Senin 16 Mar 2020 20:20 WIB

Anies Kembalikan Jam Operasional MRT, LRT dan Trasjakarta

Namun, ada pembatasan jumlah penumpang per bis dan per gerbong.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan(dok. Republika)
Foto: dok. Republika
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan(dok. Republika)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengembalikan jadwal operasional tiga moda angkutan umum, MRT, LRT dan Transjakarta ke waktu semula, setelah pembatasan operasional. Pembatasan yang diberlakukan sebelumnya bertujuan mencegah interaksi dan penularan virus Corona (Covid-19).

Namun, kenyataannya justru menyebabkan antrean dan keramaian di dekat stasiun dan halte penumpang. Untuk itu atas arahan Presiden Jokowi, Gubernur Abies akhirnya mengembalikan jam operasional dan frekuensi armada tiga moda angkutan umum tersebut, namun dengan catatan tetap membatasi kapasitas dalam satu bus atau satu gerbong kereta.

"Kami kembali menyelenggarakan angkutan umum dengan frekuensi tinggi. Untuk penyelenggaraan kendaraan umum di jakarta dan kita akan laksanakan dengan sosial distensing secara disiplin," kata Anies kepada wartawan saat Konferensi pers di Balai Kota, Senin (16/3).

Artinya, jelas Anies, akan ada pembatasan jumlah penumpang per bis dan per gerbong disetiap kendaraan umum yang beroperasi di bawah Pemprov DKI Jakarta. Juga akan ada pembatasan jumlah antrean di dalam halte dan jumlah antrean di dalam stasiun. Sekali lagi tujuannya untuk mengurangi risiko penularan.

Karena, jelas dia, semua punya konsekuensi antrean akan lebih banyak di luar halte dan di luar stasiun. Antrean di luar halte dan stasiun di ruang terbuka, menurut Anies, dari diskusi para ahli mengurangi tingkat risiko penularan daripada antrean atau kepadatan di ruang tertutup.

Karena itu pembatasan jumlah penumpang per gerbong dan per bis menjadi penting sekali untuk memastikan bahwa jarak fisik antara satu penumpang dengan penumpang lain. Baik pada saat menuju kendaraan umum maupun selama berada dalam kendaraan umum tetap terjaga.

Agar tidak terjadi lagi antrean panjang, ia menyebut, selain mengembalikan jam operasional, juga membutuhkan kerja bersama warga. Seperti tetap penumpang menjaga jarak satu meter, agar menghindari penularan. Yakni dengan tidak berdesakan-desakan dalam bis, di dalam halte, dan di dalam stasiun. Bila hal itu tidak dilakukan, maka potensi penularan itu akan meningkatkan.

Disadari, memberikan jarak antrean memang menyebabkan antrean semakin panjang. Namun, ini memberi konsekuensi mencegah interaksi dan penularan. Termasuk mengurangi kapasitas angkut menjadi lebih sedikit, pasti akan berkonsekuensi pada panjang antrean.

Untuk itu, penyelenggara Transjakarta atau MRT akan menambah frekuensi armada. Agar jarak satu bus atau satu kereta lebih dekat.

"Sehingga penumpang bisa langsung naik, di setiap lima menit. Tetapi antrean tentu akan lebih panjang, ini membutuhkan pengertian dari kita semua, karena tanpa kita secara sadar menjaga jarak satu sama lain," imbuhnya.

Anies menekankan, kesadaran social distancing atau jarak berinteraksi ini penting untuk dijaga. Sebab di berbagai negara, hal ini gagal dilakukan dan berakibat Covid-19 menyebar di kerumunan warga. Karena itu ketika tidak ada keseriusan, kedisiplinan di dalam melakukan social distancing, potensi penularan itu sangat besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement