Rabu 18 Mar 2020 13:39 WIB

Pentingnya Pembatasan Jarak Ketika Lockdown Belum Jadi Opsi

Berada di rumah dan membatasi jarak sangat membantu cegah penyebaran virus corona.

Warga beraktivitas menggunakan MRT kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Senin (16/3). Warga disarankan menerapkan praktik pembatasan jarak atau social distancing demi mencegah penyebaran virus corona jenis baru.(Republika/Thoudy Badai)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas menggunakan MRT kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Senin (16/3). Warga disarankan menerapkan praktik pembatasan jarak atau social distancing demi mencegah penyebaran virus corona jenis baru.(Republika/Thoudy Badai)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Wahyu Suryana, Antara

Perdebatan mengenai upaya menutup daerah secara total atau lockdown terus berlanjut. Presiden Joko Widodo menegaskan belum memikirkan opsi penutupan tersebut.

Ada beragam alasan yang menyebabkan Indonesia belum menempuh langkah penutupan. Pakar dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan penutupan belum memungkinkan karena berbagai faktor, termasuk menjaga kestabilan ekonomi.

"Tindakan lockdown belum diambil pemerintah karena lockdown artinya membatasi betulan suatu wilayah atau daerah dan itu memiliki implikasi ekonomi, sosial dan keamanan. Maka dari itu kebijakan itu belum bisa diambil saat ini," kata Profesor Wiku, dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (18/3).

Pemerintah, kata pakar kebijakan kesehatan itu, tetap mendorong terjaganya aktivitas ekonomi dan sosial. Masyarakat diperbolehkan aktivitasnya, namun dengan modifikasi.

Modifikasi kegiatan harus dilakukan karena masih banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan penghasilan dari upah harian. Faktor tersebut menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

"Itu juga menjadi salah satu kepedulian pemerintah supaya aktivitas ekonominya tetap bisa berjalan. Karena dengan lockdown orang akan berada di rumah semuanya maka aktivitas ekonomi akan sulit untuk berjalan dan itu secara ekonomi berbahaya," kata akademisi Universitas Indonesia itu.

Pemerintah juga terus mendorong dilakukannya social distance atau menjaga jarak sosial. Wiku mengatakan jika memungkinkan masyarakat harus menghindari aktivitas di tengah kerumunan orang banyak. Dia juga menekanan pentingnya menggunakan masker di tempat ramai bagi yang sakit.

Ia menjelaskan, social distancing artinya menjaga jarak sosial dengan orang lain yaitu lima langkah. Ia mengimbau masyarakat benar-benar mematuhinya dan beraktivitas di rumah.

Belajar di rumah bisa menghindari kontak erat. Sebab jika tetap memaksa menempuh ilmu di kampus maka ini menjadi risiko karena jarak antara satu orang dengan orang lain berdekatan.

Kalaupun harus pergi dari rumah, ia meminta masyarakat untuk sementara tidak berjabat tangan dengan orang lain, sering mencuci tangan, sebisa mungkin hindari kerumunan. Selain itu, dia melanjutkan, masyarakat bisa menggunakan masker wajah atau sapu tangan ketika berada di tempat ramai dan hindari pegangan tangan di commuter line (KRL) hingga tombol di lift. "Kalau (keluar rumah) tidak bisa dihindari, maka sering cuci tangan," katanya.

Ia juga meminta masyarakat terapkan etika batuk dengan benar yaitu menggunakan siku, lengan sehingga partikel air liur (droplet) tidak menyebar. Tak hanya itu, ia juga meminta masyarakat menjaga daya tahan tubuhnya.

Sebab, ia menjelaskan penyakit ini bisa dilawan dengan daya tahan tubuh manusia. Tubuh yang sehat memiliki kemampuan melawan virus corona jenis baru ini dengan antibodi yang sudah ada di tubuh.

Pihaknya meyakini upaya-upaya ini lebih efektif karena jumlah masyarakat Indonesia lebih banyak yang sehat dibandingkan yang terinfeksi virus itu. Ia menyebut kini jumlah penduduk Indonesia hampir 270 juta jiwa berbanding 172 yang positif terinfeksi Covid-19 dan tujuh jiwa yang meninggal tentu lebih banyak yang sehat. "Artinya kalau melakukan hal seperti ini maka bisa melawan musuh kita," katanya.

Dia mengatakan tata cara dalam beribadah juga perlu dimodifikasi seperti menjaga jarak, selalu menjaga ruang ibadah bersih serta menghindari jabat tangan. "Saudara-saudara sekalian yang beragama Islam, yang Muslim mungkin tata cara shalatnya juga sudah perlu dimodifikasi pada saat ini karena kita perlu betul-betul memastikan tempat kita shalat bersih dan selalu sering dibersihkan baik di masjid maupun di rumah," ujarnya.

Dia juga mengimbau umat Kristiani yang beribadah di gereja untuk memastikan tidak memiliki kontak dekat dengan orang lain. Jaga jarak antara jemaat bila harus beribadah di gereja. Sementara dalam menjalankan aktivitas sosial, dia mengimbau agar masyarakat menghindari kerumunan banyak orang dan membatasi kontak dengan orang lain.

Perhimpunan Dokter Emergency Indonesia menambahkan perlunya masyarakat menjaga jarak selama melakukan isolasi diri, terutama dengan anggota keluarga lain, saat di dalam rumah. "Self isolation ini berarti juga dia mengurangi kontak dengan keluarga di rumah," kata Ketua Perhimpunan Dokter Emergency Indonesia (PDEI) Dr. Mohammad Adib Khumaidi.

Adip mengatakan isolasi diri perlu dilakukan bagi mereka yang memiliki riwayat bepergian ke negara-negara yang terjangkit ataupun mereka yang pernah kontak erat dengan orang-orang yang dikonfirmasi terkena Covid-19, yang ditimbulkan oleh virus SARS-COV-2. Orang-orang dengan riwayat tersebut perlu melaporkan diri ke petugas medis untuk kemudian diberikan status sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan dianjurkan mengisolasi diri selama 14 hari.

"Jadi bagi mereka yang punya riwayat kontak dengan yang dinyatakan positif maka dia masuk di dalam ODP, walaupun dia tidak ada keluhan. Maka diharapkan dia self isolation selama dua minggu," katanya.

Bagi orang-orang yang dalam pemantauan, mereka sangat perlu menjaga jarak selama mengisolasi diri, kata Adip. Tujuannya adalah untuk mengurangi kontak dengan anak, istri, suami atau mungkin dengan anggota keluarga lain yang berusia lanjut sehingga kemungkinan risiko tertularnya semakin berkurang.

Virus SARS-COV-2 menular dari satu orang ke orang lain dalam jarak dekat. Seperti penyakit pernapasan pada umumnya.

Virus tersebut menular melalui cairan tubuh, seperti air liur atau air lendir, dari orang yang terinfeksi yang dikeluarkan ke udara saat batuk atau bersin ataupun ketika cairan tersebut menempel pada permukaan benda. Selama melakukan isolasi diri, ODP diimbau untuk menjaga jarak dengan anggota keluarga lain dan mulai membiasakan diri untuk tidak bersalaman atau melakukan kontak erat lain yang dikhawatirkan dapat menjadi media penularan.

"Mengurangi kontak dengan anak, terutama ya tidur harus terpisah dengan anak dan istri, kemudian yang biasanya cium anak atau anak cium tangan ke kita juga dikurangi dulu. Paling tidak selama masa isolasi itu tadi," katanya.

Kemudian, selain menjaga jarak, perilaku hidup bersih, seperti rutin mencuci tangan dan memakai masker selama di dalam rumah, juga perlu dilakukan selama mengisolasi diri. "Intinya selama interaksinya dijaga, kemudian kebiasaan-kebiasaan cium anak, cium tangan dibatasi, lalu rutin mencuci tangan dan memakai masker, maka ODP bisa tetap beraktivitas selama isolasi," katanya.

Menghindari Kecemasan

Keharusan melakukan pembatasan jarak dengan orang lain dan berada di rumah sangat mungkin berefek ke kesehatan jiwa. Kondisi ini pun tanpa disadari mengakibatkan kepanikan. Pakar Promosi FKKMK UGM, dr. Fatwa Sari Tetra Dewi mengatakan, rasa cemas, khawatir dan stres sering dialami banyak orang saat menghadapi situasi krisis.

Termasuk, kata Fatwa, menghadapi Covid-19 yang penyebarannya kian merebak di berbagai negara. Sebab, stres bisa menurunkan imunitas tubuh, sedangkan yang dibutuhkan untuk menangkal Covid-19 merupakan kekebalan tubuh yang baik.

Ia mengatakan, ada tiga langkah utama yang bisa dilakukan untuk mengatasi penyebab stres karena wabah Covid-19. Pertama, masyarakat disarankan untuk membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang Covid-19.

Kedua, mencari tahu tentang kondisi kesehatan diri melalui skrining mandiri. Misal, hasilnya sebagai warga yang tidak ada kontak dengan pasien Covid-19, disarankan membiasakan diri berpola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). "Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga jarak yang cukup dengan orang lain," kata Fatwa, Rabu (18/3).

Ketiga, menentukan sikap dan langkah sesuai dengan kondisi kesehatan saat ini. Untuk mengurangi stres, Fatwa menerangkan, dapat dilakukan melalui berbagai cara yang salah satunya mulai membicarakan perasaan yang dialami.

Bisa ke orang-orang terdekat atau orang-orang yang dapat dipercaya untuk membantu. Tim Health Promoting University (PHU) UGM itu menyarankan, agar tidak menjadikan alkohol, rokok, atau obat-obatan lain sebagai pelarian.

"Langkah penting lain untuk menekan stres, bingung, dan takut menghadapai Covid-19 dengan menyaring bacaan maupun tontonan," ujar Fatwa.

Kumpulkan informasi akurat agar dapat membantu mengambil tindakan pencegahan melalui sumber kredibel dan terpercaya. Seperti World Heatlh Organization (WHO), Center for Disease Control (CDC), dan Kementerian Kesehatan.

Terlebih, lanjut Fatwa, yang terjadi saat ini banyak informasi berlebihan yang malah menyulitkan identifikasi solusi atau yang disebut infodemik. Hal ini menyebabkan kepanikan masyarakat karena informasi yang simpang siur.

"Oleh karena itu, pilih sumber bacaan yang berkualitas dari WHO, CDC dan Kemenkes," kata Fatwa.

Langkah lain yang bisa dilakukan dengan mengelola kecemasan individu dan keluarga. Caranya, dengan membatasi paparan informasi yang membuat makin merasa tertekan ataupun cemas.

Dalam mengelola stres dan kecemasan saat pandemi berlangsung, dapat pula dilakukan menggunakan cara-cara mengelola stres yang pernah dilakukan sebelumnya. Lalu, bisa dilakukan dengan mempertahankan gaya hidup sehat.

"Hal itu bisa dilakukan dengan makan makanan bergizi dan seimbang, istirahat cukup, aktivitas fisik dan olah raga," ujar Fatwa.

photo
Pembatasan Kedatangan Internasional ke Indonesia - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement