Senin 09 Mar 2020 22:34 WIB

Wapres Harap Penyediaan Air Minum Layak di Seluruh Indonesia

Wapres sebut saat ini 87 persen warga akses air layak dari keran umum dan sumur pompa

Wakil Presiden Maruf Amin ingin seluruh masyarakat bisa mendapat air minum layak
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Maruf Amin ingin seluruh masyarakat bisa mendapat air minum layak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong penyediaan air minum layak di seluruh daerah di Indonesia mencapai 100 persen. Sehingga perlu kerja sama dari perusahaan air minum (PAM) dalam mewujudkan target tersebut.

"Target Pemerintah dalam lima tahun ke depan adalah 100 persen akses air minum layak, 15 persen akses air minum aman dan 30 persen akses perpipaan," kata Ma'ruf Amin saat menerima pengurus Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) di Istana Wapres Jakarta, Senin (9/3).

Wapres Ma'ruf mengatakan kebutuhan air bersih menjadi faktor penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat, khususnya dalam hal kesehatan. Melalui penyediaan air minum layak, persoalan pemenuhan gizi bagi anak-anak juga menjadi teratasi, salah satunya pencegahan kekerdilan pada anak atau stunting.

Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Wapres mengatakan saat ini baru 87,75 persen masyarakat mengakses air minum layak yang bersumber dari ledeng, keran umum dan sumur pompa.

"Program Pemerintah tetap harus dijalankan, angka 20 persen (akses air minum perpipaan) perlu ditingkatkan hingga mencapai target," ujar Wapres menambahkan.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Perpamsi, Ahmad Zaini, mengatakan kendala penyediaan akses air minum layak tersebut antara lain kurangnya kepedulian dari pemerintah daerah. Zaini mengatakan perlu ada kebijakan khusus dari pemda dalam mengalokasikan APBD untuk penyelesaian persoalan air.

Zaini menjelaskan persoalan pengelolaan air bersih di daerah adalah masih adanya pihak-pihak yang menjual dengan harga di bawah harga produksi, akibatnya banyak PAM merugi.

"Masalah pengelolaan ini adalah masih tarif yang rendah, belum full cost recovery, kalau harga produksi, misalnya, Rp5.000, lalu masih ada yang jual Rp3.000 di bawah harga produksi, ini kan juga salah," ungkap Zaini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement