Jumat 20 Mar 2020 15:39 WIB

Habib Rizieq: Ikuti Fatwa MUI dan Petunjuk Medis Pemerintah

Mengikuti Fatwa MUI merupakan ikhtiar untuk mencegah meluasnya wabah Corona.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Habib Rizieq Shihab.(Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Habib Rizieq Shihab.(Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, mengeluarkan imbauan untuk umat muslim soal beribadah di tengah mewabahnya virus Corona (Covid-19).

HRS meminta umat Islam di zona rawan Covid-19 untuk mengikuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan petunjuk medis pemerintah.

Baca Juga

"Ikuti fatwa MUI dan petunjuk medis pemerintah agar tidak shalat berjamaah dan Jumat dulu di masjid. Untuk pencegahan wabah, jauh lebih utama dipatuhi dan ditaati," ujar Rizieq melalui Dewan Pimpinan Pusat FPI, Jumat (20/3).

Rizieq mengatakan, upaya tersebut perlu dilakukan bukan karena umat muslim takut akan virus Corona. Bertawakal kepada Allah SWT tetap perlu dilakukan.

Namun, sikap mengikuti fatwa MUI dan petunjuk medis pemerintah itu merupakan bentuk ikhtiar umat Islam dalam mencegah wabah semakin meluas dan timbulnya fitnah.

"Jangan sampai nanti ada jamaah masjid kena Corona dan jangan juga nanti masjid dituduh penyebarnya karena tetap gelar shalat jamaah dan Jumat," kata dia.

Rizieq juga menyebutkan, bagi Muslim yang berada di wilayah yang jauh dari zona rawan Corona, sudah tentu shalat berjamaah dan Jumat di masjid tetap wajib dilaksanakan. Ia pun berdoa agar Allah SWT segera mengangkat wabah Corona.

photo
Pelaksanaan Sholat Jumat. Seorang jamaah membaca alquran seusai melaksanakan sholat dzuhur di Masjid Al-Iman Bintara Jaya, Bekasi Barat, Jumat (20/3). Masjid Al Iman Bintara tidak menyelenggarakan sholat jumat selama dua pekan kedepan sebagai upaya ikut mencegah penyebaran virus Corona. - (Edwin Dwi Putranto/Republika)

Fatwa MUI

Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Virus Corona atau Covid-19. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan ketentuan hukum fatwa ini.

Ia mengatakan, pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit. Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

"Kedua, orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain," kata KH Asrorun kepada Republika.co.id,  Senin (16/3).

Ia menjelaskan, bagi orang yang terpapar Covid-19, shalat Jumat dapat diganti dengan shalat Dzuhur di tempat kediaman. Karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.

Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan. Seperti berjamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar. 

Ketiga, orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar Covid-19, harus memperhatikan hal-hal ini. "Yakni dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat dzuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu, Tarawih, dan Id di masjid atau tempat umum lainnya," ujarnya.

KH Asrorun menerangkan, bagi orang sehat yang berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.

Di antaranya seperti tidak melakukan kontak fisik langsung dengan bersalaman, berpelukan, cium tangan.  Mereka juga disarankan membawa sajadah sendiri dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Ia melanjutkan, keempat, dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan tersebut. Sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat Dzuhur di tempat masing-masing.

"Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim," jelasnya.

KH Asrorun mengatakan, yang kelima, dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat. Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

Ketujuh, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19 terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.

"Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala') khususnya dari wabah Covid-19," ujarnya.

KH Asrorun melanjutkan, kesembilan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan menyebabkan kerugian publik. Seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.

Komisi Fatwa MUI juga merekomendasikan, pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar Covid-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah.

"Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan dinyatakan sembuh," kata KH Asrorun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement