REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Ihsan Raharjo menyebut Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi memunculkan perbudakan modern di kalangan buruh. Menurutnya semangat yang dibawa omnibus law cipta kerja bukan untuk kesejahteraan buruh, melainkan semangat perbudakan seperti di masa kolonialisme yang dilakukan Belanda.
"Setidaknya dari sisi pertumbuhan maupun kebijakan pertanahannya, kita kembali lagi ke zaman kolonialisme hindia belanda," kata Ihsan di Kantor Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Tebet, Jakarta, Kamis (5/3).
Dia menjelaskan, situasi tersebut mengingatkan dirinya dengan kondisi sebelum Indonesia merdeka. Terkenalnya komoditas yang dimiliki nusantara membuat pemerintah Hindia Belanda ingin ekspor komoditas perkebunan untuk menarik investor dengan membuat undang-undang Kuli Ordonansi.
"Intinya memberikan jaminan kepada pemilik perkebunan akan tenaga kerja yang murah dan dengan perlindungan yang minim," ujarnya.
Apalagi, imbuhnya, belakangan ini polisi kerap melakukan tindakan represif terhadap para pengkritik omnibus law cipta kerja. Ia mencontohkan tindakan represif terakhir terjadi ketika ada sekelompok masa yang menyerang kantor Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) di Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
"Ini kan cara-cara kolonial hindia belanda, memata-matai warga, menangkapi, menyiksa, saya sih khawatirnya gitu ya," ujarnya.
Selain itu, berdasarkan kajian yang dilakukan Sindikasi, Ihsan melihat secara garis besar omnibus law cipta kerja membuat sistem ketenagakerjaan Indonesia menjadi jauh lebih liberal.
Dalam beberapa pasal perlindungan pekerja melalui negara maupun lewat peran Serikat Pekerja itu dihilangkan.
"Pengusaha dan pekerja dalam RUU Cilaka ini diasumsikan ada dalam posisi yang setara. padahal kita tahu ketimpangan kuasa dalam aspek ketenagakerjaan itu mempengaruhi daya tawar dari masing-masing pihak, tapi oleh ekonom-ekonom yang berpandangan neo liberal, maupun beberapa universitas negeri kita menganggap ini setara, sehingga dalam beberapa pasal, upah itu ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak," ujarnya.