan satu ekor unta jantan. "Untanya kami pantau terus. Ini nanti kelahiran yang keenam dari unta tadi. Usia unta udah agak tua tapi masih bisa hamil. Soal nama nanti kami tanya Pak Wali Kota," terang Direktur Perusahaan Daerah TSTJ, Bimo Wahyu Widodo Dasir Santoso, saat dihubungi Republika pada Jumat (27/3).

Baca Juga

Saat ini Taman Jurug sepi karena Wali Kota Solo menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) corona. Selama tidak menerima pengunjung, operasional TSTJ berjalan seperti biasa. Perawatan satwa menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan. Lebih dari 300 satwa membutuhkan perawatan rutin termasuk pakan.

Dalam sebulan, TSTJ mengeluarkan biaya sekitar Rp 200 juta untuk pakan satwa. Selama ini, anggaran pakan dicukupi dari hasil penjualan tiket. Setiap bulan, jumlah pengunjung TSTJ sekitar 25 ribu orang dengan harga tiket Rp 20 ribu. Artinya, penjualan tiket per bulan mencapai sekitar Rp 500 juta.

"Karena tidak menerima pengunjung, otomatis tidak ada pendapatan. Kami gunakan uang yang masih ada," kata Bimo.

Selain itu, kegiatan nonkonservasi diatur jadwalnya sesuai kapasitas. Misalnya pengaturan jam kerja bagi 107 karyawan TSTJ. Manajemen memberlakukan pembagian jam kerja secara bergiliran kepada para karyawan.

"Kami melihat ini penundaan saja untuk pengunjung. Nanti kalau sudah buka lagi malah menjadi peluang karena masyarakat butuh hiburan," ucapnya.

Di sisi lain, Bimo menyatakan kondisi satwa di TSTJ dalam keadaan baik. Tidak ada laporan satwa yang sakit atau mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement