REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Antara
Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) memperkirakan, kerugian negara akibat perangkat atau ponsel impor ilegal ditaksir mencapai Rp 2,8 triliun per tahun. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan hilangnya pendapatan negara dari pajak sebesar 10 persen untuk PPn dan 2,5 persen PPh.
Hal serupa juga dicatat Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI). Potensi kerugian negara ditaksir sebesar Rp 2 triliun-Rp 3 triliun per tahun berdasarkan masuknya perangkat ponsel impor ilegar sebanyak 10 juta unit per tahun.
Menolak untuk merugi lebih lanjut pemerintah mengambil langkah mencegat peredaran ponsel ilegal dengan pengendalian International Mobile Equipment Identity (IMEI). Langkah ini merupakan komitmen Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) demi mencegah peredaran perangkat telekomunikasi ilegal yang merugikan masyararakat, industri, operator, dan negara.
"Pemerintah melaksanakan proses pembatasan penggunaan perangkat bergerak yang tersambung melalui jaringan seluler melalui pengendalian IMEI. Hal itu sesuai peraturan tiga kementerian yang berlaku," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail kepada wartawan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, (28/2).
Pengendalian mulai berlaku pada 18 April 2020 mendatang. Skema yang digunakan adalah whitelist atau daftar putih, yaitu proses pengendalian IMEI secara preventif agar masyarakat mengetahui terlebih dahulu legalitas perangkat yang akan dibelinya.
"Jadi kalau whitelist, ketika IMEI ponselnya tidak terdaftar di web Kemenperin, ketika dinyalakan otomatis tidak bisa aktif atau tidak bisa digunakan di sini. Maka sebelum beli ponsel cek dulu IMEI-nya di situs imei.kemenperin.go.id," jelas Ismail.
Meski begitu, ia mengimbau masyarakat tidak khawatir bila saat ini IMEI ponselnya belum terdaftar di web Kemenperin. "Regulasi ini berlaku ke depan, sehingga bagi masyarakat yang perangkatnya sudah aktif walau tidak terdaftar tidak perlu resah, karena perangkat yang sudah aktif sebelum masa berlaku 18 April akan tetap dapat tersambung ke jaringan bergerak seluler sampai perangkat tersebut tidak ingin digunakan lagi atau rusak," tegasnya.
Dia pun memastikan, warga tidak perlu melakukan registrasi individual. Se-mentara masyarakat yang membawa perangkat ponsel, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) dari luar negeri atau memesan perangkat dan dikirim dari luar negeri setelah 18 April, wajib mendaftarkan IMEI perangkat tersebut melalui sistem aplikasi yang akan disiapkan. Tujuannya supaya perangkat bisa digunakan di Indonesia.
Tidak hanya mendaftarkan IMEI, mereka yang membeli perangkat dari luar negeri juga diwajibkan membayar pajak dalam rangka impor saat tiba di bandara. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan pajak wajib dibayarkan jika harga gadget di atas 500 dolar AS. Aturan ini sidah bekerja sama dengan Kemenperin, Kemendag, Kominfo.
“Template pendaftaran IMEI sudah ada, nanti tinggal register setelah itu bayar,” lanjut dia.
Sementara, mekanisme untuk mereka yang kelupaan mendaftarkan IMEI dan membayar pajak impor perangkat akan dibahas lebih lanjut. Heru juga menekankan setiap orang hanya dapat membawa dua perangkat tentengan. “Kalau dari luar negeri, sistem ini tidak memungkinkan bagi orang berniat impor ilegal karena percuma tidak akan nyala,” ujar Heru.
Direktur Jenderal Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian, Harjanto, mengatakan pengawasan tentang perangkat impor telah masuk dalam peraturan perdagangan. “Dan IMEI-nya tidak terdaftar atau ilegal akan dikenalkan sanksi, sanksi administrasi dan pidana,” ujar Harjanto.
Sebelumnya, Kominfo bersama operator seluler telah melakukan uji coba pemblokiran selama dua hari. Skema pemblokiran blacklist diwakilkan XL Axiata pada Senin, (17/2), lalu uji coba pemblokiran mekanisme whitelist diwakilkan Telkomsel pada Selasa, (18/2).
“Jadi memang ponsel black market ini sangat fantastis menghasilkan kerugian untuk negara,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pengamat telekomunikasi mengharapkan pemerintah konsisten menerapkan aturan mengenai registrasi IMEI. Tujuannya agar tidak merugikan pelaku usaha dan konsumen.
"Perlu konsistensi penerapan aturan, jangan di awal-awalnya saja terlihat bagus" ujar Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, agar aturan itu konsisten dilaksanakan maka dibutuhkan kesiapan sistem untuk mengidentifikasi IMEI. Sistem harus jelas karena berhubungan dengan operator.
Ia menambahkan secara umum penerapan aturan mengenai registrasi IMEI dapat mendorong kinerja pajak. "IMEI itu tidak hanya ponsel, modem juga ada IMEI, dan semua hal yang berhubungan dengan GSM," ucapnya.
Ia mengemukakan bahwa jumlah ponsel ilegal yang beredar diperkirakan mencapai 20 persen dari total pasar. Apabila dalam setahun sebanyak 50 juta unit beredar, maka terdapat 10 juta unit ponsel ilegal yang tidak membayar pajak.