REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi, menyebutkan 90 persen dari total jumlah petani Indonesia sudah memasuki fase kurang produktif. Menurut dia, perlu ada solusi menciptakan regenerasi petani.
"Ada 33,4 juta petani di Indonesia, terdiri atas 2,7 juta usia milenial dan 30,4 juta usia 'kolonial'. Jadi kita bermasalah dalam hal fase umur petani," kata Dedi usai membuka Forum Politeknik Pertanian, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (27/2).
Ia mengatakan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) juga menyatakan bahwa Indonesia akan menghadapi masalah regenerasi petani 10 tahun ke depan jika para pihak diam saja.
Oleh sebab itu, cara mengatasinya adalah menciptakan petani milenial melalui pendidikan vokasi. Salah satunya politeknik pertanian yang harus tersebar di seluruh Tanah Air.
"Kenapa, karena negara kita negara agraris. Artinya potensi pertanian kita sangat besar, kalau dikelola dengan baik, saya yakin akan berjaya," ujarnya.
Ia menyebutkan jumlah politeknik pertanian di Indonesia sekitar 20 lembaga. Jumlah tersebut masih relatif sedikit dan belum merata penyebarannya di seluruh provinsi.
Padahal, kata Dedi, minat lulusan sekolah lanjutan tingkat atas untuk melanjutkan pendidikan ke politeknik pertanian terus meningkat setiap tahun.
"Minat masuk ke politeknik pertanian cukup luar biasa, dari 1.000-an orang pada 2014 naik menjadi lebih dari 17 ribu orang sekarang ini," ucapnya.
Menurut dia, peran politeknik pertanian sangat penting dalam mendukung program utama Kementerian Pertanian, yaitu mendukung gerakan Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Konstratani).
Selain itu, kata dia, perlu ada penumbuhan pengusaha pertanian milenial dan peningkatan ekspor. "Kementan terus mendorong penumbuhan petani milenial melalui pendidikan vokasi, pelatihan vokasi anak muda melalui pelatihan agar menguasai budi daya, akses modal, market intelegent, dan pertanian berbasis Teknologi 4.0," kata Dedi.