Kamis 05 Mar 2020 17:08 WIB

Pabrik Masker di DIY Kosong Persediaan

Kekosongan terjadi karena tidak ada pengiriman bahan baku dari luar negeri.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Petugas apotek memasang tanda stok masker habis. (Ilustrasi)
Foto: Iggoy El Fitra/Antara
Petugas apotek memasang tanda stok masker habis. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yulianto mengatakan, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah pasca-diumumkan adanya warga negara Indonesia positif Covid-19 atau Corona. Langkah-langkah itu dimulai dari pengecekan dan monitoring di swalayan-swalayan.

Hasil dari pemantauan ke beberapa toko swalayan, kata Yuli, tidak terjadi antrian pembelian sembako yang signifikan, artinya masih dalam kategori wajar. Namun, kelangkaan ditemukan di apotek-apotek dan swalayan-swalayan.

Menurut Yuli, personel-personel dari Polda DIY sudah melakukan pengecekan terhadap barang berupa masker dan antiseptik. Hasil di apotek, supermarket dan distributor ternyata barang berupa masker dan antiseptik sudah kosong.

"Polda DIY sudah melakukan pengecekan terhadap pabrik masker PT MI dengan hasil masker di PT tersebut kosong karena tidak ada pengiriman bahan baku dari luar negeri," kata Yuli kepada wartawan, Kamis (5/3).

Dia menjelaskan, Polda DIY dan jajaran sudah menugaskan personel-personel khusus untuk melakukan pemantauan terhadap kelangkaan masker dan antiseptik. Serta, melakukan pemantauan di media-media sosial terkait kelangkaan masker.

Saat ini, kata Yuli, Polda DIY sedang melakukan penyelidikan soal beberapa postingan di media-media sosial yang diduga melakukan penimbunan. Pemantauan dilakukan pula terhadap penjual-penjual masker dan antiseptik. "Yang diduga melakukan penimbunan dan penjualan masker dengan harga yang tinggi di atas harga biasanya," ujar Yuli.

Yuli mengingatkan, ada Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 yang sudah jelaskan pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu saat terjadi kelangkaan barang. Atau, lanjut Yuli, ketika terjadi gejolak harga, dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1. Hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda Rp 50 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement