REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendapat desakan melakukan karantina wilayah dari sejumlah pihak, mulai dari aktivis, kepala daerah, Ombudsman, hingga pengusaha. Sandiaga Uno termasuk yang menyatakan dukungannya pada kebijakan karantina wilayah itu. Sandiaga mengatakan, sebagian daerah yang tergolong zona merah Covid-19 perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran wabah yang lebih disiplin dengan karantina wilayah.
Namun, kebijakan tersebut harus dibarengi dengan kesiapan pemerintah untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat. Sebab, dengan memperoleh BLT lebih dahulu sebelum karantina itu diterapkan, masyarakat akan lebih tenang dan tidak perlu keluar lagi dari tempat tinggal mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Menurut Sandiaga, pemerintah bisa menyiapkan sekitar Rp 200 triliun yang bisa diambil dari realokasi anggaran 2020 atau penerbitan surat utang seperti yang pernah dilakukan ketika 1997-1998. Namun, ia mengakui kesulitannya jika langsung mengalokasikan Rp 200 triliun. Ia menyarankan pemerintah mencicilnya untuk eksekusi satu bulan pertama sebesar Rp 50 triliun.
Langkah karantina wilayah turut disuarakan oleh kepala daerah, seperti Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono yang memutuskan untuk mengambil kebijakan local lockdown dengan menutup akses keluar-masuk kota selama empat bulan mendatang. Kendati akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, khususnya dari masyarakat berpenghasilan rendah seperti pedagang yang terdampak penutupan jalan, kebijakan tersebut dianggap perlu untuk melindungi masyarakat Kota Tegal. Dedy pun menyatakan, dengan kesadaran pribadi bersama anggota legislatif, pihaknya akan mengumpulkan dana bantuan sosial, khususnya bagi masyarakat kecil atau miskin, di Kota Tegal selama isolasi lokal itu berlangsung.
Sementara itu, aktivis perempuan Sherly Annavita juga ikut membahas urgensi kebijakan karantina wilayah. Di akun sosial medianya, Sherly sampai menangkap pesan gambar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan pasal 55.
Undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo itu pada pasal 55 ayat (1) berbunyi: "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat."
Pada ayat (2) dijelaskan bawha tanggung jawab pemerintah pusat tersebut dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak terkait. Sherly mengatakan, jika selama ini orang-orang khawatir dengan bagaimana mencukupi kebutuhan hidup selama karantina wilayah dieksekusi, pasal tersebut bisa dirujuk agar tidak ada lagi kekhawatiran itu.
Perihal karantina wilayah juga menjadi bahasan anggota Ombudsman RI Laode Ida. Dalam keterangan tertulis, ia menyatakan dukungannya atas kebijakan Gubernur Papua Lukas Enembe yang akan melakukan karantina atau pembatasan pergerakan secara total penduduk di wilayah Papua. "Apresiasi tertinggi saya kepada Gubernur Papua yang terbitkan kebijakan lockdown di wilayahnya," ujar dia. Laode berkomentar sesaat setelah menangkap pesan gambar tiga lembar surat kesepakatan bersama pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan virus corona di Provinsi Papua yang dilakukan di Gedung Negara Dok V Kota Jayapura, Selasa (24/3).
Meskipun, sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe sudah membantah wilayahnya memberlakukan lockdown. Lukas mengatakan, tidak ada lockdown. Yang ada hanya pembatasan sosial. Menurut dia, penghentian pergerakan penduduk lokal Papua khusus untuk wilayah adat Animha, Lapago, dan Mepago.
Pemberlakuan pembatasan itu dimulai 26 Maret hingga 9 April 2020 dengan akses orang atau penumpang melalui laut maupun udara akan ditutup sementara guna mencegah penyebaran virus corona di Papua. "Namun, untuk angkutan barang dan bahan makanan tetap akan dibuka," kata Gubernur Enembe seduah memimpin rapat forkopimda terkait Covid-19 di Jayapura, Selasa (24/3). Dia mengatakan, penutupan itu dilakukan hingga 14 hari mendatang dan akan diperpanjang bila terjadi peningkatan kasus.