Jumat 13 Mar 2020 15:19 WIB

Masa Puncak Corona Bisa Diminimalisir Dengan Upaya Maksimal

Prediksi BIN diharap bisa dipatahkan bila pemerintah melakukan aksi maksimal.

Model tiga dimensi dari partikel virus SARS-CoV-2 virus atau dikenal sebagai 2019-nCoV. Virus tersebut adalah penyebab Covid-19 atau virus corona jenis baru.(EPA-EFE/NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH )
Foto: EPA-EFE/NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH
Model tiga dimensi dari partikel virus SARS-CoV-2 virus atau dikenal sebagai 2019-nCoV. Virus tersebut adalah penyebab Covid-19 atau virus corona jenis baru.(EPA-EFE/NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH )

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febryan A, Sapto Andika Candra, Fauziah Mursid

Indonesia harus terus waspada dan bersiap diri menghadapi virus corona jenis baru. Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi masa puncak penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 diperkirakan akan jatuh pada bulan Mei. Namun, penyebaran di masa puncak itu tetap bisa diminimalisasi dengan upaya maksimal dari pemerintah dan semua pihak.

Baca Juga

Deputi V BIN, Mayor Jenderal TNI Afini Boer, Jumat (13/3) mengatakan perkiraan rentang waktu wabah Covid-19 di Indonesia akan berlangsung selama 60- 80 hari. Terhitung mulai kasus infeksi pertama diumumkan pada 2 Maret lalu.

"Jadi kalau kita hitung-hitung, masa puncaknya itu mungkin jatuhnya bulan Mei berdasarkan permodelan ini. Bulan puasa, bulan puasa," ungkap Afini. Bulan Mei itu memang bertepatan dengan bulan Puasa Ramadhan dan juga Hari Raya Idul Fitri.

Afini menjelaskan, perkiraan itu didapat berdasarkan permodelan dengan data kasus Covid-19 di Indonesia. Permodelan itu dibuat dengan bekerja sama dengan sejumlah pihak, salah satunya pihak Institut Pertanian Bogor (IPB).

Permodelan itu, kata dia, dibuat dengan menggunakan tiga variabel, yakni suspect, infeksi, dan penyembuhan. Selain itu juga menghitung mobilitas masyarakat di pusat transportasi publik seperti bandara.

Bisa Diminimalisir

Meski demikian, Afini menegaskan, masa puncak penyebaran Covid-19 bisa dipotong atau diminimalisasi dengan upaya penanganan maksimal. Jika pemerintah bersama masyarakat melakukan upaya tersebut, maka perkiraan itu bisa saja tidak terjadi alias dipatahkan.

"Tentu kita berharap dengan model ini, kita bisa ambil langkah-langkah antisipatif, sehingga apa yang digambarkan model itu tidak terjadi," kata dia.

Ia mencontohkan bagaimana puncak wabah Covid-19 di China terjadi. Saat mendekati gejala puncak itu, di China yang terinfeksi dalam satu hari bisa hampir 4 ribu orang. Di negeri Tirai Bambu itu puncak epidemi Covid-19 berlangsung 60 hari.

Menurut dia, rentang waktu 60 hari epidemi di China itu tergolong sangat cepat. Afini pun menilai hal itu bisa terjadi lantaran pemerintah China melakukan upaya maksimal.

"Mereka melakukan isolasi, karantina, dan kemudian mengerahkan seluruh sumber daya yang ada," ucap Afini.

photo
Warga muslim mengikuti doa bersama atau Istighosah Akbar di Alun-alun Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (13/3). Doa bersama yang diselenggarakan Pemeritah Kabupaten Ciamis untuk keselamatan bangsa agar terhindar dari penyebaran virus Corona (COVID-19). - (Adeng Bustomi/Antara)

Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia, hingga Kamis (12/3), telah mencapai 34 pasien. Hingga sekarang telah ada lima orang yang sembuh dari Covid-19 di Indonesia dan dua orang yang meninggal dunia.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto namun menegaskan Indonesia belum memikirkan opsi lockdown atau pengisolasian wilayah. Terawan menjelaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah melakukan pencegahan dan menekan risiko penularan penyakit Covid-19.

"Kalau panic attack itu yang paling menghancurkan imunitas kita, jangan sampai paranoid, takut semua menurunkan imunitas kita, dan itu berbahaya. Teman-teman di negara lain mulai shoot optimistis sehingga imunitasnya naik," kata Terawan.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai penutupan akses dari luar negeri atau lockdown ke Indonesia juga belum perlu diberlakukan di Tanah Air. Ma'ruf beralasan, penanganan Pemerintah saat ini sudah cukup untuk mencegah lebih lanjut penyebaran virus Corona.

Ma'ruf menilai, penutupan akses justru akan menimbulkan kepanikan kepada masyarakat.

"Belum ada semacam ada zona-zona penutupan, belum kita (keluarkan), belum perlu. Pemerintah belum menganggap perlu, sehingga bisa menimbulkan dampak yang kepanikan tadi, nanti dampaknya bermacam-macam dan ke mana-mana," ujar Ma'ruf.

Saat ini, Wapres mengatakan, Pemerintah telah memberlakukan secara ketat masuknya warga negara asing (WNA) dari setidaknya empat negara yang jumlah pasien virus coronanya tinggi sepert Italia, Korea Selatan, Iran dan China. Karena itu ia menilai, hingga saat ini baru sebatas pembatasan WNA dari beberapa negara tersebut.

"Yang kita kenakan empat negara, sekarang masih kita lihat lagi negara-negara lain seperti apa. Empat negara yang sudah diterapkan, yang lainnya itu pemeriksaanya saja yang insentif masuknya itu,"  ujarnya.

Wapres mengatakan, saat ini Pemerintah juga terus menganjurkan gerakan hidup sehat (germas) kepada masyarakat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Ia juga menyarankan agar masyarakat secara rutin terus memeriksakan kesehatannya.

"Masing-masing, supaya masyarakat lebih waspada terutama menjaga dirinya kemudian juga membatasi kontak dengan pihak yang lain,"  ujarnya.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah resmi menyatakan Covid-19 sebagai pandemi karena telah menjangkiti 134.679 orang di 119 negara dengan 69.142 orang dinyatakan sembuh dan 4.973 kematian.

photo
Tips Hadapi Corona bagi Penderita Anxiety - (Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement