Kamis 12 Mar 2020 01:09 WIB

PCINU Inggris Ingatkan Pemerintah Serius Hadapi Corona

Pemerintah Indonesia tak bisa main-main hadapi corona.

Pemerintah Indonesia tak bisa main-main hadapi corona. Ilustrasi virus corona masuk Indonesia(MgIT03)
Foto: MgIT03
Pemerintah Indonesia tak bisa main-main hadapi corona. Ilustrasi virus corona masuk Indonesia(MgIT03)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON— Pengurus Cabang Istimewa United Kingdom (PCINU UK) berharap pemerintah Indonesia agar tidak menganggap remeh Covid-19. 

Sebagaimana diketahui, persebaran virus corona (Covid-19) cenderung naik dan meluas di berbagai negara.   

Baca Juga

Kasus tertinggi di luar China terjadi di Italia dan Iran, dengan jumlah warga yang diisolasi dan karantina mencapai jutaan warga. 

Pemerintah Italia mengarantina lebih dari 16 juta warganya, sedangkan di Iran pemerintahnya telah memutus perjalanan luar negeri untuk menghindari persebaran Covid-19.  

Pengurus PCI Muslimat NU Inggris, Nur Hafida Hikmayani, mengatakan pemerintah Indonesia harus serius menangani kasus Covid-19. 

Pakar clinical epidemiology dari Clinical Epidemiology University of Newcastle Australia dan doktor medical informatics University College London (UCL) ini menjelaskan, keterlambatan dalam mencegah merebaknya wabah di suatu daerah itu dampaknya sangat besar.

Jika wabah sudah memasuki suatu wilayah dan menyebar, ujar dia, kerugiannya akan sangat berlipat ganda baik dalam hal jumlah korban, waktu dan kerugian lain yg terkait dalam hal ini adalah ekonomi.  

Selain itu, kata dia, yang perlu digarisbawahi adalah budaya ketimuran yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, salaman, dan makan bersama sangat bersiko dalam penyebaran wabah ini.

“Jika tidak segera diantisipasi dengan imbauan-imbauan untuk hidup sehat, menghindari kerumunan terutama apabila ada yg terindikasi dengan gejala-gejala yang ada," ujar dia.  

Rais Syuriah PCINU Inggris, Didiek S Wiyono, mengatakan pemerintah Indonesia harus belajar dari kasus-kasus dari berbagai negara, di antaranya Italia dan Iran.   

Saat ini, menurut di, melihat persebaran data pasien yang terkena Covid-19, terlihat stagnan dan cenderung turun di China, negeri asal persebaran virus ini. 

Tapi, kata dia, tren cenderung naik dan meluas di beberapa negara lain. Kasus terburuk terjadi di Italia dan Iran. Negara-negara Eropa juga mengalami peningkatan kasus, dengan data pasien yang terinfeksi Covid-19 yang cenderung naik.

“Pemerintah Inggris sejak awal, sekitar Januari 2020 sudah menyampaikan warning kepada warganya, serta menyiapkan unit kesehatan (NHS) dan memperketat proses screening dari bandara-bandara," ujar sosok yang menggeluti artificial intelligence ini. 

Dia mengingatkan bahaya superspreader. Ormas-ormas Indonesia dimohon tidak/menunda menyelenggarakan acara dengan jumlah peserta massal.  Kasus terbesar di beberapa negara, semisal Korea Selatan, Italia dan Malaysia di antaranya disebabkan superspreader

Singkatnya, kata dia, superspreader yakni penyebar virus dalam jumlah berlipat. Dalam kasus Covid-19, banyak di antara superspreader yang tidak sadar dengan bahaya ini, dan bahkan tidak merasa sakit. 

Akibatnya,  ujar dia, di Korea Selatan, Italia dan Malaysia terjadi lonjakan kasus dari superspreader.  Untuk itu, ormas-ormas di Indonesia harus menunda atau membatalkan event yang jumlah massanya besar, dengan mempertimbangkan tren naik dari persebaran corona virus. Kami berharap, ormas-ormas di Indonesia mempertimbangkan aspek maslahat dengan menunda acara-acara pentingnya. 

“Kami juga berharap, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mempertimbangkan untuk menunda event-event besar yang dihadiri massa berjumlah besar, seiring dengan tren naiknya covid-19 dan mempertimbangkan maslahah-mudlaratnya," ujar dia.  

Sementara itu, Wakil Katib Syuriah PCINU, Ruly S Santabrata, menekankan pentingnya communication leadership. Pemerintah Indonesia harus berbenah, terutama dalam communication leadership di tengah krisis atau bencana.

Dia menyatakan,  Perdana Menteri Italia terpaksa mengambil langkah drastis dengan menutup pintu masuk dan keluar (lockdown) di Lombardy dan 14 provinsi lainnya untuk menahan penyebaran coronavirus yang semakin tinggi di Italia.

Implikasinya lebih 10 juta orang yang dicoba ditahan pergerakannya termasuk tak boleh ada mass gathering, termasuk wedding ceremony dan sebagainya.  “Efek domino Italia ini sungguh terasa di Eropa, jumlah positif di UK melompat naik,” ujar dia. 

Dia menyebut,  sebagian besar karena baru datang dari Italia atau berhubungan dengan yang baru datang dari Italia. Coba bandingkan dengan situasi di Singapura yg sudah mulai berhasil dikendalikan.  “Semoga tidak terjadi di Indonesia, tidak sampai perlu lockdown,” ujar dia. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement