REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah disarankan agar meniru langkah-langkah Singapura terkait dengan masalah wabah corona atau Covid-19. Alokasi dana APBN untuk buzzer sebaiknya dievaluasi lagi.
"Efek Covid-19 ini besar sekali, bukan hanya bagi perekonomian, tapi bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Jadi, tidak perlu dielaborasi lagi,” kata ekonom INDEF, Dradjad Wibowo, kepada Republika.co.id, Rabu (4/3).
Dradjad menyarankan Indonesia mengikuti langkah Singapura. Meski, harus diakui ada perbedaan Indonesia dengan Singapura. Pasalnya, Singapura hanya negara pulau dengan ukuran yang kecil, PDB per kapitanya sangat tinggi, serta sektor kesehatannya menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Karena itulah, banyak langkah Singapura yang sulit dijalankan efektif di Indonesia.
"Tapi, tidak ada salahnya Indonesia mencoba semaksimal mungkin langkah-langkah tersebut,” ungkap Dradjad, yang sudah beberapa tahun melakukan penelitian kesehatan masyarakat dan membuat tesis masternya di bidang ekonomi kesehatan tentang pencegahan penyakit menular.
Dradjad mengatakan, hal yang harus diperhatikan, selain penanganan epidemiologis dan medis, Singapura mengelola informasi dengan ketat, tetapi terbuka dan akurat. Hal ini dilakukan untuk mencegah ketakutan dan kepanikan. “Karena kedua faktor ini bisa merusak banyak hal. Selain itu, tujuannya agar masyarakat percaya bahwa negara mampu menangani wabah coronavirus dengan baik,” ungkap Dradjad.
Dengan sistem informasi ini, kata Dradjad, masyarakat bisa dengan mudah tahu di mana klaster yang berisiko tinggi. Informasi kasus diberikan secara terbuka, tetapi tetap konsisten menjaga kerahasiaan pasien. "Setiap pasien disebut case 1, 2, 3, dst. Riwayat kontak dan penularan antar-case diberikan terbuka. Kesembuhan setiap kasus juga diumumkan terbuka,” kata politikus senior PAN ini.
Masyarakat juga diberi informasi sesering mungkin mengenai apa yang harus mereka lakukan untuk mencegah penyebaran virus, termasuk informasi terkait apa yang harus dilakukan jika tertular. "Intinya, manajemen informasi berperan sama pentingnya dengan penanganan epidemiologis dan medis,” kata Dradjad.
Selain itu, Dradjad menyebut, Singapura sangat ketat melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang masuk ke negaranya, baik melalui darat, laut, maupun udara. Tujuannya adalah meminimalisasi masuknya Covid-19 dari luar negeri.
Dradjad mengakui isolasi ini memang jauh lebih sulit bagi negara seluas Indonesia. Namun, dengan kasus yang sudah muncul sekarang, menurut dia, harus diakui bahwa pemeriksaan di bandara maupun pelabuhan masih bolong-bolong. Hal ini perlu diperbaiki.
Selain itu, Dradjad menyarankan pemerintah meninjau ulang alokasi dana yang tidak mendesak, seperti pos APBN untuk buzzer. Uang APBN yang sangat terbatas sebaiknya dialokasikan untuk memperkuat sektor medis. Contohnya, dana uji laboratorium perlu dilipatgandakan agar lebih banyak laboratorium yang mampu dan lebih cepat. Menurut Dradjad, kecepatan konfirmasi laboratorium berperan sangat krusial dalam penanganan kasus. Selain itu, dana cukup harus disediakan untuk rumah sakit agar mereka tidak perlu khawatir dengan pembiayaan BPJS.