REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Antara
Rencana pemerintah membangun rumah sakit khusus penyakit menular di Pulau Galang, Batam, Kepri, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat setempat. Warga Pulau Galang menyatakan khawatir dengan perlakuan diskriminatif oleh warga daerah lain di Indonesia, bila rumah sakit di bekas Kamp Vietnam dijadikan RS khusus penyakit menular sebagaimana rencana pemerintah.
"Kami khawatir, Batam dikucilkan," kata warga RW 01 Sijantung Kecamatan Galang, Anwar Sadat dalam sosialisasi virus corona di Pulau Galang, Kamis (5/3).
Ia menyampaikan kekhawatirannya. Katanya, bila suatu saat bepergian ke Jakarta atau daerah lain di Indonesia, kemudian ada yang bertanya daerah asalnya, orang akan menjauh begitu tahu kampungnya adalah Batam.
Warga itu juga cemas, bila nantinya Kota Batam idientik dengan virus corona. "Saya pribadi prihatin, kami di Sijantung, bagai petir menyambar di siang bolong. Tidak ada info, turun panglima. Sekarang banyak yang galau. Tidak enak makan, tidak bisa tidur," kata dia.
Selain khawatir dengan pandangan warga daerah lain, ia mengatakan juga menolak penggunaan rumah sakit bekas Kamp Vietnam. "Kamp Vietnam tempat bersejarah dunia. Tempat pengungsi Vietnam," kata dia.
Dia juga menyampaikan kekhawatirannya, pariwisata di sekitar Pulau Galang menjadi sepi bila pembangunan rumah sakit jadi dilanjutkan.
Warga Pulau Galang pun menawarkan pulau lain untuk dijadikan lokasi rumah sakit khusus untuk penyakit menular, termasuk Covid-19. Lokasi itu ditawarkan sebagai alternatif kamp peninggalan pengungsi Vietnam.
"Kalau dapat jangan di Kamp Vietnam, pulau lain banyak yang besar," kata warga Sijantung dalam sosialisasi tentang virus corona dan antisipasi penyebarannya.
Ia mengatakan sejatinya warga Pulau Galang dan sekitarnya selalu menyetujui dan mendukung pemerintah. Namun, tidak dengan penempatan rumah sakit di pulau yang terhubung dengan lima jembatan dari Pulau Batam. Apalagi, bekas Kamp Vietnam lokasinya dikelilingi permukiman warga, antara lain Sijantung, Dapur 3, dan Karas.
Ketua Ikatan Keluarga Rempang Galang, Herman, juga menyatakan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk mnempatkan rumah sakit khusus penyakit menular di Kamp Vietnam, Pulau Galang. "Intinya kami masyarakat Galang tidak setuju dan tidak sependapat dengan keputusan Presiden," kata dia.
Apalagi, keputusan menjadikan Kamp Vietnam sebagai rumah sakit khusus itu terkesan mendadak. Panglima TNI turun melihat lokasi Kamp Vietnam, baru masyarakat diberi tahu.
"Ini sangat membahayakan. Mungkin tuan-tuan setelah habis tugas, balik ke kampung masing-masing. Kami balik ke mana, ini tempat kami lahir. Ini yang membuat kami risau," kata dia.
Di tempat yang sama, warga Galang lainnya, Ahmad Sulaiman menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah membangun rumah sakit khusus penyakit menular di sana. Ia menyatakan yakin, bahwa pemerintah telah melakukan kajian sebelum menetapkan keputusan.
"Kami mendukung penuh program pemerintah," kata dia.
Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad mengatakan pihaknya menampung seluruh aspirasi warga. Semua masukan akan dibahas dalam tim terbatas oleh pengambil kebijakan, Danrem, dan Kapolda. Mengenai opsi yang ditawarkan warga setempat untuk menempatkan rumah sakit khusus penyakit menular di pulau lain, ia mengatakan bisa dipertimbangkan.
"Semua akan diteruskan, semua saran dan masukan akan diteruskan ke pengambil keputusan," kata dia.
Sejak Covid-19 (virus coronabaru) mewabah, sejumlah masyarakat menuntut pemerintah untuk mendirikan rumah sakit khusus untuk menangani pasien penyakit menular. Apalagi saat pemerintah hendak memulangkan 250 orang warga negara Indonesia dari Wuhan. Mereka harus diobservasi dulu selama 14 hari sesuai dengan protokol kesehatan dunia.
Lokasi observasi sempat menjadi perdebatan. Akhirnya pemerintah memilih Lanud Raden Sadjad Ranai di Natuna sebagai lokasi observasi. Setelah itu, pemerintah memutuskan untuk mengobservasi WNI dari kapal pesiar di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, Jakarta, juga untuk misi kemanusiaan dari ancaman Covid-19.
Tapi tampaknya itu belum cukup. Pemerintah memutuskan untuk membangun rumah sakit khusus penyakit menular, untuk mengobservasi dan mengobati warga yang terinfeksi. Presiden mengumumkan rencananya untuk menggunakan rumah sakit di bekas kamp Vietnam di Pulau Galang, Kota Batam Kepulauan Riau.
Dalam kunjungannya ke Batam, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan bekas kamp Vietnam dipilih sebagai lokasi rumah sakit karena tempatnya yang relatif dekat dengan Bandara Hang Nadim Batam. Dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit.
Bandara Hang Nadim Batam juga bisa didarati pesawat kecil dan pesawat berbadan lebar. Lokasinya yang strategis, dekat dengan Malaysia dan Singapura, juga menjadi alasan tersendiri lokasi itu dipilih sebagai rumah sakit khusus.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Pulau Galang dipilih karena alat transportasinya lebih mudah. "Mau dibikin di Pulau Galang di Batam. Karena transport itu lebih mudah. Kalau di Sebaru kalau malam atau ombak besar itu susah," jelas Basuki di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (3/3).
Rencananya, Menteri PUPR dan Panglima TNI akan meninjau lokasi pembangunan di lahan bekas pengungsi Vietnam di Pulau Galang pada pekan depan. Kendati demikian, Basuki mengaku belum mengetahui jumlah anggaran yang dibutuhkan serta kapasitas rumah sakit yang akan dibangun nanti.
"Jadi seperti keperluan untuk Natuna dan Sebaru. Kalau ada kasus itu dibawa ke sana. Nanti Pak Menkes yang operasikan," tambah dia.
Nantinya masyarakat yang menjadi suspect penyakit menular akan dibawa ke rumah sakit itu. Keputusan pembangunan rumah sakit khusus penyakit menular ini baru diputuskan pada sidang kabinet Selasa ini di Kantor Presiden, Jakarta.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, pemerintah hanya akan merenovasi fasilitas bangunan yang sudah ada. Renovasi ini, kata dia, akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Tidak membangun, karena fasilitas itu sudah ada tetapi sudah lama tidak digunakan, ini akan direnovasi dalam waktu yang sangat cepat," jelas Jokowi.
Jokowi ingin pemerintah memiliki fasilitas yang siap untuk menampung para pasien dengan penyakit menular seperti virus corona saat ini. Di Indonesia sendiri sudah terdapat 132 rumah sakit dengan fasilitas isolasi di berbagai daerah.
"Saya ingin ada fasilitas yang memang betul-betul siap setiap saat dan tidak hanya tergantung, ini negara kita ini sangat luas sekali sehingga kita harapkan pada titik-titik tertentu itu kita memiliki," ucapnya.
Sejarah Kamp Vietnam
Rumah sakit di lingkungan bekas kamp Vietnam didirikan sekitar 1979 untuk melengkapi komplek pengungsian warga Vietnam kala perang, waktu itu. Selain rumah sakit, pemerintah juga membangun 6 zona barak.
Setiap zona mampu menampung 2.000 hingga 3.000 orang. Kemudian pemerintah membangun rumah ibadah, lengkap. Masjid, pagoda, gereja Katolik dan Protestan, serta wihara dibangun untuk memenuhi kebutuhan rohani para pengungsi.
Di sana juga dibangun tempat latihan bahasa, perkantoran staf PBB, fasilitas air bersih, dan instalasi listrik.
Kepala Museum Bekas Kamp Vietnam, Said Adnan menyatakan Presiden Soeharto, yang mengizinkan pendirian kompleks pengungsian di Pulau Galang, demi kemanusiaan. Para manusia perahu itu lari dari negaranya, untuk menghindari perang, serta mencari kehidupan baru di negara lain.
"Pak Harto yang menyetujui. Kerja sama dengan UNHCR, penanganan pengungsi Indochina, MoU dilakukan pada 1978," kata dia.
Untuk mendirikan kampung pengungsi Vietnam di Pulau Galang, pemerintah Indonesia mengajukan beberapa syarat, antara lain dana untuk operasional kamp dari PBB dan kampung pengungsian hanya bersifat sementara.
Pembangunan kamp di Pulau Galang karena kampung serupa di Pulau Kuku, Kabupaten Kepulauan Anambas, sudah penuh. "Pulau Kuku penuh. Akhirnya disurvei ke Galang," kata pria kelahiran Kepulauan Anambas itu.
Kamp Vietnam di Pulau Galang dibangun di areal seluas 80 hektare. Pulau Galang dipilih, karena dinilai masih terisolir, jauh dari pemukiman penduduk. Jumlah masyarakat yang tinggal di sana juga masih sedikit dan terdapat sumber air.
"Tanpa ulur waktu, Pak Harto ke sini pada Desember 1979 dan pada 1 Januari 1980, kamp diresmikan atas dasar kemanusiaan," cerita dia.
Adnan yang sudah bergabung sebagai staf di Kamp Vietnam pada 1986 itu mengatakan program pengungsian itu berakhir pada 3 September 1996. Seluruh pengungsi Vietnam dari Pulau Galang ditempatkan ke berbagai negara ketiga.
Pihaknya mencatat, selama 17 tahun kamp itu berdiri, setidaknya sudah melayani sekitar 250.000 pengungsi. Bahkan, banyak juga bayi-bayi yang lahir di sana. Begitu pun pengungsi yang meninggal. Tidak heran, bila di kompleks itu juga terdapat beberapa tempat makam dan setiap tahun banyak kerabat pengungsi yang berziarah ke sana.
Kini, setelah 24 tahun kamp itu ditinggalkan para pengungsi, kondisinya tidak terawat. Meski dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, namun banyak bangunan yang hancur, termakan usia. Begitu pula dengan rumah sakit yang sejatinya canggih pada masanya.
Meski begitu, pemerintah menilai, rumah sakit di Bekas Kamp Vietnam relatif cocok untuk pendirian rumah sakit khusus penyakit menular. "Kondisinya sekarang rusak berat. Tidak layak pakai," kata Said Adnan.
Banyak dinding, langit-langit hingga atap yang sudah roboh. Tidak bisa langsung digunakan. Catnya juga mengelupas, berlumut. Nyaris tidak ada tanda-tanda bangunan berbentuk huruf U itu sempat menjadi rumah sakit besar. Kecuali palang merah yang masih nampak jelas di satu sisi bangunan.
Adnan mengatakan, rumah sakit yang melayani pengungsi asal Vietnam sejak 1980-1996 itu memiliki fasilitas yang lengkap saat masih beroperasi dulu. "Fasilitas layaknya rumah sakit, ada ruang operasi, laboratorium, radiologi dan ruang melahirkan," kata dia.
Ruang rawat inap bisa menampung sekitar 150 orang pasien. Selain itu, di rumah sakit seluas 4 hektare itu juga terdapat ruang instalasi gawat darurat. "Kalau mau dipakai, harus direnovasi dulu," kata dia yang ikut menjelaskan kondisi bekas kamp Vietnam kepada Menteri PUPR dan Panglima TNI yang meninjau lokasi itu.
Meski begitu, infrastruktur listrik dan air di sana relatif memadai. Terdapat sebuah kolam tampung air, seluas 20 x 30 meter, dengan kedalaman sekitar 3 meter, untuk memenuhi kebutuhan air.
Kemudian, untuk listrik, saat ini sudah menyala 24 jam, dialiri PLN Bright Batam. "Listrik, baru 2 bulan ini dari Bright (PLN Batam). Sebelumnya genset," kata dia.
Ia mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Menteri dan Panglima, rencananya rumah sakit yang lama akan direhabilitasi. Kemudian akan dibangun ruang tambahan.
"Wacananya, akan dicari lahan kosong di sekitar yang bisa menampung 1.000 pasien. Rumah sakit yang lama akan diperbaiki," kata dia, sementara situs lain di sekitar kamp akan dipertahankan.