REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Metro Jaya dalam mengungkap tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal serta meminta agar Korps Bhayangkara mengusut tuntas jaringan pemasoknya.
"Saya mengapresiasi Pak Kapolda dan jajaran dalam mengungkap kejahatan ini," kata Adrianus di Polda Metro Jaya, Rabu (18/3).
Dalam kesempatan itu dia mengatakan pengungkapan kasus kepemilikan senjata api ilegal adalah sebuah awal dari proses pengusutan kasus yang lebih besar.
"Poin saya adalah ini bukan suatu kerjaan bisa yang selesai di sini. Karena hampir tidak mungkin ini dilakukan perorangan, dan saya setuju itu dan jangan lupa kalau bicara sindikat ada tiga tingkat ada orang cari pembeli, ada memelihara jaringan, dan ada orang yang mencari pemasok," ujarnya.
Dia juga mengharapkan proses penyelidikan kasus kepemilikan senjata api ilegal ini tidak berhenti di level pembeli tapi terus di usut hingga level pemasok dan jaringannya. "Jangan kita hanya berhenti di pembeli saja, jangan lupa pada siapa pemasoknya dan dari jaringan mana dia mendapatkan," kata dia.
Adrianus menyebut proses ini sangat penting untuk mewujudkan Jakarta yang aman dari ancaman senjata api ilegal.
Diketahui, Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat menyita 20 unit senjata api ilegal dari berbagai jenis dan turut menyita 12 ribu butir dari tangan enam orang tersangka.
"Jadi senjata api keseluruhan yang kita amankan sekitar 20 senjata api dengan peluru sebanyak 12 ribu butir peluru, kemudian tersangka yang kita amankan enam orang," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana di Polda Metro Jaya, Rabu.
Enam tersangka yang diamankan petugas yakni JR, AK, GTB, WK, MH dan AST.
Senjata api ilegal yang disita dari tangan para tersangka itu tidak hanya berupa senjata api rakitan, tapi juga senjata api buatan pabrik yang tidak dilengkapi dengan dokumen.
Keenam orang itu kini telah ditahan dan menyandang status tersangka lantaran kepemilikan senjata api ilegal.
Para tersangka ini dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 13 Tahun 1951, Pasal 172 ayat 2 KUHP, Pasal 368 KUHP, Pasal 33 Ayat 2 KUHP dan pasal 335 KUHP dengan ancaman penjara 20 tahun.