Sabtu 21 Mar 2020 11:09 WIB

Stimulus Ekonomi Wabah Corona: Industri Perbankan

Wabah corona berdampak pada terguncangnya bursa saham global di titik terendah.

Praktisi Media, Elba Damhuri saat menyampaikan materi pada diskusi Temu Wartawan, yang digelar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Hotel PO, Semarang, Selasa (17/9). Dalam paparannya, media digital memiliki masa depan cerah dan media cetak tetap memiliki peluang untuk tetap hidup.(Republika/Bowo Pribadi)
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Praktisi Media, Elba Damhuri saat menyampaikan materi pada diskusi Temu Wartawan, yang digelar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Hotel PO, Semarang, Selasa (17/9). Dalam paparannya, media digital memiliki masa depan cerah dan media cetak tetap memiliki peluang untuk tetap hidup.(Republika/Bowo Pribadi)

Oleh: Elba Damhuri*

Wabah virus corona memberikan dampak hebat terhadap perekonomian banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Yang paling tampak saat ini adalah terguncangnya bursa saham global ke titik rendah, yang juga terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Industri manufaktur, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri keuangan, hingga pendapatan individu masyarakat pun ikut terhempas gelombang wabah corona ini. Tak heran jika banyak negara memberikan stimulus ekonomi untuk mengurangi dampak penurunan ekonomi.

Amerika Serikat (AS) siap menggelontorkan uang hingga 1 triliun dolar AS untuk stimulus ekonomi akibat wabah corona. Presiden Donald Trump menyiapkan dana cash 500 miliar dolar AS dan 500 miliar dolar lagi untuk kepentingan bisnis terutama UKM.

Trump juga menyiapkan anggaran 300 miliar untuk subsidi pajak bagi perusahaan dan individu pekerja. China terlebih dahulu melakukan langkah yang sama. Tak kurang dari Rp 2.000 triliun dikeluarkan Beijing untuk menolong ekonomi China dari wabah corona.

Stimulus ekonomi juga diberikan pemerintah Indonesia. Pertama, untuk sektor pariwisata. Pemerintah memberikan diskon tiket pesawat domestik dan hapus pajak industri hotel dan restoran di daerah wisata utama. Kedua, stimulus penghapusan pajak bagi pekerja.

Bagaimana dengan industri keuangan dalam hal ini perbankan? Apa ada situmulus khusus? Pertanyaan ini banyak ditanyakan pebisnis mengingat rendahnya daya beli saat ini. Juga, pemegang kredit atau pembiayaan rumah dan lainnya.

Pebisnis UMKM sudah teriak sejak awal tahun ini terkait beratnya usaha dan sulitnya mencicil utang ke bank. Para driver ojek online pun merasakan kesulitan yang sama.

Dengan semua kerja dari rumah dan sekolah diliburkan, penghasilan ojek online menurun drastis sementara harus tetap membayar cicilan motor. Ancaman kredit macet naik pun berdiri di depan mata.

Dalam jumpa pers digital dengan wartawan, Jumat (20/3), Menteri BUMN Erick Thohir memberikan gambaran positif dan optimistis atas situasi ini. Erick Thohir memang tak menampik beratnya tantangan yang dihadapi BUMN-BUMN saat ini dan yang dialami sektor-sektor industri lain termasuk UMKM.

Erick menyampaikan BUMN mempunyai tugas dalam aspek kesehatan dan juga mendukung sistem iklim perekonomian yaitu sektor usaha dan moneter. Kementerian BUMN dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait, kata Erick, segera meluncurkan kebijakan yang membantu industri terkena terdampak itu.

"Kita ingin memastikan bank-bank milik BUMN segera menurunkan suku bunga UKM lantaran banyaknya UKM yang terdampak," kata Erick.

Selain penurunan suku bunga yang diminta kepada bank-bank BUMN untuk UKM, Erick Thohir juga sedang sedang mengajukan kebijakan relaksasi dari OJK untuk sektor-sektor perhotelan, restoran, dan penerbangan yang mempunyai pinjamann kepada bank-bank BUMN. Langkah ketiga, Erick menyatakan pemerintah akan mengeluarkan obligasi-obligasi yang akan membantu devisa, terutama pada obligasi dari perusahaan BUMN yang ratingnya bagus, seperti BRI dan Mandiri.

Erick menyampaikan rencana penurunan suku bunga telah dibahas dalam rapat terbatas pada Jumat (20/3) pagi. Mengenai mekanisme lebih lanjut, kata Erick, akan dikoordinasi oleh kementerian dan Gubernur Bank Indonesia (BI).

Suku Bunga BI Turun

BI sebagai penjaga utama stabilitas mata uang rupiah dan inflasi di Tanah Air langsung mengeluarkan jurus-jurus moneter terkait pelemahan ekonomi saat ini. Suku bunga acuan perbankan pun diturunkan seraya berharap segera memberikan efek menetes ke industri perbankan untuk ikut penurunan ini.

Pada Kamis (19/3) lalu, usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan penurunan suku bunga acuan 7Days Reverse Repo Rate (7DRRR) di level 4,5 persen. 7DRRR ini menjadi acuan industri perbankan dalam menentukan suku bunga pinjaman/kredit/pembiayaan.

Perry mengatakan kebijakan moneter di tengah wabah corona saat ini tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran. BI tetap memperhatikan stabilitas eksternal yang terjaga serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat.

Pekerjaan terbesar BI sekarang tentu menjaga penguatan rupiah atas dolar AS. Pada penutupan perdagangan Jumat (20/3), rupiah berada di level 15.960 per dolar AS. Rupiah sempat menembus 16 ribu per dolar AS atau menyamai kerendahan saat krisis moneter 1998.

Jika rupiah menguat maka inflasi bisa terus terjaga. Suku bunga bank pun masih bisa direlaksasi. Sebaliknya, jika rupiah makin melemah, inflasi bisa terancam, dan penurunan suku bunga acuan bisa terancam.

Intervensi masih menjadi kata maut BI dalam menjaga stabilitas rupiah. BI melakukan triple intervention (tiga intervensi) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

Perry mengatakan sepanjang tahun ini BI sudah mengeluarkan uang hampir Rp 300 triliun dalam rangka menjaga stabilitas rupiah di tengah wabah corona. Jurus lainnya, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.

Terkait perbankan, BI ,memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) harian dalam rupiah sebesar 50 bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.

Relaksasi Perbankan dari OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan mulai menerapkan kebijakan relaksasi terhadap debitur yang terdampak wabah Virus Corona baru atau Covid-19.  OJK menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan menerbitkan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada Kamis (19/3).

Juru Bicara OJK Sekar Putih mengatakan dengan terbitnya POJK ini maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud.

POJK mengenai stimulus perekonomian tersebut dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah Covid-19. Kinerja ini bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.

Melalui kebijakan stimulus tersebut, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya. Menurut Sekar, POJK itu diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran Covid-19 sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus corona. Ini termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Juga, disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).

Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp 10 miliar. Selain itu, restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit.

Relaksasi pengaturan tersebut berlaku untuk debitur non-UMKM dan UMKM, dan akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur.

Dengan beragam stimulus ekonomi sektor perbankan ini diharapkan sektor riil tetap bisa bergerak. Pengusaha UMKM yang memiliki kredit bank bisa sedikit tenang dengan adanya penurunan suku bunga, keringanan membayar cicilan dalam hal ini cicilan bunga saja untuk periode tertentu, hingga bentuk-bentuk kemudahan lainnya.

Bagi debitur besar, stimulus perbankan ini bisa menjadi jalan untuk merestrukturisasi kredit mereka. Stimulus ini bisa jadi cara untuk menekan sekecil mungkin kredit macet debitur yang memang menjadi ancaman industri bank.

Dengan demikian, bakal membengkaknya rasio kredit macet bank dan gagal bayar debitur bisa terhindari sejak dini. Efek besarnya, ancaman PHK massal pun bisa dielakkan dan daya beli masyarakat bisa tetap terjaga. Tentu, OJK dalam hal ini harus benar-benar ketat dalam menyeleksi industri mana saja yang pantas mendapat keringan ini.

*) Elba Damhuri, Managing Editor Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement