REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Indira Rezkisari, Antara,
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta setiap negara menggunakan waktu pada saat lockdown atau di masa orang-orang tidak ke luar rumah untuk menyerang balik virus corona baru Covid-19. Langkah strategis penting agar negara tidak terjebak kembali ke pusaran Covid-19 ketika kebijakan lockdown diangkat.
"Kami menyerukan kepada semua negara yang telah memperkenalkan langkah lockdown untuk menggunakan saat sekarang untuk menyerang virus," kata Tedros dalam keterangan kepada media seperti dikutip di laman resmi WHO di Jakarta, Kamis (26/3).
Tedros menyadari saat ini banyak negara menerapkan langkah lockdown atau penutupan akses ke luar dan masuk suatu daerah atau negara agar tidak terjadi penyebaran penularan. Dia mengatakan langkah untuk meminta masyarakat tetap di rumah dan membatasi pergerakan masyarakat dengan menutup sejumlah fasilitas publik bisa membantu mengulur waktu dan mengurangi beban tenaga medis di fasilitas kesehatan.
Namun Tedros menegaskan bila hanya itu yang dilakukan tidak akan bisa mengalahkan virus. "Tapi jika hanya itu, langkah-langkah ini tidak akan memadamkan epidemi," kata Tedros.
Dia menyebut tujuan dari langkah pembatasan interaksi fisik atau juga lockdown bertujuan agar memungkinkan tindakan yang lebih tepat dan terarah untuk menghentikan penularan virus dan menyelamatkan nyawa seseorang. Oleh karena itu di saat banyak orang berdiam diri di rumah, pemerintah memiliki kesempatan untuk melakukan beberapa langkah agresif untuk menyerang balik virus.
Tedros merekomdendasikan enam langkah yang harus dilakukan oleh semua negara. Yang pertama, Tedros meminta kepada tiap negara untuk menambah, melatih, dan memanfaatkan sumber daya kesehatan yang ada. Baik tenaga medis maupun tenaga kesehatan masyarakat.
Kedua, implementasikan sebuah sistem yang bisa menemukan setiap kasus yang dicurigai terjadi di tingkat masyarakat. Ketiga, meningkatkan produksi, kapasitas, serta ketersediaan sarana dan prasarana pengujian spesimen.
Selanjutnya yang keempat ialah mengidentifikasi fasilitas yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk merawat dan isolasi pasien. Kemudian lakukan langkah penyesuaian dan melengkapinya dengan fasilitas kesehatan.
Kelima, kembangkan rencana dan proses yang jelas untuk mengkarantina orang-orang yang memiliki riwayat kontak dengan pasien positif. Dan yang keenam, memfokuskan kembali seluruh elemen pemerintah untuk menekan dan mengendalikan virus Covid-19.
Langkah-langkah tersebut, kata Tedros, adalah cara terbaik untuk menekan laju virus dan menghentikan penularan. Sehingga ketika pembatasan jarak fisik dan jarak sosial dicabut, virus tidak akan muncul kembali.
Tindakan yang agresif untuk mencari kasus, mengisolasi, melakukan pemeriksaan, merawat pasien dan melacak riwayat kontak bukan hanya cara terbaik dan tercepat untuk menghentikan pembatasan sosial dan ekonomi yang ekstrim. Cara itu juga bisa mencegah terjadinya pembatasan sosial dan ekonomi tersebut.
Akibat corona jenis baru, China, Denmark, El Salvador, Prancis, Irlandia, Selandia Baru, Polandia, dan Spanyol telah mengimplementasikan karantina atau kebijakan isolasi berupa lockdown yang paling besar di dunia. Kota Wuhan, China, telah memberlakukan lockdown selama lebih dari enam pekan.
Dikutip dari Business Insider, Kamis (26/3), Wuhan memulai lockdown pasa 23 Januari 2020. Tak lama setelah itu China menutup lagi 25 kota.
Upaya China menutup kota-kotanya untuk mencegah penyebaran corona dipuji oleh Bruce Aylward, seorang pakar epidemiolog yang belum lama ini dikirim ke China dalam delegasi inspeksi upaya karantina. "Tidak dapat disangsikan kalau pendekatan China itu telah mengubah arah penyebaran dari yang menyebar luas dan berlanjut menjadi epidemi yang mematikan jadi menurun penyebarannya," kata Aylward.
Studi lain namun menemukan, pembatasan pergerakan di Wuhan hanya menurunkan penyebaran secara lokal dari tiga ke lima hari. Alasannya, sudah terjadi kasus lain di kota lain saat lockdown diberlakukan.
Saat ini ketika China melihat penurunan kasusnya, virus corona jenis baru terus menyebar ke negara-negara lain. Termasuk ke Indonesia.
Hingga saat ini jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 893 orang atau bertambah 103 orang dari total 790 kasus per hari kemarin. Jumlah kasus yang sembuh bertambah empat menjadi 35 orang sementara kasus meninggal bertambah 20 sehingga total kasus meninggal akibat Covid-19 menjadi 78 orang.
Pemerintah masih tetap menyatakan belum mempertimbangkan opsi lockdown.
Anggota Komisi VI DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek, meminta pemerintah mempertimbangkan opsi karantina atau lockdown untuk kota-kota besar yang penyebaran Covid-19 sangat sporadis. Khususnya di DKI Jakarta.
"Karantina secara ketat bisa dilakukan per wilayah secara bertahap tidak perlu semua wilayah NKRI sekaligus sambil menunggu perkembangan," kata Awiek dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/3).
Dia mengatakan jumlah pasien positif Covid-19 terus meningkat namun imbauan dari pemerintah untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah tidak menjadi kewajiban bagi warga. Hal itu menurut dia menyebabkan masih banyak warga yang beraktivitas di luar, tidak hanya pekerja dengan upah harian namun juga pekerja perkantoran dan pertokoan tetap masuk kerja sehingga imbauan WFH tidak berjalan maksimal.
"Angkutan umum seperti KRL, bus umum, angkot masih penuh sesak penumpang yang ini merupakan lokasi favorit penyebaran Covid-19. Termasuk Surat Edaran Kapolri yang melarang warga berkumpul hanya efektif di daerah-daerah tertentu, sementara di sejumlah daerah tetap menggelar kegiatan rutin seperti arisan," ujarnya.
Wakil Sekjen DPP PPP itu mengatakan pelaksanaan himbauan yang dilakukan pemerintah tidak maksimal. Sudah saatnya pemerintah meningkatkan tensi ke yang lebih berat yaitu sifatnya wajib dan bagi yang melanggar dikenai sanksi pidana atau denda.
Untuk itu menurut dia, maka penerapan UU nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan sudah bisa mulai diterapkan karena kondisi saat ini sudah sangat memrihatinkan.
"Penyebaran virus sangat massif sementara interaksi sosial masih terjadi maka pemerintah sudah bisa memertimbangkan opsi karantina atau lockdown untuk kota-kota besar yang penyebaran Covid-19 sangat sporadis khususnya DKI Jakarta," katanya.
Dia mengatakan dalam Pasal 49 ayat 3 UU nomor 6 tahun 2018 menyebutkan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh menteri sehingga menteri yang ditunjuk bisa mengambil kebijakan karantina. Awiek menjelaskan, apabila pelaksanaan UU Karantina Kesehatan terkendala belum ada Peraturan Pemerintah (PP), itu hanya soal teknis yang bisa dipercepat penyusunannya.
"RUU Cipta Kerja yang menganut konsep Omnibus Law setebal lebih 1.000 halaman saja bisa disusun apalagi cuma PP," ujarnya.
Menurut dia, apabila opsi karantina wilayah diambil, maka pemerintah pusat dan pemda harus bersinergi tidak saling menyalahkan dan mempersiapkan langkah-langkah secara matang.
Dia mencontohkan seperti ketersediaan bahan pangan bagi warga yang tidak boleh beraktivitas di luar dan tentu akan efektif apabila dibarengi dengan penegakan hukum yang ketat.
Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu juga meminta pemerintah menyiapkan diri seandainya lockdown harus ditempuh. "Tidak ada salahnya membahas dan mempersiapkan opsi lockdown sebagai alternatif terakhir untuk wilayah provinsi DKI Jakarta," kata Masinton dalam keterangan tertulis.
Anggota Komisi III dari dapil DKI Jakarta II tersebut mengakui opsi lockdown memang bukan satu-satunya opsi untuk penanganan Covid-19. Namun, ia menilai lockdown merupakan opsi paling efektif sebagaimana yang sudah dilakukan berbagai negara.
"Bahkan negara tetangga Malaysia telah mengumumkan perpanjangan masa lockdown hingga 14 April 2020 setelah mencatatkan kasus infeksi corona tertinggi di Asia Tenggara. Malaysia mencapai 1.796 kasus," ujarnya.
Ia berharap tidak ada egosime kebijakan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya, hal yang paling penting saat ini adalah keselamatan dan kesehatan rakyat.
"Singkirkan egoisme, bangun sinergitas, dan solidaritas antara pemerintahan pusat dan daerah," ajaknya.