REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Priyanka, Fauziah Mursid, Intan Pratiwi, Sapto Andika Candra
Anjuran untuk melakukan physical distancing, termasuk sekolah, bekerja, dan beribadah dari rumah telah menyebabkan perekonomian guncang. Terutama kelompok yang terdampak langsung dari pembatasan kegiatan masyarakat.
Sudah sejak dua pekan lalu pemerintah menggodok sejumlah stimulus untuk mendukung kebijakan physical distancing dan anjuran untuk berada di rumah. Salah satunya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT rencananya diberikan untuk masyarakat miskin dan kelompok komunitas, di antaranya pengemudi ojek dalam jaringan (daring). BLT bertujuan menjaga daya beli dalam menghadapi imbas Covid-19.
Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, ada sekitar 29,3 juta orang rumah tangga termiskin di Indonesia yang akan digelontorkan BLT. Dari jumlah itu, data yang sudah valid di Kementerian Sosial ada 15,2 juta orang penerima bantuan pangan nontunai atau dikenal Program Sembako.
Sementara itu, untuk 14,1 juta orang sisanya, pemerintah sedang menghitung kembali sambil menggulirkan BLT untuk 15,2 juta orang tersebut. Selain kepada masyarakat termiskin, BLT selanjutnya untuk kelompok komunitas terdampak.
Sasaran pertama, menurut dia, adalah para pekerja sektor informal, seperti warung, toko-toko kecil, pedagang pasar, dan lain sebagainya. Sasaran kedua adalah para pelaku usaha transportasi daring seperti pengemudi Gojek dan Grab serta pekerja informal lainnya, termasuk pekerja harian di mal, pusat perbelanjaan, dan lainnya.
"Untuk datanya, kami koordinasikan dengan pemerintah daerah terutama DKI Jakarta, Gojek, Grab, dan beberapa asosiasi seperti salah satunya Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI)," ucap Susiwijono.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan BLT adalah upaya jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang terdampak wabah corona. Pemerintah juga akan menaikkan besaran BNPT dari sebelumnya Rp 150 ribu per bulan menjadi Rp 200 ribu per bulan.
"Ini akan diberikan insya Allah setiap bulan, dan ada penambahan dari jumlah yang lama, ini yang akan dilakukan," ujar Ma'ruf. Pemerintah menyiapkan Rp 4,56 triliun untuk ini.
Sebab, meski anggaran ada per bulan, selama ini pemberian BPNT baru bisa dicairkan setelah tiga bulan. Ma'ruf menerangkan, akibat dampak wabah corona, sistem pencairan bantuan akan diberikan per bulan dan akan dimulai pada April 2020.
"Akan diterapkan April, karena ini Maret sudah mau habis, lalu sistem pembayaran yang biasanya tiga bulan ini karena untuk mengatasi dampak ini diberikannya per bulan," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf menyebut, data sasaran penerima bantuan juga akan disinkronkan Kementerian Sosial dan kementerian terkait, selain data 15,2 juta. Sebab, ada juga masyarakat miskin yang nyatanya belum masuk dalam data Kemensos.
Selain sektor BPNT, Ma'ruf juga mengungkap Pemerintah sedang mengkaji bantuan untuk sektor informal yang terdampak wabah corona. "Sektor-sektor mana saja, ada sektor informal, atau misal warung-warung terdampak ini sedang dirumuskan oleh Menko PMK, Menko perekonomian, dan Menteri Keuangan, dan Menteri Sosial, dan tadi sudah masing masing menyampaikan usulan untuk disinkronkan," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf memastikan mekanisme pemberian seluruh bantuan akan dicairkan melalui rekening dan tidak dengan massal. Hal ini agar tetap menjaga jarak sosial untuk mencegah penularan virus corona.
"Tentu mekanisme kalau sudah bisa diketahui datanya, yang sudah ada rekening, dan BPNT itu bisa lewat itu, bisa juga lewat fintech tapi belum diputuskan mekanisme penyaluran itu, setelah semua diketahui datanya, baru nanti diputuskan mekanisme mana yang paling efektif untuk disampaikan," ujarnya
Skema BLT menyasar pula pekerja sektor informal harian dan usaha mikro kecil (UMK). Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iwan Faidi menyebutkan, pihaknya sedang merumuskan detail dari kebijakan tersebut. Termasuk mekanisme pengumpulan data sampai kemampuan keuangan negara.
"Saat ini sedang dibahas mekanisme untuk pengumpulan data, kriteria (penerima BLT), besaran, ketersedian ruang fiskal dan penyaluran," ujarnya, Jumat (27/3).
Iwan memastikan, pembahasan dilakukan secara komprehensif dengan kementerian/ lembaga terkait dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dari BLT. Ada beberapa opsi skema penyaluran yang dibahas di internal Kemenko Perekonomian. Salah satunya, Iwan menyebutkan, pemanfaatan kartu prakerja sebagai medium menyalurkan BLT ke pekerja informal dan UMK terdampak.
Hanya saja, Iwan masih belum bisa memberi penjelasan lebih detil karena masih harus melengkapi sejumlah poin. "Mekanismenya sedang dibahas," tuturnya.
Masih ada lagi skema bantuan bagi masyarakat yaitu kartu prakerja. Kartu prakerja diberikan bagi mereka yang mencari kerja untuk mendapatkan pelatihan, juga bagi pekerja yang terkena PHK atau berpotensi di-PHK. Mereka akan mendapat keterampilan agar bisa kembali mendapatkan nafkah lewat bekerja lagi atau beralih profesi misalnya sebagai pewirausha.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan penerima kartu prakerja akan mendapat insentif atau honor sebesar Rp 1 juta per bulan, selama 3-4 bulan. Angka ini lebih tinggi dibanding nominal insentif awal, yakni Rp 650 ribu per bulan.
Pembagian kartu prakerja ini menjadi salah satu senjata pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi akibat Covid-19. "Nanti setiap peserta kartu prakerja akan diberikan honor insentif Rp 1 juta per bulan selama 3 sampai 4 bulan," kata Presiden.
Jokowi juga menyebutkan bahwa pemerintah akan mempercepat implementasi kartu prakerja. Pemerintah sendiri menyiapkan Rp 10 triliun untuk kartu prakerja, termasuk untuk mengantisipasi adanya lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul terpukulnya industri dalam negeri.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, BLT akan menjadi bantuan sosial yang efektif untuk memastikan jaring pengaman sosial.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah menggaet asosiasi dan perusahaan terkait pekerja informal dan UMK. Misalnya, perusahaan aplikasi transportasi daring Gojek dan Grab. "Mereka bisa diminta mendata mitra yang memang sudah terkena dampak," ujar Rusli.
Dampak itu bisa terlihat dari saldo para mitra sejak beberapa pekan atau bulan terakhir. Apabila saldo mereka berkurang secara signifikan hingga batas tertentu, perusahaan dapat melaporkannya ke pemerintah sebagai pihak yang terdampak. Skenario serupa juga bisa diterapkan ke sopir taksi yang selama ini mendapatkan upah berdasarkan performa.
Tapi, Rusli menekankan, perusahaan juga harus berhati-hati dalam mengidentifikasi. Jangan sampai, mitra atau sopir memanfaatkan momentum ini untuk mendapat keuntungan lebih. "Misalnya, akun yang sudah lama mati, tiba-tiba aktif lagi karena hanya ingin mendapatkan BLT," ucapnya.
Tantangan lebih besar akan dirasakan saat harus mendata pekerja informal harian dan UMK yang tidak terafiliasi dengan perusahaan manapun. Sebut saja kuli bangunan harian, penjual gorengan dan pedagang di toko kelontongan.
Untuk kelompok masyarakat itu, Rusli menganjurkan pemerintah memanfaatkan keterlibatan RT/ RW dengan mendata warga di lingkungan mereka. Apabila ada rumah tangga yang terdampak, mereka bisa melaporkan ke Kelurahan untuk diverifikasi kembali. "Sekaligus, warga yang belum punya rekening bank daerah didaftarkan, supaya penyaluran BLT lebih mudah," ucapnya.
Rusli mengakui, dibutuhkan proses panjang untuk mengidentifikasi dan mendata penerima BLT di sektor informal dan UMK. Tapi, jika dilakukan secara masif dan koordinatif, proses ini hanya memakan waktu seminggu.
Ketika BLT sudah disalurkan, Rusli mengingatkan pemerintah untuk tidak melupakan persediaan bahan pokok, seperti beras dan telur. Komoditas penting ini harus dipastikan terus tersedia di pasaran dan dijual dengan harga terjangkau oleh masyarakat. "Supply jangan terhenti, harus seimbang antara demand dan supply," tuturnya.
Salah satu upaya lain untuk mengurangi beban masyarakat akibat corona adalah lewat penurunan tarif. YLKI meminta pemerintah dan PLN untuk bisa menurunkan tarif listrik. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan penurunan tarif ini khususnya untuk para pelanggan 900 VA dan 1.300 VA.
Ia menjelaskan pandemi virus corona, secara ekonomi sangat berdampak terhadap pendapatan masyarakat, khususnya untuk masyarakat rentan, yang pendapatannya berbasis harian. Oleh karena itu, pemerintah harus memikirkan kelompok ini, dan sudah seharusnya pemerintah memberikan kompensasi agar daya beli mereka tidak tergerus.
"YLKI mengusulkan agar struktur tarif tersebut diturunkan minimal Rp 100 per kWh, selama 3-6 bulan ke depan, atau bergantung pada lamanya wabah," ujar Tulus, Jumat (27/3).
Ia juga menjelaskan harga minyak mentah di pasaran dunia saat ini sedang turun sehingga momen untuk menurunkan tarif listrik tidak terlalu mengganggu Baya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Diharapkan dengan penurunan struktur tarif tersebut, bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat rentan yang terdampak akibat wabah virus corona
Selain itu, Tulus mengatakan pemerintah seharusnya memberikan subsidi atau insentif berupa pengurangan tarif listrik saat ini. Hal itu dikarenakan selama aktivitas kerja dari rumah (work from home/WFH) pendapatan masyarakat terganggu, apalagi konsumen yang mendasarkan pada upah harian.
"Dalam sebulan ke depan pendapatan masyarakat pasti akan terganggu," ucapnya.
Menurutnya, kebijakan diskon ini sebaiknya ditanggung pemerintah sehingga pemerintah yang harus mengompensasi kepada PLN. "Kan pemerintah yang meminta masyarakat WFh, walaupun juga demi masyarakat," tuturnya.