Ahad 08 Mar 2020 00:37 WIB

Taufik Ismail, Masyumi, dan NKRI

Masyumi reborn ini bisa memberikan situasi baru bagi Indonesia.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Agus Yulianto
Mohammad Natsir, setelah Masyumi dibubarkan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Foto: Wordpress.com/cs
Mohammad Natsir, setelah Masyumi dibubarkan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sastrawan angkatan ’66, Taufiq Ismail mengenang keberadaan Masyumi sebagai partai besar yang sangat berpengaruh. Menurut dia, ada peran yang sangat penting dari Masyumi untuk mendirikan NKRI.

“Ketika Masyumi mulai berkibar, saya sudah (berusia) belasan tahun. Dan ada keterlibatan yang sangat dekat, terutama karena orang tua saya aktivis Masyumi,” kata dia ketika ditemui Republika di acara Masyumi Reborn, Jakarta Pusat, Sabut (7/3).

Dia menyebut, pada saat masa penjajahan Belanda, kedua orangtuanya dibuang dari Sumatera Barat ke Jawa, Pekalongan. Meski tidak dipenjara, kata dia, ada 10 hingga belasan orang yang memiliki nasib serupa setelah sebelumnya diinterogasi penjajah.

Dia menambahkan, kedua orangtuanya sengaja memilih Pekalongan untuk mendirikan pesantren. Namun, karena rencana itu tak diizinkan Belanda, pengajian menjadi alternatifnya.

“Dan pengajian itu berlangsung selama 50 tahun,” kata dia.

Taufiq menjelaskan, ketika akhirnya dia dan orang tua pindah ke lingkungan PB Masyumi, ia kerap kali menemui berbagai tokoh penting Masyumi. Bahkan, dengan bangga ia menyatakan telah bersalaman dengan semua tokoh tersebut.

“Saat itu saya sekolah di belakang Istana Negara, dekat dengan rumah dan kantor PB Masyumi,” kata dia.

Pada umur 13 tahun, dia mengenang, kunjungan ke PB Masyumi kerap kali dilakukan. Bahkan, tak jarang berbagai tokoh Masyumi seperti Hasjim Asyari, Natsir dan Wirdjosandjojo ia temui, selain dari tokoh lainnya seperti Kartosuwiryo yang sempat berkunjung ke rumahnya sebelum diasingkan.

“Saat itu, Kartosuwiryo berkunjung ke rumah, dan ayah memanggil saya untuk bersalaman dengannya. Siapa sangka, anak yang dikenalkan dengan politik dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh itu bisa berumur panjang,” kata dia.

Dia menganggap, Masyumi tidak hanya sebagai pendukung perjuangan dan terciptanya NKRI. Jauh dari itu, ia juga menganggapnya sebagai tempat latihannya menempa kemampuan dan pengalaman berharga lainnya.

“Semoga Masyumi reborn ini bisa memberikan situasi baru bagi Indonesia,” kata dia.

Dia menegaskan, umat Islam ketika Masyumi sedang jaya, hanya berkisar 60 juta orang. Berbeda dengan sekarang, di mana menurut dia, sudah lebih dari 200 juta orang.

“Jadi semoga pemikiran yang dihasilkan dari upaya ini, bisa lebih matang dan semakin maju,” kata dia menyinggung Silaturahim Nasional keluarga besar Masyumi.

Sebagai partai politik Islam terbesar di Indonesia pada saat pemerintahan Soekarno, Masyumi sempat dilarang keberadaanya oleh Soekarno. Hal tersebut menyusul kedekatan Bung Karno dengan PKI yang mana memiliki konflik dengan Masyumi, dan dugaan Masyumi yang mendukung pemberontakan PRRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement