Rabu 11 Mar 2020 12:52 WIB

Mendesak Pembentukan Satgas Penanganan Corona

Satgas bertugas tangani corona secara terpusat, terkoordinasi, dan terpadu.

Tim medis mengevakuasi seorang warga negara asing (WNA) yang diduga terjangkit virus corona (Covid-19) turun dari kapal saat simulasi penanganan virus Corona di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/3/2020). ( Antara/Abriawan Abhe)
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Tim medis mengevakuasi seorang warga negara asing (WNA) yang diduga terjangkit virus corona (Covid-19) turun dari kapal saat simulasi penanganan virus Corona di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/3/2020). ( Antara/Abriawan Abhe)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Amri Amrullah, Antara

Penderita positif corona di Indonesia terus bertambah. Melihat tren pertumbuhan jumlah pasien corona di negara lain, setelah diumumkannya kasus pertama selalu ada kemungkinan angkanya terus bertumbuh.

Baca Juga

Sampai saat ini penanganan kasus corona jenis baru atau Covid-19 masih sebatas dilakukan oleh kementerian masing-masing. Ketua DPR Puan Maharani mendesak agar pemerintah membentuk satgas penanganan Covid-19.

"Saya selaku ketua DPR RI, sejak wabah ini merebak, berkali-kali mengingatkan pemerintah agar segera membentuk tim nasional penanganan wabah virus corona yang bersifat terpusat agar penanganan wabah corona terkoordinasi, terpadu, dan terintegrasi," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (11/3).

Puan mengatakan, dalam operasionalnya, satgas tersebut bersifat lintas kementerian dan lintas daerah sehingga upaya-upaya penangannnya terukur dan memenuhi protocol standar WHO. Namun gerak cepat dan kesigapan penanganan dampak virus corona ini harus dilakukan secara cermat tanpa menimbulkan kepanikan di masyarakat.

"DPR mendesak pemerintah meningkatkan penapisan masif untuk mencegah penyebaran virus corona. Proses skrining dan pengambilan sampel warga yang terindikasi gejala virus corona harus diperbanyak sehingga meminimalisir kebocoran data warga yang terpapar Covid-19," ujarnya.

Ia menambahkan, proses penyaringan masif harus diikuti langkah-langkah isolasi yang disiplin kepada mereka yang positif corona. Caranya dengan mencegah pergerakan mereka sehingga mengurangi risiko penularan lokal.

Mantan Menko PMK itu meminta pemerintah segera bekerja sama dengan komunitas-komunitas internasional dalam upaya mengatasi wabah corona. Termasuk mengadopsi pengalaman-pengalaman negara lain yang berhasil meredam wabah corona tanpa korban jiwa.

"Meminta anggota-anggota DPR yang sedang reses di dapil masing-masing untuk pro-aktif membantu mencegah penyebaran virus corona. Para anggota DPR dan tim-nya diharapkan  aktif memantau, mendata lalu melaporkan warga yang terindikasi gejala-gejala virus corona  kepada petugas kesehatan setempat," imbaunya.

Kemudian Puan juga meminta agar komisi terkait segera merumuskan langkah-langkah pencegahan dan penindakan penyebaran virus corona bersama kementerian terkait. DPR juga akan mengoptimalkan fungsi pengawasan agar langkah-langkah pemerintah dalam mengatasi wabah corona berjalan efektif, maksimal, terkoordinasi, serta memenuhi protokol pencegahan dan penindakan sesuai standar WHO.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Muhadjir Effendi masih mengkaji wacana untuk membentuk satuan tugas khusus menangani virus corona. Meski satgas belum dibentuk, pemerintah mengklaim telah melakukan serangkaian upaya untuk mengatasi virus tersebut.

"Kami lihat apakah ada urgensinya, karena sebetulnya pemerintah telah memiliki payung hukumnya saat menangani corona, yaitu peraturan presiden nomor 4 Tahun 2019. Di situ memang tidak secara eksplisit menyebut tentang Covid-19, melainkan bencana dalam keadaan tertentu," ujarnya di Kemenko PMK, Senin (9/3).

Meski belum ada satgas yang khusus menangani corona, pemerintah sudah bergerak mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Ia menyontohkan WNI dari Wuhan, kapal World Dream, Diamond Princess yang telah dievakuasi ke Tanah Air. Selain itu, dia melanjutkan, pemerintah juga telah melakukan simulasi penanganan corona di rumah sakit (RS) rujukan.

"Kami juga menambah RS rujukan yang menangani Covid-19, yaitu yang awalnya 100 RS bertambah menjadi 132. Selain itu RS TNI dan RS swasta juga sudah menawarkan diri menjadi rujukan atau setidaknya menjadi RS penerimaan pertama dan stabilisasi," katanya.

Artinya, ia menyebutkan sebelum pasien dikirim ke RS rujukan, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan RS swasta ini sudah diberi bekal kesiapan. Kemudian fasilitas kesehatan ini bisa menangani pasien pertama kali dan stabilisasi sebelum dipindah ke RS rujukan.

Satgas Corona Daerah

Meski pemerintah pusat belum membentuk satgas, sejumlah pemerintah daerah berinisiatif membentu satgas corona di daerah masing-masing. Seperti di Maluku Utara.

Dinas Kesehatan Maluku Utara akan membentuk satgas untuk menyosialisasikan, mendeteksi, dan mengantisipasi wabah virus corona. Keterangan ini disampaikan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Malut Rosita Alkatiri.

"Tim satgas ini akan melibatkan instansi terkait guna mengantisipasi wabah virus corona," katanya di Ternate, Ahad (8/3).

Menurut dia, Dinkes Malut saat ini telah melakukan cegah-tangkal dan pengamanan wilayah, penyebaran informasi, serta antisipasi dini. Gubernur Malut telah menerbitkan surat edaran dan sosialisasi imbauan ke OPD.

Selain itu, Dinkes Malut akan mengalokasikan dana bagi pasien yang terkena dampak wabah Covid-19 melalui biaya darurat tertentu. Meskipun belum ada pasien corona di Malut, Dinkes Malut tetap mengantisipasi dengan menempatkan personelnya di bandara maupun pelabuhan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah mendirikan satgas corona. Satgas bisa bekerja dengan dana dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 54 miliar melalui Dinas Kesehatan.

Hal ini disampaikan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi DKI Jakarta, Catur Laswanto, yang juga menjadi Ketua Tim Tanggap Covid-19, dalam keterangan pers di Balairung, Balai Kota Jakarta, pada Selasa (10/3).

"Anggaran itu untuk Kejadian Luar Biasa, akan disalurkan antara lain untuk dua aspek, yaitu medis dan upaya kesehatan masyarakat. Aspek-aspek tersebut antara lain Alat Pelindung Diri dan sarana atau alat yang bisa melakukan desinfeksi pada alat-alat medis yang sudah ada," ungkapnya.

Mengenai anggaran tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Edi Sumantri, menjelaskan Dasar Hukum Anggaran Belanja Tidak Terduga adalah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019. Dimana aturan itu memungkinkan menggunakan anggaran Belanja Tidak Terduga.

Syarat penggunaan dana, kata dia, kriterianya hanya untuk mengatasi kejadian yang di luar kemampuan daerah. Selain itu, juga untuk membiayai kejadian yang apabila tidak segera ditangani akan dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi daerah.

"Oleh karena itu, dari anggaran BTT yang tersedia, Gubernur telah mengalokasikan sebesar Rp 54 miliar dari Belanja Tidak Terduga kepada Belanja Kegiatan untuk penanganan corona ini di Dinas Kesehatan yang mungkin akan kita salurkan dan kita luncurkan dalam waktu dekat ini," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement