REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zahrotul Oktaviani, Fauziah Mursid
Larangan masuk ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah umroh, dipastikan tak hanya berimbas ke calon jemaah. Pemilik bisnis di Arab Saudi dipastikan merasakan kerugian pula.
Para pejabat memproyeksikan sektor hotel di dua kota suci Arab Saudi, Makkah dan Madinah, akan menderita kerugian sekitar 40 persen dibandingkan tahun lalu. Kerugian ini merupakan dampak dari ditutupnya jalur umroh sementara oleh Pemerintah Saudi sejak Kamis (27/2) lalu.
Pihak berwenang mengatakan beberapa sektor yang terpengaruh kebijakan ini adalah hotel, maskapai penerbangan, katering, dan transportasi. Adapun alasan penutupan sementara ini untuk memprioritaskan keselamatan peziarah.
Beberapa alternatif diharapkan ada untuk menanggulangi kerugian yang terjadi. Yang paling penting dilakukan saat ini adalah mencari dukungan dari peziarah domestik dan menawarkan diskon dan promosi berkelanjutan.
Ketua Komite Hotel-Hotel Kamar Dagang dan Industri Makkah (MCCI), Abdullah Filali, mengatakan sektor hotel di Makkah, yang jumlahnya lebih dari 1.300 hotel, sedang mengalami musim yang sulit. Tidak menutup kemungkinan mereka menghadapi kerugian tinggi jika larangan ini terus berlanjut.
Dikutip dari Arabnews, Filali mengatakan konsekuensi ekonomi dari epidemi virus corona telah mencapai sektor hotel di kedua kota. Ia menyebut sektor ini akan menanggung biaya besar hingga 40 persen jika terus berlanjut.
"Sektor akomodasi menderita krisis okupasi di daerah pusat dan seluruh Kota Suci Makkah dan Madinah. Larangan umrah akan semakin berkontribusi menekan sektor yang sudah lelah," ujarnya, dikutip Jumat (28/2).
Filali menyoroti tidak ada yang bisa memprediksi konsekuensi apa yang akan terjadi di sektor ini. Dia memperkirakan kerugian besar akan terjadi jika larangan ini berlanjut, terutama mendekati bulan suci Ramadhan, yang merupakan musim puncak, koreksi, dan pemulihan untuk sektor ini.
Anggota komite hotel-hotel MCCI, Fadhel Manqal mengatakan sektor ini akan terpengaruh secara keseluruhan karena sepenuhnya tergantung pada jemaah dari negara-negara Islam. Dia menekankan hotel akan semaksimal mungkin memanfaatkan pasar lokal dan penawaran promosi untuk mengganti kerugian mereka.
"Keamanan penghuni dan peziarah lebih penting daripada semua pertimbangan material. Pemerintah Raja Salman memprioritaskan melayani Islam dan Muslim di atas pertimbangan lainnya, dan keselamatan mereka adalah tujuan utama," ujarnya
Dia menambahkan sektor hotel sudah pernah menghadapi kesulitan selama krisis sebelumnya, seperti SARS. Tetapi sektor tersebut membuktikan berhasil beradaptasi dan membatasi kerusakan ekonomi.
Ketua Komite Nasional untuk Haji dan Umrah, Marwan Shaban mengatakan sektor umrah sudah mulai terpengaruh secara negatif. Tetapi langkah-langkah proaktif yang diambil oleh semua lembaga yang terlibat untuk mengendalikan epidemi adalah tindakan yang tepat.
"Memang benar bahwa larangan tidak diberlakukan di masa lalu, tetapi jumlah peziarah saat itu berkurang 20 persen untuk peziarah internasional dan 50 persen untuk peziarah domestik. Dan akhirnya sektor haji dan umroh dapat meningkat lagi," katanya.
Kerugian dirasakan pula oleh pelaku bisnis terkait umroh di dalam negeri. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan penyebaran virus corona memang memberi dampak ekonomi ke negara-negara yang terpapar maupun tidak terpapar. "Karena (Corona) itu semua, sekarang ini negara mungkin mendapatkan kerugian, tentu dampaknya terhadap pengusaha-pengusaha, kepada biro-biro perjalanan, bahkan ada negara yang tadinya surplus sekarang minus, pengaruh virus corona itu luar biasa," ujar Ma'ruf di Kantor Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (28/2).
Karena itu, Ma'ruf berharap semua pihak memahami pertimbangan Pemerintah Arab Saudi yang untuk sementara menghentikan ibadah umroh. Hal ini demi mencegah menyebarnya virus ke wilayah tersebut. Saat ini virus Covid-19 sudah mulai menyebar ke negara-negara Timur Tengah seperti Iran, Uni Emirat Arab.
"Mereka tentu ingin menjaga negaranya supaya tak terpapar. Salah satunya dengan cara menutup akses dari luar. Termasuk juga umroh, ya kita harus hormati keputusan itu," ujar Ma'ruf.
Karena itu, ia mengimbau untuk eamaah Indonesia yang sudah berencana berangkat ibadah umroh untuk menunda keberangkatannnya. Sementara, untuk jemaah yang sudah terlanjur berada di Arab Saudi untuk menyelesaikan ibadah umroh, namun dalam pengawasan yang ketat.
"Sebelum berangkat ya saya kira kebijakannya tentu tak boleh berangkat. Kalau yang sudah di sana yang sedang menjalankan, saya kira itu bisa menyelesaikan umroh," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf melanjutkan, Pemerintah Indonesia saat ini menghormati kebijakan Pemerintah Arab Saudi tersebut dan tidak akan melakukan intervensi. Namun, Duta Besar Indoensia untuk Kerajaan Arab Saudi tetap mengupayakan negosiasi agar tidak membatalkan atau menghentikan penerbitan visa umrah bagi jamaah Indonesia.
"Ya negosiasi itu terus dilakukan tentu, tetapi kewenangan ada di Saudi. Itu kedaulatan mereka saya kira kita menghormatilah," ujarnya.
Pemerintah Indonesia masih terus melobi Saudi terkait penutupan sementara umroh. "Pemerintah telah meminta ke pemerintah Arab Saudi untuk mempertimbangkan agar dapat diterbitkan ulang atau diperpanjang visanya tanpa tambahan biaya," ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Arfi Hatim.
Ia juga menyebut sebanyak 2.393 jamaah umroh gagal berangkat, Kamis (27/2) kemarin.
Berdasarkan rapat koordinasi yang dilakukan antara Kementerian Koordinasi PMK, Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Perwakilan Asosiasi PPIU, serta perwakilan maskapai penerbangan, disepakati penghentian sementara ini bersifat mendadak dan untuk pertimbangan kesehatan umat muslim yang lebih besar.
Kepada pihak maskapai penerbangan, disepakati tunduk kepada Montreal Convention 1999 yang diratifikasi melalui Perpres Nomor 95 tahun 2016 dimana kewajiban pengangkut ditulis jelas di dalamnya. Maskapai tidak akan meminta biaya tambahan akibat penundaan sementara ini pun menghanguskan tiket keberangkatan maupun kepulangan jemaah yang terdampak akibat kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Saudi.
Kasubdit Pengawasan Haji Khusus dan Umrah, Noer Alya Fitra menyebut hari ini 1.078 jemaah dari 35 PPIU gagal berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Sementara kemarin, 2.500 jemaah sempat berangkat ke Arab Saudi.