Jumat 28 Feb 2020 19:38 WIB

Kegaduhan yang tidak Dirasakan Jemaah Umroh di Makkah

Kondisi di Makkah dan Madinah tenang dan kondusif pascapelarangan umroh.

Sebanyak tujuh juta jemaah umroh masuk ke Arab Saudi tiap tahunnya. Mulai Kamis (27/2), Saudi menghentikan sementara izin umroh sebagai langkah meminimalisir penyebaran virus corona jenis baru Covid-19. Mereka yang sudah di Makkah dan Madinah sebelum larangan tetap bisa beribadah normal.
Foto: AP
Sebanyak tujuh juta jemaah umroh masuk ke Arab Saudi tiap tahunnya. Mulai Kamis (27/2), Saudi menghentikan sementara izin umroh sebagai langkah meminimalisir penyebaran virus corona jenis baru Covid-19. Mereka yang sudah di Makkah dan Madinah sebelum larangan tetap bisa beribadah normal.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zahrotul Oktaviani, Ali Yusuf

Suasana tetap berjalan normal bagi jemaah umroh yang berada di Makkah sejak sebelum larangan umroh diberlakukan. Jemaah tetap bisa beribadah secara normal tanpa hambatan apapun.

Baca Juga

Staf Teknis Konsul Haji Republik Indonesia (KJRI), Endang Jumali Uman menyebut jemaah tetap fokus melaksanakan ibadahnya. "Setelah penutupan umroh sementara, secara aspek normalitas ibadah berjalan seperti biasa. Tidak ada larangan tambahan yang diterima jemaah setelah masuk bandara dan melewati pemeriksaan imigrasi. Dari pihak Organda atau transportasi tetap bisa masuk ke tempat-tempat ibadah baik di Makkah maupun Madinah," ujar Endang Jumali saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/1).

Ia juga menyebut jemaah Indonesia yang Kamis (27/2) kemarin sempat berangkat dengan penerbangan langsung masih bisa masuk. Delapan penerbangan yang bertolak sebelum kebijakan itu diumumkan diberi dispensasi oleh pihak imigrasi Saudi agar tetap bisa menjalankan ibadahnya.

Kondisi di Makkah dan Madinah juga terlihat tenang dan kondusif. Tidak terlihat kepanikan atau kegaduhan atas berita virus corona yang semakin menyebar maupun kebijakan baru dari Pemerintah Saudi.

Endang malah menilai kegaduhan ada di luar Saudi, tepatnya dengan berkembangnya berita bohong yang tidak jelas sumber maupun narasumbernya. Jemaah yang beribadah tetap santai dan fokus di Masjidil Haram.

Ia menilai jika dilihat dari usaha Saudi melakukan tindakan pencegahan corona yang lebih luas, maka kebijakan ini sangat bagus dan perlu diapresiasi. Kebijakan diambil demi kemaslahatan umat muslim yang lebih besar.

Endang juga berpendapat, jika jemaah berangkat menggunakan paket yang jelas dan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang terdaftar, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Paket-paket tersebut pasti sudah mencakup asuransi yang akan memberi perlindungan atas hal-hal yang tidak diinginkan.

"Di bandara, sejak adanya kebijakan penghentian sementara umrah, Pemerintah Saudi sedikit memperketat pemeriksaan kesehatan. Disediakan indikator suhu dan berbagai kesiapan bersifat teknis kesehatan contohnya alkohol untuk cuci tangan. Ini preventif biasa," ujarnya.

Ia juga menyebut, menurut data statistik Kementerian Haji Saudi per minggu kemarin, total ada 825 ribu jemaah umroh dari Indonesia. Per harinya, ada 5 ribu sampai 6 ribu jemaah umroh datang dari Indonesia.

Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh dan In Bound Indonesia (Asphurindo) meminta jamaah tenang menghadapi kebijakan Saudi menutup sementara ibadah umroh. "Imbauan kepada jamaah agar bersabar. Semua ini ada hikmahnya dan seluruh pihak-pihak terkait dan semua Kementerian terkait, seluruh asosiasi penyelenggara umroh haji sedang burupaya memikirkan bagaimana jalan keluar terbaik, adil dan persoalannya terpecahkan dengan baik," kata Ketua Umum Asphurindo Luqman Nyak Neh.

Dalam menyelesaikan kasus ini kata Luqman semua pihak asosiasi mengharapkan bantuan jamaah dengan tetap bersikap tenang dan tidak panik. Pemerintah dan semua pihak terkait sedang berusaha tidak ada kerugian bagi jemaah.

"Dalam menghadapi hal ini jemaah harus tenang. Tentunya semua ini untuk kebaikan kita semua," katanya.

Luqman mengatakan pada saat rapat yang dipimpin Menteri Agama Fachrul Razi banyak dibahas bagaimana jemaah dan juga penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) tidak rugi dengan adanya kebijakan ini. Untuk itu Pemerintah melalui Kementerian Agama meminta Kementerian Luar Negeri berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA) memperpanjang masa berlaku visa. Sementara untuk Kementerian Perhubungan menjadwalkan ulang penerbangan.

"Alhamdulillah ada poin-poin membuat kami itu nyaman di antaranya yang menjadi pertanyaan besar anggota adalah tentang masa berlaku visa," katanya.

Jika visa tidak bisa diperpanjang maka yang rugi masyarakat akan menunaikan ibadah umroh. Apalagi harga visa cukup mahal yaitu hampir 165 dolar AS. "Kalau misalnya ini batal sehingga membuat orang harus mengulang kembali membuat visa kembali ini cukup besar biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat," katanya.

Untuk mengatasi masalah ini, sekarang sudah ada usaha dan disepakati saat rapat bahwa dari pihak pemerintah dalam ini Kementerian Luar Negeri akan koordinasi dengan Kedutaan Saudi agar visa ini masa berlakunya bisa diperpanjang atau mengajukan lagi visa kembali tanpa menambah biaya. "Kemudian dari pihak maskapai sepakat untuk tidak menambah biaya kalau misalnya harus dijadwalkan jadi para maskapai tadi mengamini bahwa bersama-sama untuk meringankan beban masyarakat," katanya.

Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), H Baluki Ahmad,  mengaku puas dengan hasil pertemuan bersama Menteri Agama. Pemerintah dianggap memberikan win-win solution.

Menurut Baluki, Kemenlu RI terlihat cepat tanggap untuk langsung memonitor jemaah yang sudah melakukan penerbangan dan transit di Dubai, di Turki, yang saat ini penerbangannya tidak bisa langsung ke Saudi. Hal ini kata dia hanya bisa diurus oleh Kemenlu melalui perwakilannya di setiap negara.

Ketua Umum Kesthuri Asrul Azis Taba juga mengapresiasi atas upaya pemerintah telah memberikan solusi atas persoalan yang terjadi. Menurut dia apa yang dilakukan Menteri Fachrul Razi dapat menenangkan jemaah umroh.

Asrul menuturkan, menurut data sementara yang dimilikinya, ada sekitar 3.000 jemaah berangkat tiap hari dari masing-masing embarkasi. "Kita berharap pemerintah Arab Saudi cepat mencabut larangan," katanya.

Menurut Informasinya, Saudi hanya membatasi waktu pelarangan umroh selama 14 hari. Waktu itu digunakan untuk memasang alat pemindai virus di setiap Bandara Saudi. "Jadi jangan menganggap kepada Pemerintah Arab larangan ini sebuah kezoliman," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement