REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Amri Amrullah, Mimi Kartika, Gumanti Awaliyah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (15/3) memberikan pidato di tengah menanjaknya jumlah kasus positif corona di Indonesia. Jokowi membebaskan seluruh gubernur, bupati, dan walikota untuk menentukan status siaga darurat atau tanggap darurat bencana non-alam.
Tentunya, penetapan level kedaruratan Covid-19 ini harus melalui koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemberian wewenang bagi daerah untuk bertindak cepat ini, menurut Jokowi, disebabkan tingkat kegawatan Covid-19 bisa berbeda-beda di setiap daerah.
"Untuk terus memonitor kondisi daerah dan terus berkonsultasi dengan pakar medis dalam menelaah situasi, dan terus berkonsultansi dengan BNPB untuk menentukan status daerahnya siaga darurat ataukah tanggap darurat bencana non-alam," ujar Jokowi.
Daerah pun diberi kewenangan untuk meminta para murid dan mahasiswa belajar di rumah, meminta ASN bekerja dari rumah, dan imbauan beribadah di rumah. Para pimpinan daerah juga diminta memonitor kondisi daerahnya dan terus berkonsultasi dengan dengan pakar untuk menelaah perkembangan situasi.
"Dengan kondisi ini saatnya kita bekerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah. Inilah saatnya bekerja bersama-sama, saling tolong menolong, dan bersatu padu, gotong royong, kita ingin ini menjadi gerakan masyrakat agar masalah Covid-19 ini tertangani dengan maksimal," jelas Jokowi.
Terkait kebijakan untuk membuat kegiatan perkantoran jarak jauh, Jokowi meminta seluruh kementerian lembaga memastikan pelayanan kepada masyarakat tetap diprioritaskan. Jokowi juga meminta Pemda mengurangi kerumunan umum, termasuk dengan mengurangi kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak peserta. Jokowi pun meminta Pemda meningkatkan pelayanan pengetesan Covid-19 melalui RSUD dan rumah sakit rujukan.
Jokowi menegaskan, pemerintah pusat belum mengambil opsi pengisolasian diri atau lockdown terkait pencegahan penyebaran Covid-19. Opsi lockdown sama sekali tidak disinggung sebagai solusi oleh presiden dalam keterangan resminya di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (15/3) siang.
Dalam penjelasannya, Jokowi hanya menyampaikan bahwa ada beberapa negara yang mengalami penyebaran Covid-19 lebih awal dibanding Indonesia dan memilih mengambil opsi lockdown. Meski tentu, ujar Jokowi, ada konsekuensi yang harus diambil saat mengisolasi diri.
Jokowi juga menyebutkan bahwa ada negara yang memilih untuk tidak menutup diri. Namun, tetap menjalankan kebijakan ketat untuk menekan penyebaran Covid-19.
"Beberapa negara melakukan lockdown dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Tetapi ada juga negara yang tidak melakukan lockdown, namun melakukan langkah dan kebijakan yang ketat," kata Jokowi.
Kendati opsi lockdown belum ditempuh Indonesia, Jokowi menegaskan bahwa pemerintah pusat terus berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan menjalankan protokol WHO secara penuh. Pemerintah, kata dia, juga berkonsultasi dengan para ahli kesehatan masyarakat, baik di dalam atau luar negeri, dalam menangani penyebaran Covid-19.
Seperti diketahui beberapa kepala daerah telah mengambil kebijakan strategis dalam menghadapi penyebaran corona. Gubernur DKI Anies Baswedan misalnya, sejak akhir pekan lalu telah menutup tempat wisata dan hiburan, menutup sekolah, dan membatasi jumlah perjalanan transportasi massal (Transjakarta, LRT, MRT).
Sama seperti Jokowi, Anies juga tidak mengambil opsi lockdown. Menurut Anies, opsi lockdown tidak perlu diambil jika warga Jakarta mengikuti arahan dan ketentuan pemerintah, agar mengurangi semua kegiatan di luar rumah.
Anies mengingatkan ada kondisi serius bila anjuran tersebut tidak diindahkan, yakni penyebaran Covid-19 yang semakin masif. Anies meminta warganya menjalankan arahan ini.
"Seperti saya sampaikan dalam rangka mengurangi interaksi secara fisik dan kami berharap seluruh warga Jakarta mentaati kalau kita mentaati ini maka Jakarta tidak perlu ditutup (lockdown)," ujar Anies kepada wartawan dalam konferensi pers di Balai Kota, Ahad (15/3) sore.
Lockdown parsial
Saran kebijakan lockdown secara parsial datang dari kalangan politikus. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman merujuk pada tren kasus Covid-19 di Indonesia, di mana lonjakan kasus positif mencerminkan deret ukur bahkan eksponensial beberapa hari ini.
"Saya berharap Presiden Joko Widodo segera melakukan mitigasi dengan cepat dengan menetapkan lockdown parsial khususnya untuk daerah-daerah yang sudah terpapar Covid-19, "ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (14/3).
Menurut Sohibul hal ini penting dilakukan untuk memitigasi dan melokalisasi penyebaran Covid-19 agar tidak terlalu meluas ke berbagai daerah yang lain yang belum terpapar. Menurutnya harus ada tindakan cepat untuk melokalisir dan memitigasi penyebaran ini.
"Jabodetabek dan daerah-daerah destinasi wisata yang eksposure interaksi dengan wisatawan asing terutama dari Tiongkok harus menjadi prioritas pemerintah," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengklaim telah menerima usulan dari berbagai pihak agar pemerintah melakukan lockdown atau pengisolasian negara di tengah pandemi corona. Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan usulan lockdown.
"Sebetulnya tidak ada ruginya juga kalau melakukan lockdown, yang penting persiapan pemerintah ditingkatkan," kata Saleh.
Menurut dia, pemerintah bisa belajar dari Italia yang melakukan lockdown dan Filipina yang mengisolasi Kota Manila. Indonesia, kata Saleh, bisa saja terlebih dahulu melakukan isolasi atau karantina tehadap wilayah yang paling banyak terdapat kasus positif corona seperti Jakarta dan Bali.
"Jadi mestinya ya kalau pun lockdown terbatas ya enggak apa-apa, nanti kan itu tugasnya para ahli untuk menentukan bersama denga pemerintah," lanjut dia.
Guna mencegah penyebaran virus korona tipe baru atau Covid-19 kian meluas, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menyarankan pemerintah untuk melakukan lockdown. Setidaknya, lockdown diberlakukan di kota-kota yang sudah terdapat pasien positif Covid-19.
Ketua Umum IDAI Dr Aman Pulungan menilai, lockdown adalah solusi efektif guna menekan penyebaran virus Covid-19, khususnya bagi anak-anak. Diketahui, saat ini pemerintah telah mengonfirmasi dua kasus Covid-19 pada balita. Menurut Aman, dua kasus tersebut baru tahap awal, karena wabah Covid-19 belum memasuki puncak.
“Kalau kita sayang dengan 90 juta anak Indonesia, saya sarankan sebaiknya kita melakukan lockdown. Paling tidak di kota-kota yang saat ini ada penderitanya,” kata Aman, Sabtu (14/3).